2. Walk You Home

812 99 1
                                    

"Eish! Kakak kelas siapa yang videoin gua?!"

Sena berjalan menuju kelasnya bersama Jeno sambil mengintip-intip koridor lantai atas. Sialan! Pasti anak kelas 12 IPS 2.

"Udah. Masuk kelas dulu aja," ujar Jeno dan masih menarik Sena yang basah kuyup ke dalam kelas.

Baju Sena sangat mengotori lantai kelas. Tetesan air dari bajunya begitu deras seperti ada genteng bocor di kelas itu. Sena segera berdiri di depan AC untuk mengeringkan dirinya.

"Ini, ganti baju lo." Jeno menyodorkan kemeja yang ia lepas dan hoodie hitamnya.

Jeno sendiri sedikit kebasahan sebenarnya. Tapi tak seperti Sena yang terlihat habis tercebur ke dalam kolam.

"Udah, ga usah, abis ini gua juga mau pulang," ucap Sena sambil masih menghadap AC.

"Sen, bra lo bener-bener keliatan." Jeno tak mau melihat pada benda yang ia sebut. Tapi dari jauh saja, bentuknya cukup terlihat karena kemeja tipis Sena yang basah kuyup.

Sena melirik sedikit pada badannya lalu menghela napas.

"Mesum banget sih orang-orang. Dada gua kecil juga masih aja diliatin," gumamnya lalu memeras sedikit kemejanya.

"Pft." Jeno sedikit tertawa lalu ia segera menahannya. Jeno bahkan menutup mulutnya saat ia tertawa.

"Kenapa lo?" tanya Sena, sinis.

Jeno langsung terlihat canggung dan kaku. "Eng-, anu-, engga." Jeno segera menutup mulutnya rapat-rapat lalu meletakkan seragamnya di atas meja.

"Ini, cepet ganti baju. Nanti lu masuk angin."

Sena mengangkat seragam Jeno lalu melebarkannya. Tubuh Jeno jelas-jelas lebih besar dari tubuh Sena-yang berdada kecil ini.

"Bisa-bisanya lo ketawain dada gua. Paling punya lu juga kecil," gumam Sena pelan, namun cukup terdengar oleh Jeno yang baru melangkah satu meter dari Sena.

"Heh! Enak aj-" Jeno menegur Sena cukup keras, namun ia kembali membungkam mulutnya.

"Kenapa hah heh hah heh?" Sena mendongakan kepalanya dengan congak lalu meletakkan kedua tangannya di pinggangnya.

"Engga, Sen. Cepetan ganti baju." Jeno kabur ke mejanya, jauh-jauh dari Sena yang mulai berbicara aneh-aneh.

"Ngerasa gede punya lo?" Sena membawa baju Jeno menuju pintu depan sebelum ia melangkah ke toilet.

Jeno pura-pura tak mendengar perkataan Sena dan membereskan pulpennya yang berserakan bekas mengerjakan tugas tadi.

"Ck. Dasar cowo cupu," ucap Sena lalu keluar kelas.

Sena memang terkenal cukup frontal pada semua orang. Tak memiliki filter, kecuali pada orang yang lebih tua. Ia tak akan malu-malu untuk mengungkapkan isi pikirannya. Ya, bahkan pada laki-laki sekalipun, seperti yang barusan ia lakukan pada Jeno.

Meski begitu, Sena bukan anak nakal. Sama sekali tidak. Hidupnya sangat diatur oleh ibunya. Dari kecil, ia sudah mengambil tutor ini-itu. Termasuk alat musik.

Keluarganya sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang hakim terkenal. Ibunya juga cukup aktif dalam beberapa organisasi sosial. Kak Sehun sudah lulus Sarjana Hukum dan sedang dalam pendidikan khusus profesi advokat.

Di sinilah Sena, anak bungsu dari keluarga tersebut, dituntut untuk menjadi seorang dokter untuk menyaingi sepupu seumurnya yang juga ingin menjadi dokter.

Sena mengganti kemejanya dengan kemeja milik Jeno dan juga memakai hoodie hitam tebal yang sangat hangat, dan berwangi khas seperti wangi Jeno.

Ia kembali ke kelas. Jeno masih di sana, memainkan ponselnya sambil bersandar ke tembok. Kacamata tebalnya sudah turun ke tengah batang hidungnya. Beruntung anak itu memiliki hidung mancung sehingga kacamatanya tak jatuh dengan mudah.

Counting New Things | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang