Damar, seperti namanya yang berarti kuat dan keras. Itu juga yang ditunjukkan pada Arga. Sorot kuat untuk melindungi adiknya dan sifat keras kepala yang melampaui Aksa. Ya, itu setidaknya yang bisa ditangkap Arga setelah beberapa kali pertemuan.
Remaja itu berjalan dengan sikap waspada. Sorotnya tajam seperti akan menerkam jika Arga berbuat kesalahan. Bahkan ketika adiknya mengiba untuk menurunkan sedikit ketegangan.
Pandangan tajam yang tadi tertuju pada Arga kini beralih pada donat juga pizza di piring. "Kami gak menjual iba, jadi lebih baik bawa lagi apa yang sudah Anda bawa."
Arga masih duduk di tempat. Dia cukup terkejut dengan ucapan Damar yang sungguh berani atau mungkin kasar baginya.
"Kalian memang gak menjual iba dan aku juga datang hanya untuk meminta sedikit kebahagiaan. Kenapa? Kamu marah karena Adikmu bisa tertawa dengan apa yang kubawa?"
Ucapan Arga tentu saja menyulut amarah Damar. Tentu karena tak bisa membalasnya. Seharusnya dia bersikap lebih baik sebagai tamu, tapi melihat sorot yang tak mau mengalah. Tentu gejolak dalam dadanya ingin mengalahkan. Dan benar saja. Remaja dengan tatapan setajam elang itu justru mengalihkan pandangan pada adiknya yang diseret masuk ke kamar.
"Sudah kubilang, jangan terima makanan dari orang yang gak dikenal."
"Tapi aku 'kan kenal Mas." Danu justru membela Arga. Entah karena donat yang dibawanya atau memang sikap Damar yang keterlaluan. Tapi melihat Danu yang berani membantah, sudah pasti ini bukan kali pertama.
"Kamu ini kalau dibilangin dengerin! Bukan malah ngebantah."
"Aku kan dengerin Mas. Bagian mana aku ngebantah?" Danu masih saja membantah.
"Lha itu ... kamu biarin orang itu masuk rumah."
"Ya, kan aku bilang dengerin. Bukan mau melakukannya."
"Maksud Mas, kalau memang kamu dengerin, setidaknya apa yang Mas katakan harus dilakukan, Dan."
"Mas juga jangan marah-marah. Gak semua orang jahat." Danu masih saja membela Arga.
Dari perbincangan kedua kakak beradik itu, Arga bisa menyimpulkan jika ada hal yang menyebabkan Damar begitu overprotektif pada adiknya. Entah oleh apa, tapi yang jelas sangat fatal.
Dari ruang tamu, Arga masih mencuri dengar ucapan Danu yang membelanya. Mengatakan jika dirinya datang menagih gambaran yang dijanjikan. Namun, terus saja perdebatan sengit terjadi di antara mereka. Hingga akhirnya Damar memilih keluar dari bilik dengan tatapan nyalang, disusul Danu di belakang.
Bukannya duduk bersama, Damar melenggang pergi.
"Mas arep nandi?" tanya Danu mengikuti langkah kakaknya. Kini mereka di depan rumah dan Arga masih menguping perdebatan. Dia sadar kedua kakak beradik saling menyayangi satu sama lainnya. Hal yang membuatnya iri.
Tak lama, Danu muncul dengan raut yang tidak bisa dijelaskan. Di antara malu, sedih juga kecewa.
"Maaf ya, Om. Masku memang galak kalau sama orang kaya, tapi dia baik kok." Walau dimarahi, Danu masih saja membela kakaknya yang memilih berjaga di dalam kamar. Dia duduk kembali di samping Arga seraya mengayun-ayunkan kaki dan menatap lantai rumahnya yang masih berupa tanah.
"Memang aku terlihat seperti orang kaya?"
"Iya, Mas e kan bawa donat mahal. Sudah pasti kaya."
Arga tersenyum kecut. Ya, mungkin Danu melihatnya sebagai orang kaya karena secara materi berkecukupan, bisa makan enak. Tapi sebagai manusia, dia miskin kasih sayang. Hal yang tak dimiliki sekarang.
"Oh, ya. Donatnya dibawa pulang saja, ya, Om. Nanti Masku marahnya lama."
Arga menghela napas panjang. Bahkan rencananya yang berniat meminta maaf dan bertamu justru menjadi ajang memantik emosi. Lagian kenapa harus menganggapnya sedemikian kejam. Memanfaatkan? Ah, ya. Sebenarnya hampir sama. Memanfaatkan untuk kebahagiaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga ; Repihan Rasa TAMAT (sekuel Arga; Pusaran Sesal
RomansaSeri kedua Arga ; pusaran sesal Tentang cinta yang salah menyapa, rindu pada yang telah pergi juga dendam yang tak seharusnya tumbuh. Setelah kematian Aksa. Arga menyibukkan diri untuk mengalihkan rasa sakit akibat kehilangan dengan bekerja. Hingga...