BPM (2): SANITY

63 7 0
                                    

 "Loopy...." Terdengar suara Harla memanggil, suara derap langkah yang terburu-buru menuruni tangga pun menyusul panggilan Harla. 

 "There you are, baby." Harla mengusap rambut Loopy, anjing jenis German Sheperd miliknya. Harla baru berani membawa Loopy ke rumahnya setelah si kembar lumayan besar. Loopy bertugas mengawasi si kembar ketika mereka sedang tidur siang dan Harla sedang sibuk dengan kegiatannya, Loopy duduk di sisi Harla, menikmati usapan Harla padanya. Bermain dengan Loopy adalah salah satu cara Harla menjaga kewarasannya ketika harus mengurus si kembar. 

  Harla menyalakan televisi, kemudian ia memilih program yang ingin dia tonton di Netflix. Pilihannya jatuh kepada 'Wild Babies', serial original Netflix yang mendokumentasikan pertumbuhan bayi-bayi hewan liar dan bagaimana mereka bertahan hidup di alam yang sebenarnya berbahaya bagi tubuh kecil mereka. Dari dokumentari ini, Harla paham bahwa induk dari hewan pun memiliki kesulitan untuk membesarkan dan mendidik anak-anakya, huh,  perjuangan semua Ibu di setiap elemen kehidupan dunia ini ternyata sama ya. Ketika layar menunjukkan seekor anak anjing laut yang bertahan hidup sendiri di tengah koloni yang tidak akan peduli padanya karena sang ibu yang harus mencari makan, Harla tak kuasa menahan air matanya, untuk menjadi seorang Ibu yang baik, kamu bukan hanya memikirkan anak-anakmu saja tapi juga dirimu sendiri. 

   Bagaimana mungkin seorang Ibu bisa mengurus keluarga jika dia sendiri kelaparan? Harla membiarkan angannya melayang jauh, tawaran sang Papa untuk mengurus Petshop sangat menggiurkan. Bagaimana dengan si kembar jika ia memutuskan untuk menerima tawaran itu? Bayi-bayi itu masih terlalu dini untuk ia tinggalkan, tetapi jika Harla tidak melakukannya, Harla akan frustasi karena rasa penasaran. 

  Sama seperti induk anjing laut yang harus meninggalkan bayinya untuk mencari makanan agar ia tetap bertahan hidup ditengah-tengah tugasnya sebagai seorang Ibu, begitu juga dengan Harla. Harla membutuhkan pekerjaan di luar rumah agar membuatnya tetap waras, menjadi seorang Ibu pekerja bukan berarti tidak peduli dan menelantarkan anak, namun, bisa jadi itu adalah sebuah cara agar sang Ibu bahagia dan bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ada pepatah mengatakan bahwa kunci rumah tangga yang bahagia adalah ibu yang bahagia, bukan berarti Harla tidak bahagia dengan rumah tangganya saat ini, namun, seperti yang Gika katakan sebelumnya, Harla merasa ada ruang kosong karena belum pernah berkarir dan Harla ada keinginan untuk mengisi ruang kosong tersebut. 

  "Ngelamunin apa, sih, sayang? sampai suaminya pulang nggak diperhatiin gitu?" Teguran Gika m#embuyarkan semua angan Harla, eh, sudah sejak kapan Gika berada di sampingnya? 

  "Eh, Koh... sejak kapan pulangnya?" tanya Harla salah tingkah, Gika duduk di sampingnya. 

  "Baru aja kok, sayang. Apa kabar?" Salah satu kebiasaan Gika yang sangat disukai Harla adalah ia selalu menanyakan kabarnya  meski mereka hanya berpisah beberapa jam lamanya. 

  "Phyisically Okay, but my mind is not" Keluh Harla, Gika membawa Harla ke dalam pelukannya, memberikan ketenangan pada wanita itu. Harla tidak banyak bercerita, Gika sudah paham apa yang sedang digumulkan olehnya. Topik ini sudah menjadi bahan pembicaraan mereka selama beberapa lama, dan hingga sekarang, Harla belum bisa menentukan pilihannya. Padahal Gika sudah mengatakan bahwa ia akan selalu mendukungnya, tetap saja Mama si kembar itu bimbang. Tidak perlu kata-kata, cukup Gika berada disana, menemaninya dalam diam, maka Harla akan baik-baik saja. Ketika kamu menjadi orangtua, terkadang, kamu tidak butuh kata-kata untuk menghiburmu, cukup dengan kehadiran pasangan di sisimu. 

* * * 

  Arlyn terduduk merenung di kursi kerjanya,sedangkan lembaran-lembaran kertas yang berisi beberapa sketsa berserakan di mejanya. Ia sedang berusaha menjual beberapa desain yang ia buat karena ia tidak lagi mempunyai dana yang cukup untuk membuatnya sendiri sementara ia sedang dalam kondisi membutuhkan uang. Kondisi keuangan Arlyn dan Jevan sudah tiba di titik paceklik, sudah setahun sejak COVID-19 menyebar, belum ada tanda-tanda akan berakhir hingga belum ada perbaikan untuk ekonomi keluarga kecil ini.  

  Arlyn memutuskan berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri anak-anaknya yang sedang diasuh oleh baby sitternya. Ia menciumi mereka satu per satu, membiarkan aroma minyak telon memasuki hidungnya, tatapan lugu yang diberikan oleh Ara dan Rain membuatnya ingin menangis. Jika tidak ada kedua bayi ini, apa yang akan terjadi pada hidupnya sekarang? Tidak mudah dalam kesulitan apalagi jika kamu terbiasa hidup dalam kecukupan ketika sedang bersama orangtua. Arlyn sudah tidak mungkin meminta bantuan kepada kedua orangtuanya karena mereka sudah pensiun sejak 7 bulan yang lalu, kepada mertuanya pun ia terlalu malu untuk meminta tolong. Mertuanya sudah membantu mereka sejak usaha Jevan mulai menurun beberapa waktu yang lalu, dan Arlyn sangat sungkan jika harus meminta bantuan mereka lagi. 

  "Aaa,,, sayangnya Mamaa....!! Are you happy today?" Ia mengajak bayi-bayi itu mengobrol, mereka membalasnya dengan ocehan-ocehan yang tidak akan pernah Arlyn mengerti, tapi Arlyn tetap senang dengan respon lucu itu. Mereka berusia 2 bulan hari ini, Arlyn sudah kembali bekerja meski dia tidak lagi pergi ke kantor. Ia memindahkan ruang kerjanya ke dalam rumah untuk sementara waktu. 

  "Udah makan, Mbak?" Tanya Arlyn pada kedua pengasuh anaknya, mereka menggeleng. Anak-anak Arlyn terlalu kecil untuk ditinggal, jadi mereka menunggu keduanya untuk tidur terlebih dahulu sebelum makan siang, namun, Ara dan Rain sama sekali tidak tidur. 

 "Kalian makan siang dulu deh kalau gitu, Mbak. Ara dan Rain biar saya yang ngurus." Pintanya, kedua pengasuh itu pun menurut. Arlyn mengangkat Ara dari box tidurnya dan mulai menyusui bayi mungil tersebut, Rain sendiri sibuk melamun dan sesekali terdengar ocehan dengan bahasa bayinya, entah apa yang dia sedang coba bicarakan. Ara dan Rain memang baru saja mulai belajar mengeluarkan suara-suara lain selain menangis, tahap perkembangan dalam berbicara memang sedikit lebih cepat, bahkan Dokter sendiri tak menyangka akan secepat itu. Dalam usia ini, sebenarnya bayi belum bisa melakukan apa-apa selain menangis. 

   Arlyn terdiam lagi,10 bulan dari sekarang, kedua anaknya harus menjalani rangkaian pengecekan DNA, mengingat ada gen psikopat dalam diri Arlyn yang bukan tidak mungkin salah satu atau bahkan kedua anaknya mewarisinya juga. Bagi sebagian orang mungkin waktu 10 bulan bukanlah waktu yang singkat, tapi bagi Arlyn, hal tersebut bisa menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan perasaannya kapan saja. 

   "Kaak!!" Sebuah seruan menghentikan lamunan Arlyn, ia tergagap mendapati adiknya sudah berada didepannya. 

  "Ngelamunin apa sih?" Tanya Alvy, sang adik yang datang tanpa pemberitahuan tersebut. 

  "Nggak ngelamun kok," Elaknya, 

  "Nggak ngelamun apaan? Ara udah tidur itu." Ucapan Alvy membuat Arlyn gelagapan, ia tidak fokus sehingga tidak sadar bahwa sang putri sudah tertidur. Alvy memutar bola matanya malas, kemudian ia membantu Arlyn untuk meletakkan sang keponakan di tempat tidurnya. 

  "Kok kamu dateng nggak bilang-bilang?" tanya Arlyn pada Alvy, 

   "Disuruh Mas Jevan nganter makanan sama minuman, Mas nya lagi sibuk nyusun proposal buat para investor." Balas Alvy, lagi-lagi Arlyn hampir meneteskan airmata. Akhirnya Jevan harus membuang ego-nya demi mempertahankan AMS, padahal Arlyn tahu betul bahwa Jevan tidak pernah menerima investasi dari orang luar selain dari keluarganya, namun, untuk saat ini dia sendiri yang memohon orang lain untuk menanamkan saham di AMS. 

 "Makanannya udah aku taruh di meja makan, ayo makan dulu." Ajak Alvy, Arlyn mengangguk. Terlebih dahulu ia memeriksa Rain apakah sudah tidur atau tidak, dan tentu saja dia tidak akan tidur. Bayi laki-lakinya ini punya kebiasaan unik, dia harus diperdengarkan suara musik atau televisi terlebih dahulu agar bisa tidur, sementara Ara sangat membenci suara-suara seperti itu. 

  "Biar aku aja yang gendong, kakak makan dulu." Kata Alvy, ia mengangkat Rain dari tempat tidurnya dan membawanya keluar dari kamar diikuti oleh Arlyn. Arlyn memutar nursery music dari ponselnya, sementara Alvy menimang-nimang Rain, berusaha membuat bayi itu tertidur. Setelah yakin bahwa Alvy bisa menangani Rain, ia meninggalkan mereka menuju ruang makan. Jevan membelikan makanan kesukaan Arlyn untuk yang kesekian kalinya, suaminya ini memang sangat pengertian, tapi Arlyn harus menegurnya nanti. Mereka harus mengurangi pengeluaran untuk hal semacam ini, Arlyn akan lebih senang jika Jevan yang memasak untuknya. Hal-hal kecil yang dilakukan Jevan untuknya sudah cukup membantunya untuk tetap waras dalam menghadapi realita kehidupan sebagai orangtua.

 BEING PARENTS MEANS.... YOU NEED TO KEEP YOUR SANITY!

* * * 

BERSAMBUNG

Thanks for reading, XOXO

T5L x APTOS : BEING PARENTS MEANS......Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang