XVI. Maaf

147 13 0
                                        

"Maaf belum bisa jadi anak pertama yang becus, maaf belum bisa jadi kakak yang baik buat kalian, Maafin Jiun ... Mama" -Janendra Areskala Hadinata.

Setelah tiba di depan Rumah Sakit yang Jiun maksud, Rendra segera berlari menelusuri lorong rumah sakit. Dengan perasaan khawatir, Rendra terus berdoa agar semua anaknya selamat.

Saat tiba di depan ICU, Rendra melihat anak sulungnya yang duduk di kursi tunggu dengan pandangan kosong.

"Jiun?" panggil Rendra.

Jiun menoleh, ia langsung mendekati Ayahnya sambil menangis, bisa Rendra lihat pipi kiri anaknya terdapat tiga luka goresan yang belum kering.

"Dimana adik-adik kamu?"

Jiun memeluk Ayahnya. "Dobby di ruang rawat ... Ajun .... hiks."

Rendra membalas pelukan anaknya. "Kenapa??"

"Ajun masih di ruang ICU dari kemarin hiks," isak Jiun.

Rendra menghela napas panjang, ia menatap putra sulungnya. "Kenapa kamu nekat pergi? Ayah udah ga ngijinin kan?"

Jiun merosot ke bawah, ia bersimpuh di kaki sang Ayah. "Maafin Jiun Ayah, Jiun nakal, seharusnya Jiun ga pergi, Jiun gagal jadi anak dan kakak yang baik buat mereka, maaf Ayah, maafin Jiun." Tangis Jiun pecah, ia menangis sejadi-jadinya meratapi kebodohannya.

Rendra menangis, tak bisa ia tahan lagi, ia sangat khawatir dengan putranya, ia takut kejadian yang sama akan menimpa si bungsu.

"Ayah maafin Jiun," lirih Jiun.

Rendra memejamkan matanya, tak tega melihat si sulung seperti ini. Ia ikut berjongkok menyamakan posisinya dengan sang anak. "Udah Jiun, gausah kayak gini, lain kali kalau mau buat sesuatu itu kamu pikirin dulu ya?" Rendra membantu anak sulungnya untuk berdiri dan mendekapnya.

"Ayah?"

Rendra menoleh, anak tengahnya segera berlari menghampirinya.

Rendra tersenyum. "Kamu gapapa kan?"

Dobby menggeleng sebagai balasannya, ia memeluk Ayahnya dengan erat. "Jangan marahin Bang Jiun, Dobby yang salah, Dobby yang udah maksa Bang Jiun buat ke Jakarta, Maafin Dobby Ayah," jelas Dobby.

"Ahhh." Rendra kembali memejamkan matanya untuk menahan emosi, ia menatap ke atas.

"Ayah marahin aja Dobby, jangan marahin Bang Jiun," pinta Dobby.

Rendra menggeleng, ia mengecup pucuk kepala sang anak. "Ayah ga marah, Ayah khawatir sama kalian. Jangan ulangin lagi ya?"

Keduanya kompak mengangguk. Rendra tersenyum, padahal ia sangat khawatir dengan nasib si bungsu di dalam sana. "Kamu harus bertahan Arjuna, kamu gaboleh pergi!"

"Bang Jiun!"

Mereka kompak menoleh ke belakang. Calista datang kesana sambil menangis.

"Ajun gimana Bang?" tanya Calista di tengah-tengah tangisnya.

"C-calista?"

Calista memegang bahu Jiun. "AJUN DIMANAA??" Ia mengguncang tubuh Jiun.

Rendra menarik tubuh Calista menjauh dari Jiun lalu mendekapnya bak sosok Ayah yang menenangkan putrinya.

"Ajun gimana, Ayah?" lirih Calista.

"Kamu tenang ya, kita juga lagi nunggu Ajun," jelas Rendra.

Masalah dan Kita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang