Atapu 43. Curhat ke guru BK

698 56 3
                                    

Hembusan angin malam menerpa lembut kulit Atapu tengah berdiri di balkon kamar sembari menerawang jauh ke depan. Seolah berpikir panjang, seakan semesta ingin membantu bahagia namun Atapu tak mengerti dengan cara apa semesta memberikannya perantara solusi.

BRAK!

Atapu tersentak kala mendengar sebuah barang sengaja dijatuhkan sang tuan dari rumah sebelah. Atapu sontak menoleh ke arah rumah itu. Dari pintu balkon yang terbuka menjadi alasan untuk Atapu bisa melihat ke dalam kamar milik rumah tetangganya.

"Mampus. Bukannya tobat malah ngelunjak, ya gitu," cibir Atapu saat melihat Lentara tengah diproses oleh kedua orang tuanya.

"Gue harus gila buat bikin yang lain bahagia." Setelah mengatakan itu, Atapu mempersiapkan tenggorokannya, mengetes pita suara, dan menarik nafas panjang sebelum akhirnya dibuang. Begitulah manusia, selalu mubazir akan oksigen.

"OM, TANTE!" panggilnya keras. Ya, semua persiapan tadi hanya untuk berteriak.

Tiga insan yang berada di udara tegang tadi kompak menoleh ke arah sumber suara.

"TUNGGU! PANGERAN HENSEM MAU JOIN!"

Tanpa menunggu respon dari pihak lain, Atapu dengan segera berlari ke luar kamar. Menjawab pertanyaan Keyya yang berada di ruang tengah sebentar, lalu kembali berlari menuju rumah Lentara.

Dua menit, Atapu akhirnya tiba di ambang pintu kamar Lentara dengan nafas tersengal-sengal. Tangannya bertumpu pada lutut, mendongakkan kepalanya lalu menarik sudut bibir menampilkan deretan giginya.

"Malam manusia yang imannya naik turun," sapa Atapu yang halal untuk ditampol.

"At—"

"Tante, tolong! Omegat!" Atapu memegang dadanya kemudian meluruh dengan dramatis bersender pada pintu. Tangan kanannya seolah meminta pertolongan pertama.

"Eh, Ta!" Kedua orang tua Lentara kompak berlari ke arah Atapu yang tampak seperti mengalami sesak nafas.

Sementara Lentara mengalihkan pandangan lalu membekap mulutnya singkat hanya untuk meredam tawanya yang hampir meledak. Ia tahu, Lentara paham akan ulah Atapu. Hampir empat bulan berada di sekitar Atapu membuatnya merubah sifat dan sikap Atapu. Meski belum keseluruhan, tapi nyari seratus persen beda dari pertama mereka bertemu.

"Ya Allah, hamba mengode minta minum, tapi kenapa tuan rumah tidak peka, ya Allah. Pangeran lelah," ujar Atapu dramatis.

Usahanya tidak sia-sia, bunda Lentara sudah berlari ke bawah untuk mengambilkan Atapu air minum. Dua menit, ia kembali dan memberikan minum pada Atapu.

Setelah meneguk air itu hingga tandas, Atapu mendongak kemudian mengelus lehernya dari atas ke bawah, diiringi ucapan, "Segar...."

Selesai dengan acara minum, Atapu dengan gerak cepat menoleh ke arah Sandi. Menatap intens pria setengah baya itu.

"Om mau main ular tangga sama Ata, atau debat sama Lentara?"

Hendak Sandi membuka suara, Atapu kembali memotong. Oh, durhakanya anak ini.

"Kalau Om nolak, saya tidak akan memberi keluarga Om Sandi mangga depan rumah saya," ancam Atapu begitu formal layaknya seorang bos yang memberi peringatan pada karyawan.

"Itu alasan gue selalu nyolong," batin Lentara.

"Pelit, makan ayam selalu dapet silit!" lanjutnya membatin.

"Eh, Om mau kok. Mari-mari." Sandi membantu Atapu berdiri, sementara Terin meminta Lentara untuk meminjamkan ular tangganya. Sandi melupakan sesuatu, jika mangga milik Atapu sudah tidak berbuah.

Atapu Senja (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang