Waktu menunjukan pukul 19:20. Kini Tirga circle tengah berada di panti asuhan, salah satu tempat yang biasa mereka datangi jika ada waktu luang. Selain menyenangkan para penghuni di sana, mereka juga mendapat pengalaman. Pengalaman bagaimana rasanya hidup tanpa orang tua, bagaimana rasanya sendiri, bagaimana rasanya kesepian, dan bagaimana rasanya masa kanak-kanak yang biasanya penuh canda tawa justru penuh kegelapan. Tapi itu tidak berlaku pada Atapu Lembiru yang sudah mengalami itu semua.
Disaat para sahabatnya sedang bermain di dalam panti asuhan dan ada yang menyuapi anak dibawah umur, Atapu justru berada di luar tepat di bawah pohon mangga dimana terdepat batu besar di dekatnya. Cowok itu duduk seraya melihat seorang anak perempuan berumur tujuh tahun bermain kembang api yang ia bawa tadi di depannya.
"Kamu suka?" tanya Atapu tiba-tiba.
Anak itu menggeleng. "Lebih suka mamas ikut main," balas anak itu dengan senyum sumringahnya. Dress didominasi warna biru bunga-bunga itu menambah kecantikan dari anak itu sendiri. Lesung pipi yang menghiasi kedua pipi anak itu membuat Atapu selalu ingin mencubitnya.
"Harus?" tanya Atapu.
"Iya. Mamas bilang, Mamas bisa gantiin posisi Papa sama Mama." Anak itu membuang kembang api yang sudah habis termakan api lalu duduk di samping Atapu. Umurnya yang masih terbilang kecil itu mampu memberikan kenyamanan pada Atapu. Sebab itulah Atapu senang jika datang ketempat ini.
"Kamu mau apa aja dari aku?" tanya Atapu setelah menyerongkan badannya menghadap anak itu.
"Bukan apa aja, tapi satu. Aina mau Mamas tetap ada buat Aina," ucap anak itu dengan tatapan berbinar pada Atapu.
Ainara Zisfa. Anak berumur Tujuh tahun yang diserahkan ke panti asuhan oleh ibunya sendiri karena sang suami tak menginginkan kehadirannya. Bukan hanya sang suami, tapi ibu dari anak itupun tidak menginginkannya. Pasangan itu hanya menginginkan anak laki-laki, bukan perempuan. Sebab itulah sejak baru berumur dua bulan, Ainara diserahkan ke panti asuhan. Bajingan!
"Alasan Nana ingin itu, apa?" tanya Atapu. Hanya pada anak kecil Atapu menjadi manusia kepo. Selain itu, ah bodo amat.
"Kalau alasan Mamas mau berteman sama Aina, apa?" tanya Aina balik.
"Simpel. Aku sayang Nana," balas Atapu terdengar sangat tulus meskipun singkat dan bahkan tidak tercetak segaris senyum pun saat mengatakan itu. Ralat, bukan tidak, tapi belum. Sebab sekarang Atapu sudah tersenyum simpul.
"Begitu pun Aina ke Mamas," kata Aina. Lesung pipi di kedua sisi itu timbul saat gadis kecil bernama Aina itu tersenyum hingga menampakan gigi rapinya.
Tangannya yang sudah gatal ingin mencubit pipi berlesung sejak tadi itu akhirnya dilakukan. Cubitan kecil karena Atapu merasa sangat gemas pada Aina. "Pinter banget sih. Nanti kalau aku udah punya uang sendiri, uangnya buat sekolah kamu. Aku ngga mau minta ke om Gama, nanti pahalanya diambil dia," seru Atapu.
Siapapun yang melihat Atapu sekarang, pasti tidak terbayangkan sifatnya di rumah kecil tadi. Begitu beda. Sangat berbanding jauh.
"Mamas ngga mau kepang rambut Aina? Udah Aina urai dari tadi, tapi Mamas ngga peka," kesal Aina dengan bibir yang mengerucut.
"Nana tau kalimat itu dari mana?" tanya Atapu seraya pindah ke belakang Aina lalu mulai mengenangnya.
"Temen Mamas yang suka gambar," balas Ainara.
"Zeno?" tebak Atapu.
"Babang Zeze," ralat Ainara.
"Suka banget ngubah nama orang." Atapu terkekeh. Jujur, anak perempuan itu begitu menggemaskan. Atapu sering berpesan pada anak itu, salah satunya,
"Jangan gede dulu, nanti tunggu aku sekolahin kamu. Dewasa itu ngga enak, nikmatin masa kanak-kanak kamu aja. Jangan pernah bermimpi indahnya dunia orang dewasa, Nana," ucapnya.
"Maksud Mamas, menikmati hidup seorang anak yang tidak diinginkan orang tua?" tebak Aina. Setelah mengatakan itu entah kenapa hati Ainara begitu sesak, tenggorokannya tercekat begitu saja. Senyum dan lesung pipi yang menghiasi wajah itu lenyap begitu saja. Bulir-bulir air mata yang sejak tadi ia bendung sudah tidak bisa Ainara tahan lagi.
Atapu yang menyadari itu pun segera meletakan hasil kepangnya di depan, tepat di bahu Ainara. Kemudian cowok itu memeluk gadis kecil itu dari belakang. "Aku dulu juga kayak gitu, Na. Kalau Nana anak hebat, pasti Nana bisa ngelewatin itu semua. Orang tuaku juga ngga pengen aku buat mereka, makanya aku diserahih ke Tante."
Ainara, gadis itu memeluk tangan kekar milik Atapu yang memeluknya itu dengan begitu erat. Badannya yang mungil membuatnya tenggelam dalam pelukan Atapu. Bahkan dia bisa menyembunyikan mukanya diantara tangan Atapu yang saling bertautan. Seperti sekarang, anak itu terisak didalam pelukan itu.
"Aina ngga pernah liat Mama Papa. Mamas udah pernah, tapi Aina belum. Aina pengen ketemu mereka.., Aina pengen liat mereka. Sebentar... sebentar aja," kata Aina. Isak tangisnya terdengar begitu pilu. Kali ini Atapu sudah dibuat mati kutu oleh Aina. Ini terlalu kejam untuk gadis kecil yang tidak tahu letak kesalahannya.
"Aina pengen ketemu Mama Papa..."
🚂🚃🚃🚃
KAMU SEDANG MEMBACA
Atapu Senja (Terbit)
Teen FictionSudah terbit + part masih lengkap "Ada kesempatan untuk yang berusaha." -Atapu Lembiru. "Jika diremehkan, berarti ada peluang membuktikan." -Lentara Senja. Bagaimana perasaanmu jika selalu dikenal bodoh oleh warga sekolah hanya karena sering membolo...