"Anak kamu nggak kekurusan itu? Kamu kurang banyak kasih makan yaa?"
"Itu anak kamu kok ingusan? Nggak diurusin dengan benar ya?"
"Baju anaknya dicuci tangan aja, gatal kalau dicuci mesin tuh."
Komentar-komentar seperti ini kadang membuat Harla malas membawa buah hatinya keluar rumah, omongan tetangga membuatnya kesal setengah mati. Seperti hari ini, Gika sedang di kantor sehingga Harla membawa kedua anaknya menikmati udara sore di sebuah RPTRA dekat rumahnya, kebetulan disana ia bertemu dengan tetangga-tetangganya yang juga membawa anak-anaknya jalan-jalan sore.
"Enak ya jadi kamu, Har. Masih muda, punya suami kaya raya, ngurus anak dibantu suster. Kita mah apa? Ngurus anak sendiri, stress sendiri, beresin rumah sendiri. Apa-apa sendiri. Orang kaya seperti kamu mah mana ngerti derita emak-emak kaya' kami ini.." Harla memutar bola matanya malas, untuk kesekian kalinya ia mendengarkan perbandingan nasib yang seperti ini.
"Iya, Mbak. Enak dong jadi saya, soalnya dari lahir udah kaya, heheh." Balas Harla telak,
"Kaya karena orangtua mah apa hebatnya? Hebat tuh kalau bisa bahagiain diri sendiri pakai uang sendiri. " Ibu-ibu lainnya menimpali ucapan Harla
"Wah, saya sangat beruntung nggak perlu kerja terlalu keras untuk bisa hidup enak kalau gitu. Apa-apa sudah disediakan suami soalnya." Lanjut Harla lagi,
"Jangan terlalu bangga sama harta duniawi, Har. Amit-amit terjadi apa-apa sama suami kamu, hilang semua itu harta."
Harla sudah terlalu malas menanggapi ucapan tersebut, berani-beraninya beliau ini mendoakan yang tidak-tidak pada suami tersayangnya. Sudah gila.
"Kalau saya punya harta sebanyak kamu, saya lebih milih sumbangin sebagian untuk orang yang membutuhkan, kan jadi berkat. Daripada dipakai sendiri tapi nggak habis , padahal kan harta nggak dibawa mati." Celetuk seorang ibu lainnya, hadeh, membuat emosi Harla semakin naik saja.
"Ya berarti nggak punya ya, Mbak? Sayang banget, padahal saya pengen banget ngelihat Mbak nyumbang harta sama orang lain." Cetus Harla, Hah, bukankah seharusnya para ibu itu saling mendukung? Bukankah lebih bermanfaat jika mereka saling menukar ilmu parenting? Tetapi mengapa mereka malah membicarakan Harla seperti itu?
Orang-orang ini, Harla mengenal mereka seumur hidup. Dulu mereka adalah kakak-kakak sepermainan Harla, Harla berpikir bahwa bergaul bersama mereka setelah menjadi ibu akan menambah wawasannya dalam mengurus anak. Nyatanya tidak seperti itu. Mereka lebih suka membandingkan hidup mereka dengan Harla, mereka lebih suka membicarakan tentang penderitaan mereka sebagai seorang ibu tanpa sekalipun mendengar keluh kesah Harla juga. Mereka berfikir bahwa Harla selalu hidup enak, jadi tak perlu mengeluh, ia akan dianggap kurang bersyukur jika masih saja mengeluh. Memangnya Harla bukan manusia yang tak punya keresahan sendiri?
"Kamu tuh kok mulutnya makin jahat sih, Har? Mentang-mentang hidupnya kaya raya, makin nggak bisa jaga lisan ya kamu." Kritik yang lainnya, Harla jengah. Dia sudah akan pamit ketika melihat Gika berjalan menghampiri mereka dengan pakaian kerjanya. Tadi Harla memang sempat menginfokan kepada Gika bahwa mereka sedang berada di RPTRA, ia tak menyangka bahwa sang suami akan menyusulnya kesini.
"Papaaaa!!" Teriak Asyer dan Ashver secara bersamaan, mereka berlari ke arah Gika untuk menyambut pria tersebut, Gika berjongkok dan menerima mereka dalam pelukannya.
"Selamat sore, Asyer dan Ashver." Sapanya,
"celamat cole, Papaa..." balas mereka.
"Halo, Mbak-Mbak yang cantik manjalita, lagi pada jalan sore juga?" Sapa Gika dengan lebay pada kaum ibu-ibu yang baru saja membuat Harla kesal, Harla mencebikkan bibir ketika mendengarnya. Gika, kamu tau nggak sih kalau emak-emak jahanam ini udah mengkritik Harla habis-habisan?
KAMU SEDANG MEMBACA
T5L x APTOS : BEING PARENTS MEANS......
RandomYang pertama tidak akan pernah mudah, pepatah yang sangat cocok dengan 2 pasang orangtua baru yang baru saja dikaruniai anak. Mereka berusaha menjadi orangtua yang baik dengan segala kekurangan yang mereka punya. Mari berkenalan dengan Gika-Harla, y...