8.kala takdir mempertemukan

15 1 4
                                    

Pagi ini tidak seperti biasa, Arga langsung mengecek ponsel untuk melihat pesan. Untuk apa? Ah, sepertinya dia merasa sedikit besar kepala dan berharap Kia akan mengirimi pesan. Nyatanya tidak ada. Sudah seperti dugaan.

"Apa yang kuharapkan?" umpatnya kesal. Dia segera beranjak bangkit dan turun untuk sarapan. Jadwalnya hari ini pergi ke makam setelah kemarin mendadak hujan.

"Apa Mak Ris sudah membelinya?" Sebenarnya tidak usah memastikan, pembantunya tidak akan lupa dengan pesanannya. Hanya sedikit berbasa-basi saja.

"Sudah, Mas. Apa perlu saya siapkan di mobil?"

Arga mengangguk sebagai jawaban dan melanjutkan sarapan. Hanya menu sederhana mengingat dia tidak terlalu suka makanan berat sebagai menu pembuka hari. Telur mata sapi dengan roti tawar. Juga susu hangat. Sudah lebih dari cukup.

Selepasnya, dia segera ke garasi dan menghidupkan mobil. Pergi menuju makam untuk menuntaskan kerinduan.

Seperti biasa, Arga akan bercerita pada keheningan. Di mana hanya rumput, pohon, nisan juga semilir angin yang menjadi teman setia. "Kuakui aku kesepian setelah kepergianmu dan seperti keinginanmu, aku sempat berpikir untuk menikah. Hanya saja, adakah wanita yang mau dengan lelaki sepertiku?"

Pandangan Arga tertuju pada bunga Anggrek yang berada di vas. Berwarna ungu juga putih. Tangannya tergerak menaburi tanah makam yang juga masih dipenuhi bunga. Dan dia akan terus melakukan sampai hari terakhir di Jogja.

Arga menghabiskan waktu hampir satu jam. Duduk bercerita dan mendoakan keluarganya sebelum pamit pulang. "Beberapa hari lagi aku harus kembali ke Kendari. Aku gak ingin melewatkan hari tanpa datang ke sini."

Sesampai di mobil, dia menyandarkan punggung ke kursi. Apa yang akan dilakukannya hari ini? Ah, sepertinya dia ingin shopping saja. Mengubah penampilan agar tidak terlalu kaku seperti dulu. Bukan karena ingin menarik perhatian wanita. Cuma tidak ingin terlalu terlihat mirip ayahnya.

Setelah mampir sebentar di rumah dan mandi untuk kesekian. Dia bergegas menuju salah satu mall terbesar di Jogja. Pertemuan dengan ayahnya beberapa hari silam, membuatnya memutuskan untuk sedikit menanggalkan kebiasaan memakai kemeja juga celana panjang untuk keluar rumah. Mengganti kaos dan celana pendek. Sesekali memakai hoodie Aksa yang kebetulan pas di tubuhnya.

Tujuan kali ini tentu saja distro. Walau memiliki banyak waktu untuk dihabiskan, dia selalu memilih segala sesuatunya dengan cepat. Beberapa kaos berwarna abu-abu, merah menjadi pilihannya. Tidak berhenti di sana, celana santai juga jeans pendek tak luput diambil.

Selesai membayar, dia menyadari terlalu banyak membeli sedangkan dia hanya sendiri. Terkadang alam bawah sadar sudah menuntunnya untuk mengambil lebih, seakan ingin memberikan untuk Aksa tentu saja. Namun, saat menyadari jika adiknya sudah tiada. Dia berpikir untuk apa uang yang dimilikinya sekarang. Untuk siapa harus menghabiskannya? Dia tak perlu pusing menyicil KPR karena ibu sudah mewariskan rumah. Pun dengan mobil yang masih layak pakai.

Dia bersandar pada pagar kaca yang berada di lantai dua. Mengamati hiruk pikuk orang yang berkunjung ke mall. Keramaian yang berada di sekitar seolah tidak bisa menembus kesepian yang menjerat. Lagi-lagi dia merasa hampa dan kembali menanyakan tujuan hidupnya.

Cacing di perut menyadarkan jika otaknya sudah kelelahan untuk mencari jawaban. Mungkin membiarkan apa adanya sampai batas yang tidak bisa ditentukan. Mengalir hingga menemui jawaban. Lalu langkahnya menuju sebuah restoran Jepang.

Ah, lagi-lagi sendiri. Haruskah dia memanggil Adi untuk menemani kali ini? Menyedihkan sekali jika harus bersama lelaki itu. Yang ada dikira sebagai pasangan pelangi.

Saat masuk, seorang wanita yang duduk di pojok ruangan berdiri dan mendekat ke arah Arga. "Kebetulan sekali bertemu di sini."

Bingung. Jelas. Apa lagi yang dikatakan Kia yang mendadak muncul macam jelangkung di hadapannya?

Arga ; Repihan Rasa TAMAT (sekuel Arga; Pusaran SesalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang