"Dulu kau berjanji untuk selalu bersama, tapi ternyata kau meninggalkan ku terlebih dahulu. Baiklah, aku melepaskamu, berbahagialah bulanku, kita akan bertemu saat mataharimu ini sudah lelah."
Ditengah keramaian orang yang datang, banyak juga yang merasa kesepian. Rumah yang dulu menjadi tempat keluarga bahagia kini sudah menjadi rumah duka, banyak yang tidak rela untuk melepas, tapi tidak bisa juga untuk ditahan. Rumah yang dulu di datangi dengan canda tawa sekarang di datangkan wajah duka. Rumah itu di datangi oleh orang-orang yang berkunjung dengan pakaian berwarna gelap, bukan berkunjung untuk membawa oleh-oleh, tapi berkunjung untuk menyatakan turut berduka cita. Rangkaian bunga duka cita yang berada di depan rumah dengan jelas menuliskan nama 'Arjuna Barra Alvarendra.'
Banyak orang yang memberi semangat kepada perempuan yang masih setia menangis di samping peti kekasihnya, menangis sambil menggumamkan kenangan-kenangan yang mereka pernah lalui seolah kekasihnya akan mendengar semua ucapannya.
Hampir semua orang menyuruhnya agar iklhas, tapi ia tetap terisak memanggil-manggil nama sang kekasih.
Kakak sulung dari kekasihnya mendekapnya dengan hangat, menyuruhnya agar mengiklhaskan ini semua, tapi tetap saja ia tidak beranjak dari tempatnya.
Saat itu juga Jiun teringat sesuatu, ia merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah ponsel dan memberikannya kepada Calista namun, perempuan itu tidak tertarik dan tetap larut dalam tangisannya. Jiun menghela napas panjang lalu langsung memutar suatu rekaman yang ada pada ponselnya.
"H-hai Calista ..."
Calista langsung menoleh, itu suara kekasihnya, suara yang terdengar terbata dan menahan sakit.
Jiun tersenyum lalu memberikan ponsel itu. "Ajun ngasi lo pesan sebelum dia benar-benar ninggalin kita." Calista segera merampas ponsel itu dan ia segera memutar rekaman itu kembali.
Air matanya jatuh semakin deras ketika mendengarkan suara sang kekasih.
"K-kamu pas-ti lagi nang-is ya? Jang-an nangis, sete-lah in-i aku bak-alan baha-gia, ak-u ga ak-an ngeluh s-sakit lag-i ke kam-u, k-kamu jug-a harus baha-gia sete-lah aku perg-i, aku ga ak-an suka kala-u kam-u nang-is sa-at acara do-a. Kam-u harus tau ka-lau ka-mu ad-alah orang per-tam-a dan terak-hir yang ak-u ci-nta, ma-af ak-u ga bis-a nepat-in janji ak-u, tap-i ak-u sela-lu sayang sa-ma ka-mu. Ak-u pam-it du-lu ya, can-tik."
Calista mengembalikan ponsel Jiun lantas ia beralih melihat wajah sang kekasih. "Kamu jahat, kamu jahat, Arjuna! Kamu tau kalau aku gasuka kata janji berubah jadi maaf kan? Jadi kamu bangun sekarang! Temuin aku, Arjuna! ARJUNA BANGUN!" tangis Calista.
Dobby segera memeluk Calista untuk menenangkan perempuan itu. Semua yang melihat merasa iba, pasti sangat berat bagi Calista. Perempuan itu terus menangis tersedu-sedu di pelukan Dobby.
"Tenangin diri lo, Ajun gaakan suka kalau lo kayak gini, tolong iklhasin dia Calista," ucap Dobby.
"Kita lanjutin prosedur selanjutnya ya ," ucap Rendra.
Calista bangun dengan di bantu Denta, tubuhnya menjadi lemas setelah banyak menangis.
•••
Mereka pun sampai di tahap peti Ajun yang akan masuk ke liang lahat, Calista terus menangis di pundak Denta sambil memegangi bingkai foto milik Ajun.Rendra, Jiun, Dobby, Wawan, Yudhi, dan Jordan yang membantu menurunkan peti itu ke bawah juga tak henti-hentinya menitikkan air mata. Tiga perasaan hancur secara bersamaan, seorang ayah yang harus menyaksikan kepergian anak bungsunya, dua kakak yang harus ditinggalkan adik kesayangan mereka, dan tiga teman yang harus menguburkan temannya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Masalah dan Kita
Novela Juvenil_______________________________ "Sederhana saja Tuhan, kita adalah atma yang mempunyai asa untuk mendapatkan harsa amerta." ----------------------------------------- Setiap part di cerita ini hanya karangan belaka dan murni dari kreatifitas penulis...