1. Hujan

3.5K 160 10
                                    

"Pulang sendiri. Jangan manja, gua sibuk."

Sena menghela napas sebelum keluar dari mobil kakaknya. Tanpa salam atau ucapan selamat tinggal, ia keluar dari mobil lalu  pintu mobil itu cukup keras. Tanpa ragu, mobil SUV bermerk Volvo itu melaju cepat dari depan sekolah.

Melihat wajah Sena yang nampak muram, Pak Sooman, kepala sekolah menyapa Sena di depan gerbang. Pak Sooman memang suka berdiri pagi-pagi di depan gerbang untuk menyapa anak muridnya.

"Selamat pagi, cantik," ucapnya pada setiap siswi yang menyapanya. Sena hanya tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya sedikit. Mood-nya tak begitu baik pagi ini.

Bagaimana tidak, Kak Sehun, si anak keras kepala itu sudah bertengkar pagi-pagi karena masalah sepele, mobil. Sena tiba-tiba ingin memakai mobil Kak Sehun karena ia sudah berumur 17 tahun sekarang. Tentu saja, kakaknya itu menentangnya mentah-mentah. Kakaknya yang sama menyebalkannya dengan dirinya.

Sampai di kelas, Sena segera menduduki kursi paling belakang, pojok, mencari blind spot dari meja guru agar ia tak begitu diperhatikan.

"Eish." Sena merasa terganggu saat melihat ada tas ransel merah jambu di sana. Tanpa ragu, ia melempar tas itu ke meja sebelah. Ia bahkan tak tahu siapa pemiliknya.

"Eh, Sena! Itu kan tas gua! Kok dipindahin?" Oh, ternyata pemilik tas itu sedang ada di kelas ini.

Sena menatap Xiyeon tanpa emosi dan mengangkat bahunya santai. "Duduk sana aja," jawabnya, lalu mengambil headset putihnya dari saku roknya lalu mencoloknya pada ponselnya.

"Anjir, seenaknya banget lu. Gua di sini duluan." Xiyeon menghampiri Sena yang nampak tak begitu peduli. Xiyeon terlihat marah. Ia sudah menyimpan tas itu dari pagi dan memang itu tempat duduknya bersama temannya, Somi.

"Bisa diem bentar ga? Berisik," ucap Sena lalu menyumpalkan headset itu ke telinganya.

Xiyeon menghela napasnya berat. Ia tak mau membuat keributan pagi-pagi, jadi ia mengalah pada perempuan tak tahu diri ini. Ia berpindah jauh ke ujung satunya meskipun tempat duduk itu biasa ditempati siswa lain.

"Loh, Yeon, kok di situ?" Somi baru saja datang dan menghampiri Xiyeon di tempat duduk sebrang.

"Tau tuh dipindahin sama si Sena. Padahal gua udah duduk di situ duluan," ucap Xiyeon cukup keras, masih menembus headset Sena yang mati.

Sena menyalakan lagu keras-keras lalu membenamkan kepalanya ke meja. Tanpa terasa, lagu kebangsaan sudah dipasang di luar kelas.

"Sen, ayo keluar."

Ia menengok pada sosok yang menarik seragamnya untuk keluar. Itu Jeno, si ketua kelas.

Sena hanya mengikuti instruksi dan berjalan ke luar kelas. Mendengarkan lagu kebangsaan di belakang pintu, lalu kembali ke mejanya saat sudah selesai.

Murid-murid memasuki kelas secara bersamaan, seperti aliran air yang tertahan, lalu kembali ke meja mereka masing-masing.

"Eh, ko lu di belakang?"

Sena akhirnya dapat sedikit mengangkat bibirnya saat melihat teman satu-satunya di sekolah, Yeri. Ya setidaknya begitu. Sena memang dikenal tak begitu supel pada orang-orang. Hanya Yeri yang tahan dengan segala keanehannya.

"Iya, lagi males belajar," jawab Sena lalu membereskan headsetnya.

Sena tak dibenci sedalam itu sebenarnya oleh orang-orang. Hanya saja, ia sangat menyebalkan sehingga orang-orang sangat enggan mendekatinya atau mengobrol dengannya. Sena bukan anak pemalas atau pemberontak. Ia cenderung anak yang rajin, mendapat nilai cukup bagus, dan disukai guru.

Counting New Things | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang