BPM (20) : BROKEN HEARTED

30 6 3
                                    


Harla mencoba menenangkan Asyer yang rewel. Kali ini, hanya dia yang berjuang untuk mengurus anak-anaknya yang sakit karena Gika yang harus menjalani isolasi mandiri di rumah.

   Keadaan Asyer sudah membaik, alat bantu nafas sudah dilepas dari hidungnya, namun, ia masih merasa tidak nyaman dengan tubuhnya sehingga ia rewel. Sedangkan Ashver masih terlelap di box-nya dengan selang oksigen yang tersambung ke hidungnya. 

   "Sakit, ya, Nak? Sabar ya.... tahan sebentar."  Kata Harla, ia berusaha memberi kata-kata motivasi pada Asyer. Anak itu mengusap-usap hidungnya karena gatal. Sesekali, Harla menciumi puncak kepala Asyer, menyalurkan rasa cinta kepada sang anak agar ia tak merasa ditinggalkan dalam keadaan sakit.

   Harla membawa Asyer ke dekat jendela, kebetulan kamar mereka berada di lantai 5, sehingga kota Jakarta terlihat jelas dari sana. Kamar yang mereka tempati saat ini adalah ruang VVIP yang mereka dapatkan dari asuransi perusahaan Gika. Tak bisa dipungkiri, semakin tinggi jabatan seseorang, maka fasilitas yang didapat akan semakin mumpuni juga.

   Harla 2 tahun lalu tak akan pernah bermimpi akan dirawat di ruangan seperti ini di kala sakit. Mungkin Gika juga tidak pernah mengharapkan itu, namun, kasih Tuhan itu nyata di setiap perjalanan hidup Harla dan Gika, membimbing keduanya untuk tiba dalam keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.

   "Ma...." Panggil Asyer, menyadarkan Harla dari angannya yang sempat melambung tinggi. Suara bayi itu masih lirih, mungkin efek batuknya yang belum membaik. Batuk berkepanjangan adalah salah satu ciri yang terlihat ketika seseorang terjangkit C-19. Baik Asyer ataupun Ashver sudah mendapatkan perawatan yang terbaik untuk saat ini. Harla tidak bisa menerka-nerka, mungkin karena Pandemi Covid sudah hampir mencapai batas akhirnya atau mungkin kareja para nakes yang sudah mendapatkan 3 kali vaksin, ruangan Harla dan anak-anaknya tidak pernah terlepas dari pengawasan mereka. Para nakes-nya juga tak segan-segan atau takut ketika masuk ruangannya dan memeriksa keadaan si kembar.

   Sudah hampir 2 minggu mereka dirawat, Gika hampir bisa menyelesaikan tahap isolasi mandirinya, namun Ashver belum menunjukkan tanda-tanda akan segera membaik. Kata dokter, mungkin daya tahan tubuh Ashver lebih lemah dari Asyer.

  "Iya, sayang?" Sahut Harla pada panggilan Asyer.

  "Acel maa...u paa..paaa.." Kata Asyer terbata-bata, anak itu memang belum lancar berbicara, ditambah dengan kondisinya yang masih sakit membuat apa yang ia ucapkan tidak mudah dipahami oleh pendengarnya.

  "Kenapa, sayang? Asyer ngomong apa tadi?" Tanya Harla sekali lagi.

  "Paa..pa... Acel m..a...u.. pa..paa.." Ulang Asyer dengan sabar. Harla mengerti maksudnya.

   "Asyer mau telponan sama papa?" Tanya Harla memastikan, Asyer mengangguk. Melihat jawaban Asyer, ia menggendong anak itu ke ranjangnya, mengambil ponsel yang terletak disana. Ia men-dial nomor ponsel Gika, tak lama kemudian, muncullah wajah Gika di layar ponselnya.

  "Hello, sayang. Apa kabar?" Tanya Gika, terlihat jelas di mata Harla bahwa wajah pria ini tidak bersemangat dan terkesan layu. Hufft, baru ditinggal dua minggu tapi kualitas visualnya langsung berubah. Mungkin pria ini tak bisa beristirahat kareha terlalu memikirkan keluarganya, terlebih Ashver yang belum membaik.

  "Sudah lebih baik, Koh... waj.." Omongan Harla terpotong karena Asyer langsung merebut ponselnya, mungkin ia sudah terlalu rindu dengan sang ayah.

  "PAPA... PAPAA.." Asyer berteriak, meneriaki sang ayah.

   "Iya, sayang? Kenapa teriak?" Tanya Gika, Asyer menempelkan wajahnya di layar ponsel. Mencari-cari sang ayah.

   "Papa disini, Asyer." Kata Gika, Asyer terkekeh. Suara tawanya membuat kedua orangtuanya bahagia, setidaknya sampai sebuah suara mengagetkan mereka.

T5L x APTOS : BEING PARENTS MEANS......Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang