17. Ponsel

314 44 2
                                    

"Permisi, Bu."

Ruangan dingin itu terasa lebih dingin dari biasanya. Tatapan sambutan dari orang dewasa di sana membuat Jeno merinding. Telah duduk di sofa itu guru BK, wali kelas, dan kedua orang tua Sena.

"Eh, duduk sini, Nak," ujar Bu Victoria sambil menunjuk bangku terpisah yang diambilkan untuk Jeno.

Jeno duduk di bangku itu dengan canggung lalu sedikit tersenyum walaupun orang tua Sena membalas dengan tatapan kecut.

"Jadi begini, Nak Jeno. Kamu tahu kan Sena hari ini gak masuk? Ibu belakangan ini sering lihat kamu ngobrol sama Sena. Apa tadi malam atau hari ini dia hubungin kamu?" tanya Bu Victoria pada Jeno.

Jeno langsung salah tingkah. Ia berkeringat di ruangan dengan AC super dingin itu. Matanya sedikit tak fokus, tapi ia hanya menunduk.

"Kurang tahu, Bu. Sena gak ada kabar untuk absensi hari ini," ucap Jeno mencoba untuk tak gemetar.

"Kamu jangan coba-coba bohong ya, Dek. Kamu tahu ayahnya Sena hakim, kan?" selak Nyonya Oh sambil membenarkan kalungnya yang agak mencekiknya.

"Saya beneran gak tahu, Tante. Sena gak begitu deket sama saya. Cuma beberapa kali ngobrol," ucap Jeno yakin.

"Saya mau lihat HP kamu," ujar Tuan Oh.

Jeno tertegun. Untung ponselnya ia tinggal di kelas. Ia langsung terpikir untuk menghapus pesan-pesan itu terlebih dahulu.

"HP saya di kelas, Om," jawab Jeno tanpa melihat mata Tuan Oh.

"Ambil," titah Tuan Oh pada Jeno.

Jeno segera mengangguk lalu berdiri untuk keluar ruangan. Baru hendak berjalan, Nyonya Oh kembali bersuara.

"Bu Victoria, tolong temani anak itu. Pastikan dia gak hapus pesan apa-apa, ya."

Bu Victoria mengangguk lalu ikut berdiri bersama Jeno. Jeno berjalan lemas keluar ruang BK. Semoga Bu Victoria memiliki hati untuk membiarkannya menghapus pesannya dengan Sena.

Hening perjalanannya menuju kelas. Jeno merasa kacau, seperti baru saja ditiban batu besar. Bukan dirinya yang ia pikirkan. Ia memikirkan jika Sena akan ditemukan kembali oleh orang tuanya.

Sebelum memasuki kelas, Jeno berhenti sebentar dan menatao Bu Victoria.

"Bu..."

"Ibu tahu. Cepet, sebelum mereka lihat kamu buka HP kamu."

Jeno tak memercayai ini. Bu Victoria benar-benar melindungi anak-anaknya. Jeno segera izin untuk masuk kelas yang sedang ada guru sekarang, lalu mengambil ponselnya di bangkunya.

"Mark, chat Sena suruh beres-beres pergi dari rumah gua sekarang. Chat juga temen rumah gua si Jaemin buat ngejemput Sena di rumah gua. Sekarang. Lo telepon, izin ke toilet," bisik Jeno sambil mengambil ponselnya lalu secepat kilat membuka sisa pesannya dengan Sena dan menghapus semuanya.

Mark awalnya bingung, namun ia mangangguk mengerti. Jeno kembali keluar kelas lalu berjalan menuju ruang BK. Ia sedikit menoleh ke pintu kelas. Tak lama, Mark keluar menuju arah toilet sambil mengacungkan jempolnya.

Ia kembali masuk ke ruangan itu lalu memberikan ponselnya pada Tuan dan Nyonya Oh. Mereka menginvestigasi ponsel itu baik-baik. Jeno memang sangat jarang berinteraksi dengan Sena lewat pesan singkat. Mereka lebih sering mengobrol langsung. Kalau harus disebut, Sena juga sibuk dan jarang bermain ponselnya karena harus belajar terus menerus.

Mereka tak puas melihat semua isi pesan Jeno, bahkan pesan pribadinya dengan ibunya. Raut wajah orang tua Sena sudah dapat tertebak. Mereka mengeluarkan pandangan merendahkan saat membaca pesan dari ibu Jeno, seorang TKI.

Counting New Things | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang