"Sayang, aku jalan ya..."
"Iya, hati-hati, sayang."
Jevan mendorong stroller Ara dan Rain, mereka sedang jalan-jalan sore setelah Arlyn pamit untuk dinas ke luar kota. Ini akan menjadi pengalaman pertama bagi Jevan untuk mengurus si kembar sendirian selama 3 hari. Ia akan mengawali petualangannya dengan membawa anak-anaknya itu bermain ke taman bunga di dekat rumah mereka.
"Wah, gantengnya..." Puji seseorang, merujuk pada Rain yang berjalan-jalan di sekitar taman. Langkah kakinya yang mungil memang membuatnya menjadi pusat perhatian. Sedangkan Ara sendiri, duduk dengan anteng di pangkuan sang Papa.
"Terimakasih, Ibu." Balas Jevan dengan senyuman bangga, ia mengawasi Rain yang sekarang bergabung dengan anak-anak kecil lainnya. Senyuman Rain yang memikat ternyata berhasil membuatnya mempunyai teman, lihat saja! Seorang anak perempuan yang berusia lebih tua sudah setia menemaninya.
"Pasti repot ya, Mas, ngurus anak kembar tuh. Anak saya aja, jarak lahirnya lumayan jauh tapi bikin mama-nya stress terus." Lanjut beliau yang diselingi dengan curhatan, Jevan tersenyum kecil.
"Ya kalau bicara soal repot sih, pasti ya, bu. Namanya anak kecil yang belum capable, pasti apa-apa minta tolong orangtuanya. Kalau nggak dinikmatin, bisa stress sendiri. Toh, yang minta anak buat ada di dunia ini kan ya kita juga sebagai orangtuanya." Balas Jevan bijak.
Mempunyai anak terkadang menjadi beban tersendiri buat orangtua dimanapun. Mempunyai anak berarti harus rela kehilangan jati diri, harus rela kehilangan banyak waktu untuk bersenang-senang karena harus mengurus anak, harus rela menginvestasikan waktunya untuk mendidik anak, belum lagi biaya hidup yang tak murah. Banyak orangtua yang melimpahkan kekesalannya pada anak-anaknya, memaksa mereka untuk memahami keadaan sebagai orangtua, tetapi mereka lupa bahwa anak-anak itu belum pernah menjadi orangtua, bagaimana ia akan paham berada di posisi itu?
Banyak orangtua yang tanpa sengaja melukai hati anak karena merasa tak sanggup menanggung beban sebagai orangtua, mereka melupakan kewajiban untuk memberikan pendidikan dan kasih sayang kepada anak-anaknya, tetapi menuntut anak untuk menyayangi mereka tanpa syarat. Orangtua seperti ini adalah contoh orangtua yang sebenarnya tidak siap menjadi orangtua.
"Iya, sih, Mas. Cuma kadang kesal juga kalau semisal anak-anak tidak mendengarkan orangtuanya. Udahlah stress di kerjaan, di rumah makin stress lagi." Curhatnya lagi,
"Semangat, Ibu. Ya begitulah kalau memutuskan punya anak tuh. Double capeknya." Lanjut Jevan lagi,
Tak apa mengeluh, itu manusiawi. Orangtua tak serta-merta berubah jadi dewa-dewi yang berhati lembut atau sabar hanya karena ia menjadi orangtua.
"Omong-omong, ngurus anaknya sendirian, Mas? Ibunya mana?" Tanya beliau lagi,
"Oh, istri saya sedang kerja ke luar kota, Bu. Jadi untuk sementara saya ngurus anak-anak sendirian." Jawab Jevan dengan jujur,
"Oh ya? Mas-nya hebat bisa ngurus anak sendirian, kembar pula. Istrinya pasti senang punya suami kaya' Mas." Lanjut sang Ibu,
"Hahah, nggak juga, bu. Saya juga lagi belajar ngasuh anak sendirian, ini pertamakali-nya buat saya ditinggal istri ke luar kota." Balas Jevan lagi,
"Hufft, seandainya suami saya kaya' Mas, saya nggak akan se-stress ini ngasuh anak." Beliau melanjutkan sesi curhatnya.
"Udah kerja di luar rumah, nyampe rumah harus ngerjain kerjaan rumah, ngasih makan anak dan suami. Lama-lama bisa habis badan saya, Mas." Keluhnya, Jevan mengernyitkan dahinya bingung. Ia tak pernah hidup di lingkungan yang seperti itu, jadi ia tak mengerti mengapa teman curhat-nya ini mengalami hal seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
T5L x APTOS : BEING PARENTS MEANS......
RandomYang pertama tidak akan pernah mudah, pepatah yang sangat cocok dengan 2 pasang orangtua baru yang baru saja dikaruniai anak. Mereka berusaha menjadi orangtua yang baik dengan segala kekurangan yang mereka punya. Mari berkenalan dengan Gika-Harla, y...