Damar menatap Arga dengan sorot seperti biasa. Nyalang. Dia masih belum bisa menerima bendera perdamaian. Baginya, Arga masih seperti orang kaya kebanyakan. Tengil dan bisa berbuat semena-mena. "Buat apa? Aku harus kerja." Dia melengos, pergi.
"Ini tentang Danu."
Damar yang sudah melangkah pergi, seketika menghentikan langkah. Dia memutar tubuh, meminta penjelasan. Helaan napas kasar menjadi jawaban, betapa enggannya meladeni Arga jika saja bukan karena Danu.
"Di mana kita bisa bicara?"
"Bagaimana kalau ke pantai?"
Lengkung tipis terukir di wajah Arga. Dia segera kembali ke mobil, diikuti Damar yang membawa barang jualannya di kedua tangan.
Tak ada perbincangan selama perjalanan menuju pantai. Memang selama ini mereka juga jarang berinteraksi. Selain karena api permusuhan yang terus saja menyala, kemungkinan juga Damar sudah lelah hanya untuk bicara setelah bekerja. Lebih banyak ke Danu.
Hanya beberapa menit dan mereka sudah sampai. Mobil menepi. Setelah menarik tuas rem parkir, mereka turun.
Pantai sudah mulai ramai. Beberapa penjual sudah berdatangan sejak pagi. Ada pula yang baru menata dagangan. Beberapa penjual jasa mobil remote mulai menurunkan dan menyejajarkan di satu tempat.
Mereka segera menuju sebuah warung makan. Walau tahu niat baiknya akan mendapat penolakan, dia tetap mengambil minuman dingin yang berada di showcase.
Angin mulai berembus, membawa sedikit kesejukan bagi mereka. Arga duduk di samping Damar setelah memberikan minuman.
"Apa yang ingin Anda bicarakan tentang Danu?" Damar meletakkan minuman di sampingnya. Tak ada niatan untuk meminumnya walau saat menerima, berulang kali harus menelan ludah. Hanya sejak mengenal Arga, dia bisa merasakan nikmatnya minuman yang harganya cukup untuk makan sehari.
Arga membuka minuman dan meneguknya. Cuaca sedikit panas padahal baru juga beberapa menit turun dari kendaraan.
"Aku mempunyai tawaran untukmu?"
Damar sama sekali tak tertarik. Sudah sangat jelas dari awal kedatangan. Berpura-pura baik untuk menarik simpati. "Jika Anda berniat memanfaatkan kami, apalagi Danu. Maka saya akan menolak dengan tegas."
Melihat respon Damar yang sudah diduga, mau tak mau Arga yang harus menjelaskan. Dia tahu remaja di sampingnya tak terpancing sama sekali. "Aku bahkan belum mengatakannya."
"Sepertinya saya tahu arah pembicaraan Anda."
Arga tertawa kecil. "Ya, ampun. Sikap waspadamu apa gak bisa dikurangi? Gak ada yang ingin memanfaatkan kalian. Justru aku ingin menawari kalian menjadi anak asuhku?"
"Anak asuh?" Damar memastikan tidak salah dengar.
"Ya, anak asuh. Aku yakin kamu paham arti anak asuh."
Damar terkejut. Dia tak menduga jika penawaran yang dimaksud adalah sebagai orang tua asuh. Hanya beberapa detik saja raut itu mengendur lalu berubah tegang. "Apa yang Anda inginkan dari kami?"
Arga meluruskan punggung dan meletakkan wadah minuman di sampingnya.
"Gak ada. Apa yang kuinginkan dari kalian?" Tak sepenuhnya benar, karena pada dasarnya Arga kesepian. Namun, tak mungkin dia mengatakan.
"Gak mungkin orang kaya seperti Anda gak menginginkan apapun dari kami. Tenaga kami misalnya? Atau kisah hidup kami yang tragis." Tentu saja ucapan Arga tak terdengar jujur di telinga Damar.
Menghela napas panjang, Arga meneguk air kemasannya dan menatap dengan senyum tipis. "Aku sudah merasa cukup dengan materi yang kupunya."
"Gak mungkin."
![](https://img.wattpad.com/cover/331047552-288-k372831.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga ; Repihan Rasa TAMAT (sekuel Arga; Pusaran Sesal
RomanceSeri kedua Arga ; pusaran sesal Tentang cinta yang salah menyapa, rindu pada yang telah pergi juga dendam yang tak seharusnya tumbuh. Setelah kematian Aksa. Arga menyibukkan diri untuk mengalihkan rasa sakit akibat kehilangan dengan bekerja. Hingga...