Sesuai permintaan, Arga datang menemani Kia untuk mendekor acara lamaran yang akan diadakan di rumah kliennya. Berada di salah satu perumahan yang berada di ring road utara. Rumah minimalis dengan luas 13x10 meter dengan garasi di bagian samping kiri juga taman kecil di sisi sebaliknya. Acara yang akan digelar malam hari dengan konsep mewah, tapi tetap berada di dalam ruangan.
Pukul delapan para karyawan sudah mengeluarkan perlengkapan yang dibutuhkan. Arga hanya berdiri melihat betapa sibuknya Kia mengkoordinasi para anak buah. Menata bunga-bunga yang harus diletakkan di mana dan bagaimana. Tentang tata lampu yang akan menambah kesan mewah juga hangat. Belum lagi penempatan kursi dan meja yang sengaja sudah dipesan klien. Tentu saja warna putih lebih mendominasi walau klien juga meminta perpaduan warna merah muda juga hijau agar lebih menarik.
Kia sedari tadi meminta untuk menutup dinding dengan kain putih sebagai dasar lalu menggantung tirai macrame berwarna putih dengan degradasi warna merah muda yang lembut sebagai latar. Tak lupa menempelkan berbagai macam bunga tulip yang sudah dipilih bersama sebelum acara sepanjang pinggir tirai.
"Biasanya wanita menyukai mawar. Kenapa klienmu memilih tulip? Sangat tak biasa," tanya Arga ketika Kia yang sudah selesai mengkoordinasikan anak buah mendekat. Dia menyodorkan minuman kemasan yang sudah dibuka.
"Kamu tak tahu alasannya?" Kia menoleh ke Arga yang pandangannya tertuju pada dekorasi yang mulai terbentuk perlahan.
"Aku tak terlalu paham filosofi bunga. Adikku hanya menyukai Anggrek dan darinya aku tahu."
Pandangan Kia tertuju pada bunga yang tengah dipasang sebelum menjelaskan. "Tulip berarti sempurna. Ya, seperti cinta mereka."
Arga tertawa sinis. Sempurna? Bukankah hidup di dunia tak ada yang sempurna. Mungkin saja mereka mabuk sehingga melihat cinta sebagai kesempurnaan. Karena seiring berjalan waktu, ketidaksempurnaan itu akan terlihat dan menjadi perselisihan. "Bukankah di dunia ini tak ada yang sempurna, begitu pula cinta."
Kia menoleh ke Arga yang menatap dengan sorot sendu. Walau sudah mengenal hampir beberapa bulan, lelaki di sampingnya adalah sosok diyakini tengah menutupi luka. Dia bisa melihatnya, lewat bola mata, gurauan atau perkataan langsung seperti sekarang. "Cinta itu memang tak sempurna, oleh itu mereka merayakan ketidaksempurnaan sebagai wujud kebahagiaan dalam pernikahan. Karena sejatinya cinta itu saling melengkapi."
"Lalu kenapa mereka bercerai jika sejak awal sudah tahu cinta itu tak sempurna lalu memaksakannya dalam pernikahan?"
Lagi-lagi Kia tercengang mendengar ucapan Arga. Dari perkataannya, dia bisa menyimpulkan jika keluarga Arga sudah bercerai. Mengingat tak pernah menyinggung orang tua selain ibu. Dia menggenggam erat tangan lelaki yang masih sibuk mencari jawaban. "Karena sejatinya kebahagiaan itu adalah suatu bentuk keegoisan, tapi mereka lupa pengorbanan juga akan melahirkan rasa bahagia."
Arga diam, mencerna ucapan Kia. Benar. Menikah juga bentuk keegoisan. Karena bahagia memerlukan pengorbanan yang berasal dari ego mereka.
Klien yang berambut panjang dan bergelombang mendekat. Wanita setinggi 163cm yang mengenakan dress berwarna biru muda juga kalung berlian berwarna senada menginterupsi perbincangan mereka. Kia melepaskan genggaman dan merapatkan tubuh pada wanita yang tengah memuji hasil dekorasi lalu kekehan kecil terdengar dari keduanya yang sibuk bercerita banyak hal.
Arga sendiri hanya memandang Kia lalu senyum merekah di bibirnya. Dia yakin Kia mampu mendampingi dan memahami dirinya sangat baik.
Hampir tiga jam mereka berada di tempat klien Kia. Setelah semua dirasa sudah pas, mereka pamit pulang dan mengatakan akan kembali membongkar keesokan hari.
"Apakah dia calon suamimu?" tanya klien Kia yang bernama Veronica saat mengantar keduanya di depan gerbang.
Wajah Kia langsung tersipu malu, begitu pula Arga yang langsung mengalihkan pandangan ketika Veronica tengah memindai dirinya. "Ya, doakan semoga berjodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga ; Repihan Rasa TAMAT (sekuel Arga; Pusaran Sesal
RomanceSeri kedua Arga ; pusaran sesal Tentang cinta yang salah menyapa, rindu pada yang telah pergi juga dendam yang tak seharusnya tumbuh. Setelah kematian Aksa. Arga menyibukkan diri untuk mengalihkan rasa sakit akibat kehilangan dengan bekerja. Hingga...