26 | are we good?

14.4K 1.7K 170
                                    


"Cuy, kayaknya lo harus ke Bali minggu ini."

Kalau Oscar menyarankan hal tersebut kemarin, mungkin Mail akan menghela napas capek.

Baru juga seminggu libur dari perjalanan keluar kota, sudah harus pergi-pergi lagi. Padahal, badannya yang sekarang sudah nggak kayak lima tahun lalu. Lebih gampang capek. Lebih gampang sakit.

Tapi beda cerita karena Oscar mengatakannya pagi ini.

Memang bener, momen paling krusial dalam satu hari adalah pagi hari. Nggak ketemu orang rese atau mendengar kabar buruk, lanjut ngumpul dengan teman-teman—saling mengejek dan mentertawakan kebodohan masing-masing—walau hanya tiga puluh menit, rasanya cukup untuk jadi bahan bakar beraktivitas seharian.

Andai tahu kalau Gusti nggak ke sana lagi setelah berselisih dengannya, Mail nggak akan absen selama ini.

"Ya udah, jadwalin aja," sahutnya santai sembari menerima teh jahe yang diulurkan Oscar.

Mail lagi kembung, jadi nggak ngopi dulu hari ini.

"Kalau di sana cuma semalam aja, kecapekan nggak?" Oscar memastikan dulu sebelum mengiyakan. "Kalau lama-lama, takut keteteran yang di sini."

"Kalau udah punya jawaban, ngapain nanya?"

Oscar meringis. Biarpun Mail selalu iya-iya saja dengan agenda yang dia pilihkan, dia nggak mau menanggung resiko dong?

"Gue jadwalin flight Rabu pagi, ya?"

"Kenapa nggak besok aja?"

"Igor bilang, rapatnya nggak bakal kelar sehari."

"Astaghfirullah. Kayak rapat BEM aja."

"Jadi, berangkat Rabu pagi, ya?" Oscar mengulang keputusannya. "Balik Kamis petang. Biar nggak buru-buru di sana, dan nyampe sini nggak kemaleman. Biar lo puas juga tidurnya, soalnya Jumat pagi ada Sempro Mbak Pacar. Udah gue pesenin buket bunga. Tinggal kadonya aja, lo mau mikir sendiri apa gue cariin?"

"Lo aja. Lo lebih ngerti selera Trinda."

"Oke. Mau dicariin tempat buat dinner juga?"

"Boleh."

"Terus, undangan-undangan ngisi acara seminar gue tolak semua bulan ini ya? Terus slotnya mau gue kurangin jadi dua aja per bulan. Takut elo tiba-tiba innalilahi kalau kecapekan. Kasian Trinda nanti capek kudu nyari calon suami baru lagi."

Dan begitulah minggu sibuk Mail dimulai. Annual General Meeting—yang seharusnya dilaksanakan bulan lalu, tapi molor karena menunggu urusan dengan Zora beres—pada hari Senin, dilanjut serentetan brainstorming dengan Igor dan lain-lain yang baru beres hari Selasa, lalu terbang ke Bali subuh-subuh hari Rabu.

Mail nggak hiperbola, karena dia beneran cabut dari apart sejak sebelum subuh, karena Oscar memilihkan fight jam lima!

~

Alasan pemilihan Canggu sebagai lokasi pertama Nowness di Bali lebih ke faktor emosional daripada rasional.

Tentu, investasi dalam bentuk coffee shop slash coworking space di sana oke banget, karena banyak digital nomad. Asal wifi lancar, kursi empuk dan nyaman untuk duduk berjam-jam, kopi dan makanan enak, udahlah, pasti ramai. Jangankan yang di pinggir jalan, yang nyelip-nyelip dalam gang juga bisa ramai.

Tapi terlepas dari itu, Mail dan Canggu punya history tersendiri. Bittersweet. Unforgettable. Kalau nggak pernah merasakan tinggal di Canggu satu dekade yang lalu, Mail nggak akan pernah menjadi dirinya yang sekarang.

Dated; Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang