BPM (6) : MILESTONE

32 5 0
                                    


1 November 2021

 "Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you...." 

 Suara nyanyian merdu terdengar dari salah satu ruangan di rumah Gika, yay! Hari ini si kembar genap  berusia 1 tahun! Ada perayaan kecil-kecilan disini, hanya ada keluarga inti saja dan seorang Pendeta yang memang diminta oleh Gika untuk berdoa bagi kesehatan Asyer dan Ashver. Sepasang orangtua itu belum berani mengundang orang banyak - banyak untuk merayakan ulangtahun pertama anak-anak mereka tersebut dikarenakan Covid-19 dengan segala gelombang dan variasinya masih berkeliaran dimana-mana. 

   Ocehan-ocehan si bayi kembar turut meramaikan perayaan kecil ini, seolah mereka sedang bertanya satu sama lain  mengapa banyak orang di rumah mereka, seolah saling menjawab bahwa mereka tidak tahu apa yang terjadi. Ya tapi intinya mereka sangat menikmati perhatian yang diberikan oleh anggota keluarganya kepada mereka. 

  Acara tiup lilin sudah dilakukan, diikuti dengan acara potong kue, Harla dan Gika tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa karena si kembar yang tumbuh menjadi anak-anak yang sehat dan bahagia. Pendeta memimpin doa dan memberikan berkat kepada mereka berdua dan tentu saja si kembar menatap beliau dengan ekspresi bingung. 

  "Harfif belum pulang dari Singapur, Mah?" Tanya Harla kepada sang Bunda ketika acara mereka sudah selesai dan menunggu rumah dibersihkan. 

  "Haduhh, gimana mau pulang, Har? istrinya belum sadar-sadar juga dari komanya. Nggak gila aja udah syukur si Harfif itu." Kalian pasti kaget mendengar ucapan beliau tersebut, yaah.. ada kejadian yang membuat Harfif harus tinggal berbulan-bulan di Singapur dan mengabarkan keluarganya bahwa ia sudah menikah. Bukan Harfif saja yang gila, tapi keluarganya juga. 

  "Semoga istrinya segera sadar ya, Mah. Kasihan juga Harfif, baru nikah langsung dikasih cobaan yang berat." Ucap Harla lagi, 

  "Mama yang hampir gila gara-gara kelakuan saudara kamu itu, Har. Pamit ke Singapur buat urusan kerja doang, sebulan disana, malah nikah mendadak. Mama udah hampir hapus dia dari Kartu Keluarga karena kelakuannya itu." Keluh sang Mama, 

  "Kenapalah anak Mama yang satu itu harus berakhir seperti ini ya? Perasaan pas Mama hamil kalian, Mama nggak aneh-aneh deh." Lanjutnya, Harla menepuk pundak beliau untuk memberi penguatan, Harfif adalah tipe anak yang selalu nurut kepada orangtuanya, dia belum pernah membuat mereka kecewa atau malu, segala keputusan yang dia ambil pasti berdasarkan pertimbangan dari kedua orangtuanya. Harla akui, Harla kecewa dengan keputusan Harfif yang satu ini, tapi dia cukup bangga akhirnya sang Kakak bisa menemukan suaranya sendiri. 

  "Jangan terlalu keras sama Harfif ya, Mah. Selama ini dia udah selalu dengarin kata Mama sama Papa, mungkin ini saatnya dia ngambil keputusan sendiri. Dia memang salah, tapi biar saja jadi pelajaran buat dia ya... Lagipula, hidupnya sekarang juga sedang tidak baik-baik saja, istrinya tiba-tiba koma dan ia sendiri tidak tau pasti kapan istrinya akan sadar, jadi Harfif pasti berat. Dia butuh keluarga buat support dia." Kata Harla mengingatkan, 

  "Mama nggak keras sama dia, Har. Mama sama Papa juga cukup bangga akhirnya bisa ambil keputusan sendiri, tapi ya minimal kalau mau nikah kasih ancang-ancang dulu, biar nggak kaget nih Mama." Balas Mama Sharon lagi, Harla mengangguk pertanda ia mengerti kegelisahan sang Mama. Jika suatu saat salah satu dari si kembar tiba-tiba menikah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Harla juga pasti akan sama kecewanya dengan sang Bunda. 

  "Oh, ya,,, minggu depan, Mama, Papa, dan adik-adik kamu mau ke Singapur, mumpung mereka masih online sekolahnya." Info Mama Sharon, Harla tidak kaget, memang sudah seharusnya beliau menjenguk menantunya yang sedang sakit parah tersebut, lagipula, Harfif membutuhkan kehadiran dan dukungan keluarganya di saat-saat kritis seperti ini. Jika saja Harla tidak punya bayi, dia juga akan  turut ikut ke Singapur, namun, untuk saat ini, Harla hanya bisa mengirimkan doa dan dukungan berbentuk kata-kata untuk sang Kakak. 

 Harta yang paling berharga adalah keluarga, no matter what. 


* * * 

 "SAYANG!!!" Arlyn menghentikan aktivitas menggambarnya karena terkejut mendengar teriakan Jevan, khawatir terjadi apa-apa, ia meninggalkan ruang kerjanya dengan terburu-buru dan menghampiri Jevan di kamar mereka. 

 "Ada apa, Mas? Kok... te..." Arlyn tidak mampu melanjutkan pertanyaannya ketika melihat yang terjadi didepannya saat ini, air matanya tertahan, rasa haru memenuhi dadanya ketika melihat Rain menghampirinya dengan merangkak. Gerakannya masih lambat, tapi fokusnya sudah tepat. Dengan senyuman bangga, ia melanjutkan langkahnya ke arah sang Ibu. 

  "Anak Mama.... Anak Mama yang ganteng udah gede ya? Udah bisa jemput Mama ya...?" Ucap Arlyn tersendat, ia tak pernah membayangkan bahwa masa anak-anaknya bisa menghampirinya sendiri akan secepat ini datangnya. Dengan sabar, ia menunggu Rain mengikis jarak diantara mereka. Arlyn memeluk Rain dengan erat ketika bayi itu sudah tiba ke tujuan, tak henti-hentinya ia menciumi puncak kepala anak lelakinya itu sembari mengucap syukur kepada Tuhan. Banyak doa yang ia panjatkan kepada Sang Pencipta agar anak-anaknya tumbuh dengan sehat dan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan yang normal. Kejadian beberapa bulan yang lalu dimana Rain berteriak dengan sangat keras sudah cukup menguji mental seorang Arlyn. 

 Jevan menghampiri ke-duanya, bergabung dengan suasana haru yang tercipta karena kemampuan baru Rain. Ia mendekap istri dan anaknya tersebut di dadanya, tak lupa ia mengucapkan doa-doa syukur atas Anugerah yang mereka terima. 

  Ada masa dimana Jevan merasa tertekan dengan kehadiran anak-anak mereka yang sebenarnya tidak direncanakan tersebut, anugerah Tuhan yang tiba-tiba dititipkan kepada mereka sebenarnya membuat ia tidak siap. Ia takut tidak bisa menjadi ayah yang baik, ia takut tidak bisa mendidik mereka dengan benar, ia khawatir membuat mereka menderita. Jevan pernah membaca bahwa menghadirkan anak ke dunia ini tanpa persiapan yang matang adalah sebuah kejahatan. Jevan pernah merasa tidak mampu secara mental untuk menghadapi manusia baru yang lemah di hidupnya. But, here we are. 

   Jevan yang dulu tidak siap akhirnya harus berdamai dengan dirinya, mereka sudah terlanjur ada, memangnya apa yang bisa Jevan lakukan selain berjuang keras untuk mereka? Menelantarkan anak-anak yang hadir karena dia? Membiarkan Arlyn bekerja keras sendiri padahal ia turut serta dalam proses kehadiran mereka? Jevan harus bertanggung-jawab! 

  Jevan bisa mengatasi rasa takutnya, ia berhasil menjadi suami yang siaga selama masa kehamilan Arlyn. Ia masih harus belajar banyak tentang menjadi seorang Ayah yang baik, tapi sejauh ini dia cukup baik, kok. Ia tidak pernah cemburu jika Arlyn lebih memprioritaskan anak-anak daripada dia, banyak teman-temannya yang bercerita bahwa mereka mudah cemburu dengan anak mereka sendiri. Bagi Jevan itu semua omong-kosong, kenapa harus cemburu dengan anak sendiri? 

   "Thanks God." Bisiknya dalam hati. 

    "Good job, Rain! I'm so proud of you." Katanya kepada Rain, bayi itu menatap Jevan dengan dalam, kemudian ia merentangkan tangannya, memberi kode kepada sang Ayah untuk menggendongnya. Arlyn yang sadar akan itu pun melepaskan pelukannya dari Rain, ia membiarkan Rain bermain di gendongan Ayahnya tersebut. Ara masih tertidur, bayi perempuan itu tidak akan bangun walau ada suara guntur sekalipun, tidurnya sangat nyenyak. 

   Arlyn menghampiri crib Ara, ia memandangi wajah anaknya yang damai dalam tidur, sesekali ia tampak tersenyum, membuat Arlyn bertanya-tanya, apa gerangan yang sedang dimimpikan oleh putrinya itu? mengapa ia tersenyum seperti itu? Arlyn mencium dahi Ara, membiarkan bau minyak telon merasuk ke cuping hidungnya. Aroma terbaik yang pernah ia cium. 

 BEING A GOOD PARENT IS.... A HUGE MILESTONE!! AND IT IS A MUST! 


 * * * 

BERSAMBUNG

THANKS FOR READING

XOXO

  

T5L x APTOS : BEING PARENTS MEANS......Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang