"Buset, dah. Nih komplek banyak tuyul keliaran." Itu suara Tedi yang duduk di mobil tepatnya kursi kedua posisi di dekat jendela. Kaca mobil itu sudah terbuka sebagian sejak tadi. Alasannya agar ia bisa menghafal jalan menuju rumah Atapu.
Tidak seperti Zeno yang malah tertidur pulas. Sementang dia duduk di tengah antara Tedi dan Loka, ia bisa memposisikan kepalanya ke sana ke mari tanpa memikirkan pundak siapa yang terasa lelah.
"ABANG! AYOK MAIN!" pekik salah satu bocil yang tengah bermain sepeda. Ralat, rantai sepedanya lepas, jadi terpaksa ia betulin dengan temannya. Namun saat melihat mobil Atapu melintas, dia dan temannya sontak berdiri.
Lantas Atapu memberhentikan mobilnya. Bukan tanpa sebab, manusia-manusia cilik itu tak kunjung merasa lelah karena terus membututi kendaraan roda empatnya.
"Dih, lo siapa ngajak gue main? Gue nggak kenal, ya, sorry!" balas Tedi dengan muka julidnya.
Entahlah, setelah kenal dengan Lentara, Tirga circle dimabuk sifat julid. Jangan salahkan Lentara, salah mereka kenapa mengikuti jika tahu itu buruk?
"Ew! Sok akrab! Orang aku ngajak Bang Ata," balas anak itu balik membuat Tedi celingukan malu sendiri.
"Gisof!" panggil Atapu pada anak yang tadi mengajaknya bermain. Sementara rakyat Bopungnya Atapu, bocil pungut, tengah sibuk mengganggu Detova, Kendajas dan Bama yang mengendarai motor di belakang mobil Atapu.
"Ada apa, Bang? Mau main sekarang? Tapi Abang belum ganti baju," balas Gisof bertubi-tubi.
"Itu tahu." Atapu menoleh hidung anak laki-laki berumur tujuh tahun itu dari seberang jendela mobil. "Temen-temenku dateng, mungkin bisa mainnya sore. Tapi nggak janji. Sampein juga ke yang lain," ucap Atapu.
"Bang, itu bener si Biru?" tanya Loka pada Sagar. Mereka seumuran, hanya saja tua bulan lahir Sagar. Bukan peraturan, tapi Tirga circle memang memanggil Sagar dan Detova dengan embel-embel 'bang'.
"Ini yang nggak kita tahu dari Biru. Intinya jangan banyak tanya, perlahan kita pasti tahu semua," balas Sagar bernada lirih.
Atapu kembali menutup kaca jendelanya saat sudah selesai dengan Gisof. Diantara yang lain, Gisof adalah anak yang paling mengerti soal Atapu. Meskipun masih saja menyebalkan, setidaknya Gisof bisa menjadi andalan Atapu.
"JANGAN GANGGU MEREKA! ITU TEMEN-TEMEN BANG ATA!" peringat Gisof yang langsung dituruti bocil-bocil pengrusuh ketenangan tiga teman Atapu itu.
Atapu kembali melajukan mobilnya, diikuti motor Detova, Kendrick dan Bama.
"Awas, lo! Motor gue gagal cantik gara-gara kalian!" hardik Bama kesal. Lantaran motornya menjadi korban make up lumpur oleh para anak kecil tadi.
"Fuck!" Randa, anak berumur delapan tahun yang sudah diikutkan les bahasa Inggris oleh orang tuanya itu mengacungkan jari tengahnya. Dia hanya tidak terima temannya diancam oleh Bama.
"HEH!" heboh Tedi yang sedari tadi masih menongolkan kepalanya untuk sekedar melihat kekacauan di belakang. Terbilang receh, humor Tedi anjlok begitu saja. Tawanya mengudara dan mampu membangunkan Zeno.
Tibalah mereka di rumah Atapu. Lebih tepatnya rumah Gama serta Keyya. Mereka yang naik mobil kini turun dan menatap ke arah rumah berlantai dua itu. Terlihat sangat sejuk, sungguh.
"Ini, Ru?" tanya Zeno masih dengan mata yang masih terasa berat. Sial, Tedi selalu membuatnya kesal. Jika saja Zeno Ultraman pasti sudah memotong mulut Tedi dengan sinar lesernya.
Atapu mengangguk, kemudian berkata, "masuk, gih," titahnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Kelak, kalau gue udah nikah mau buat rumah kayak gini. Jennie sama anak gue pasti bangga," ujar Tedi yang memang seorang fanboy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atapu Senja (Terbit)
Teen FictionSudah terbit + part masih lengkap "Ada kesempatan untuk yang berusaha." -Atapu Lembiru. "Jika diremehkan, berarti ada peluang membuktikan." -Lentara Senja. Bagaimana perasaanmu jika selalu dikenal bodoh oleh warga sekolah hanya karena sering membolo...