21

689 99 12
                                    

Semalaman Namjoon berada di kamar Seokjin. Ia takut Seokjin tiba-tiba mengeluh dan membutuhkan sesuatu. Namun malam itu Seokjin tertidur dengan lelap. Sesekali Namjoon bangun memastikan dada itu masih naik turun, nafasnya masih ada, detaknya masih terasa.

Seokjin masih bersamanya. Namjoon lega.

Pagi ini Namjoon bangun lebih awal, Seokjin masih tertidur. Dengan lembut Namjoon menepuk pelan lengan Seokjin.

"Saeng... bangun."

Sentuhan dan panggilan lembutnya mampu membangunkan Seokjin. Mata itu terbuka dan tersenyum padanya.

"Hyung aku sudah baik-baik saja. Jin ingin sekolah."

"Hyung antar ne?"

"Hm. Hyung mandi sekarang takut terlambat."

"Kalau begitu hyung ke kamar. Kau siap-siap lalu kita sarapan."

Seokjin mengangguk. Namjoon pun melenggang pergi. Saat Sang hyung menghilang, Seokjin kembali menyandarkan kepalanya.

Pandangannya berputar sejak ia bangun, namun ia harus tetap baik-baik saja di depan Namjoon. Ia tak mau Namjoon terus merasa bersalah.

Seokjin perlahan bangun setelah pusingnya mereda, ia ke kamar mandi dengan menggapai barang yang bisa dijadikan tumpuan karena keseimbangan tubuhnya yang buruk.

Di meja makan, Hyera yang mengambilkan nasi dan lauk untuk ketiga pria tersayang di rumah.

"Bu tidak usah banyak-banyak," kata Seokjin kala Hyera menyendokan banyak lauk dan nasi di piring miliknya.

"Jin harus makan yang banyak. Pekerjaan mu ka banyak, harus menuruti kemauan si kembar."

Seokjin bukannya tidak mau, tapi perutnya mual hebat dan ia tak yakin pagi ini makanan itu akan tetap di perutnya atau berakhir di wastafel kamar mandi.

"Jja habiskan," ucap Hyera memberikan piring tersebut.

Hyera, Johnny dan Namjoon makan dengan lahap. Sementara Seokjin baru 2 suap sudah meletakan sendoknya. 

Ekor mata Namjoon menatap Seokjin yang berada di samping. Ia mengerti Seokjin yang tidak nyaman.

"Bu, Namjoon sepertinya terlambat. Ada file yang belum Namjoon siapkan. Namjoon berangkat sekarang ya?"

"Ya sudah hati-hati."

"Ne... ayo Jin."

Ajak Namjoon lalu menarik tangan Seokjin keluar. Namjoon merasakan tangan Seokjin sangat dingin dan berkeringat. Saat di mobil Namjoon tidak langsung melajukan mobilnya.

"Tidak usah sekolah ya?"

"Ani Hyung. Aku tidak apa."

"Kau pucat, tangan mu dingin sekali."

Seokjin tersenyum "Jangan terlalu khawatir Hyung. Aku ini kuat, kau tahu kan?"

Jika Seokjin lemah, ia tak akan bertahan sampai detik ini. Namjoon mengerti, ia harus percaya bahwa sang adik akan baik-baik saja.

"Jangan menyembunyikan sakit mu."

Seokjin menoleh lemah. Kepalanya terkulai pada kursi mobil. Dari sana ia bisa melihat raut Namjoon yang jauh berbeda dari awal mereka bertemu. Seokjin tersenyum, tak ada apapun yang bisa ia syukuri selain ini.

RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang