27. Soju

373 34 0
                                    

"Engga, Wa, ini lagi, um, tadi si Sena kelilipan lagi tiup matanya. Huf! Huf!"

Jeno meniup-niup mata Sena dan membuat Sena berkedip-kedip. Sena mengerutkan dahinya dengan alasan super aneh Jeno.

"Oalah. Bantuin Uwa sini bikin sarapan. Sama nimba air gih buat kalian mandi. Badan Uwa lagi sakit," ucapnya sambil memerhatikan Sena dan Jeno yang sedang saling menjauh.

"Iya, Wa. Bentar aku kerjain." Jeno langsung berdiri dan merapikan bajunya.

"Neng, ayo masak," ucap Uwa dan masih menunggu Sena di daun pintu.

Sena menatap Jeno untuk memberi kode keras kalau ia tak bisa memasak. Jangankan memasak hal sulit, mie instan saja ia tak tahu.

"Sena mau istirahat dulu, mabok tadi di jalan. Badannya juga anget," ucap Jeno beralasan.

"Oh ya udah atuh. Kamu bikinin teh anget, gih. Uwa di dapur ya." Akhirnya ia pergi dari daun pintu dan meninggalkan mereka di kamar.

"Nanti lagi ya. Lo tidur aja dulu kalo ngantuk. Gua mau ke sana dulu." Jeno membentangkan selimut yang tersedia di kasur lalu mendorong Sena pelan agar berbaring dan menyelimuti tubuh perempuan itu.

"Jen, tolong, gua gak bisa ngerjain kerjaan rumah apa-apa."

"Iya gua tau. Nanti belajar. Lo istirahat dulu. Nanti gua bawain sarapan."

Sena menarik selimutnya sampai ke leher lalu Jeno membantunya. Jeno menatap Sena sebentar sebelum keluar dan mengelus kepala Sena.

"Selamat tidur."

***

"Ini... kamar mandi?"

"Iya. Itu baknya. Itu ada bolongan maksudnya buat nimba air dari sumur."

"No shower? Toilet duduk?"

"Gak ada. Masih mending daripada gua suruh lo mandi di sungai."

Sena berwajah masam saat melihat realita kehidupan di desa. Maksudnya, realita kehidupan sebenarnya. Tadi pagi, ia sudah disuguhi singkong rebus yang tak pernah menjadi menu makannya. Rasanya asing, ia belum memutuskan apakah ia menyukai rasa tawar dengan cocolan gula merah itu.

"Emang airmya bersih?" tanya Sena sambil mengintip ke bak mandi yang terbuat dari semen itu.

"Jauh lebih bersih dari seluruh air di kota. Cobain dulu mandi pake air itu, lo nyesel nanti," ucap Jeno sambil ikut mengintip ke bak.

"Gak ada air anget?" tanya Sena lagi dan memegangi handuk yang terpasang di bahunya.

"Gak ada. Mau masak sendiri di teko?" Jeno mulai kesal dengan pertanyaan-pertanyaan Sena. Sena benar-benar orang yang tak pernah merasakan hidup tak punya uang.

Tak bisa disalahkan. Ia tak meminta dilahirkan seperti itu.

"Ini gak bakal ada uler tiba-tiba dari kloset kan?" Sena mengintip kloset jongkok di pojok kamar mandi.

"Waktu itu pernah ada king cobra," jawab Jeno santai.

"Hah?! Serius?!" Sena langsung buru-buru mundur dan mendekati Jeno.

"Enggak, anjir. Udah mandi aja dulu sana. Bawel banget." Jeno keluar kamar mandi lalu menutup pintu kamar mandi.

Sena hanya bisa menghela napas dan masih menginspeksi kamar mandi ini. Bersih sebenarnya, tapi hanya terlihat sangat asing.

"Hft. Ayo, Sena. Lo bisa survive."

***

Setelah mandi, Sena mengganti bajunya dengan kaos pendek dan celana pendek pula yang menunjukkan kaki jenjang putihnya. Tak ia sadari, Uwa ternyata berdiri di dekat kamar mandi dan melihat pakaian yang dikenakan Sena.

Counting New Things | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang