d-12 | couldn't have him sit there and think

20.8K 1.9K 459
                                    

Cek pesan: ripgianti dapet voucher 5k, ciVelan22 & yul_nda 2k.




12 | couldn't have him sit there and think



Karena sama-sama bangun kesiangan, akhirnya Mas Ismail bermurah hati meminjamkan mobilnya untuk dibawa Trinda ke Karawaci daripada si cewek susah-susah mencari kendaraan umum, dan malah jadi makin telat. Jadilah, tanpa sarapan, Trinda mengantar si mas ke Nowness dulu sebelum lanjut menuju tempat shooting.

Tepat seperti dugaannya kemarin, dia baru bisa pulang larut malam, sama sekali nggak sempat menyentuh laptop lagi hari ini. Untung ppt-nya sudah selesai, tinggal dibaca-baca ulang dan dirapikan besok pagi.

"Santai. Bawa dulu aja mobilnya." Mas Ismail berkata begitu ketika menerima telepon dari Trinda yang mengatakan bahwa dia baru saja selesai dan hendak pulang. "Nggak perlu jemput gue."

"Mbak Safitri bilang, Mas lagi di Alam Sutera. Deket lah dari tempatku. Lagian ini nggak jadi ada yang nebeng, aku sendirian."

"Trinda." Mas Ismail menekankan nada suaranya, supaya Trinda fokus mendengarkan. "Nggak apa-apa, lo langsung balik aja. Dari kemarin belum pulang, kan? Besok hari terakhir lo ngantor, ppt lo gue lihat belom rapi kayaknya, jadi mending langsung pulang aja, kerjain yang perlu lo kerjain, oke? Gue masih lama di sini."

Trinda menghela napas panjang, memutus sambungan teleponnya setelah mengucap terima kasih sekali lagi.

"Mas Ismail nggak minta dijemput," ujarnya sembari menoleh ke senior-seniornya yang juga sedang bersiap-siap pulang. "Mas Iman bareng aku aja yuk."

"Bilang aja mau disupirin." Mas Iman melengos. Tapi tetap menurut juga setelah dipelototi Mbak Safitri, batal masuk ke mobil lain. Dan sebagai gantinya, dia duduk merenungi nasib di balik kemudi Countryman Mas Ismail, menunggu semuanya berangkat duluan. "Jujurly, gue takut ngelecetin mobil orang."

Trinda yang sudah terlanjur pasang seatbelt di jok penumpang depan mendesah pelan. "Ya udah, aku aja."

"Oke."

Dalam sekejap, Mas Iman keluar lagi, betul-betul omongannya tadi bukan hanya basa-basi.

Tentu saja Trinda nggak punya pilihan lain. "Mas dianter ke mana?"

"Lo di Dharmawangsa, ya? Sampe situ aja nggak apa-apa. Gue di Pejaten."

"Oke."

"Nggak ada basa-basi mau nganter sampe rumah, gitu?"

"Enggak. Mas juga nggak basa-basi sama aku."

Keduanya tertawa pelan sebelum kemudian Trinda mulai melajukan kendaraan pelan-pelan di Boulevard Diponegoro, sebelum kemudian ingat harus berhentu untuk mengisi ulang e-toll dulu.

"Kalau udah dipinjemin mobil, berarti level lo udah bukan adik temen, Trinda." Mendadak Mas Iman bersuara setelah kendaraan kembali melaju, siap-siap masuk toll.

Mendengar ucapan Mas Iman barusan, otomatis kuping Trinda jadi panas. "Hari pertama aku ketemu Mas Ismail juga udah dipinjemin mobil, kali, Mas."

Mas Iman mengernyitkan dahi. "Emergency?"

Trinda mengangguk. "Gue perlu ke IGD dan kebetulan mobil dia paling gampang keluar dari parkiran."

"I know, right? Soalnya minjem-minjemin barang tuh bukan tipikal Ismail yang gue kenal."

Dated; Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang