Selain Ace, Jeno punya hal lain untuk menghilangkan kebosanannya. Beberapa hari yang lalu, ia baru saja memulai hobi barunya.
Waktu itu, ia dan Jimin tengah duduk di tepi kolam renang yang ada di apartemennya. Meski jarang digunakan, Jeno sesekali ke sini untuk menikmati pemandangan malam yang terlihat menawan dari balik dinding kaca.
"Terlihat mudah kalau kau yang memainkannya," komentar Jeno. Ia mengamati Jimin yang memainkan gitarnya.
Jimin menghentikan petikan senarnya, lalu melirik pria yang duduk di sampingnya. "I'm not August Rush. Aku juga harus belajar dan aku tidak sepintar dugaanmu," ujarnya.
Beberapa menit berikutnya, mereka hanya diam, menikmati alunan nada gitar Jimin.
"Mau mencobanya?" tanya gadis itu.
Jeno menggeleng dan berkata, "Tidak. Aku pernah mencobanya dan menyerah."
"Kalau kau mau, aku bisa mengajarimu." Jimin meletakkan gitarnya di pangkuan Jeno. "Kau bisa memulainya dengan chord sederhana," lanjutnya.
Jeno sedikit menunduk, menatap gitar berwarna putih yang ada di pangkuannya. Meski ragu, ia tetap memosisikan tangannya.
"Letakkan telunjukmu di sini." Jimin membantu Jeno menempatkan posisi telunjuknya. "Tekan yang ini." Ia pun meletakkan kelingking Jeno di posisi lain.
"Cobalah," kata Jimin lagi.
Jeno pun menyapukan jemarinya.
"Sekarang letakkan telunjukmu di sini, lalu ini dan pencet yang ini dengan jari manismu."
Untuk yang kedua kalinya, Jeno berhasil melakukannya dengan cukup baik. Kedua ujung bibirnya terangkat. Ia mendongak, menatap Jimin. Dengan sorot mata berbinar ia berkata, "Aku ingin mencobanya lagi."
Melihat itu, Jimin pun ikut tersenyum. Jeno dan segala perubahannya tak berhenti membuatnya terkejut.
Sejak malam itu, Jeno tak lagi mengabaikannya. Walau terkadang Ace harus tetap menjadi juaranya, Jimin lebih bisa mengerti dan memilih mengakrabkan diri dengan Ace. Dengan begitu, ia tak akan terkucilkan dari Jeno dan Ace, bukan?
Dalam hatinya, Jimin berdoa agar Tuhan tak mengizinkannya bertemu dengan Jeno yang dulu. Ia pun berharap, kebahagiaannya bukan sekadar angan belaka.
***
Di akhir Februari, Jeno mulai sibuk dengan perkerjaannya. Minggu depan, ia akan terbang ke London untuk memulai tour di Eropa.
Setelah melewati hari yang melelahkan, Jeno berjalan gontai memasuki unit apartemennya.
"Sudah kubilang harusnya masukan air dulu!" suara Peter terdengar keras.
"Sama saja." Jimin dengan tenang menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
GORGEOUS
Romance[SELESAI] Yoo Jimin sudah kehabisan cara untuk menaklukkan hati Jeno. Jika menjadi musuh banyak orang adalah satu-satu cara untuk mendapatkan perhatian pria itu, ia rela melakukannya. Apapun resikonya. Dengan segala kegilaannya, Yoo Jimin mengaku...