Suasana kantin tempatnya memenuhi perut kini sudah riuh dengan murid-murid yang sibuk dengan acara makan minum mereka. Di sudut kantin sana Lentara tengah duduk dengan tiga temannya sembari menyantap pop mie goreng juga jus buah yang tersaji di gelas. Kecuali Lentara yang lebih memilih memesan es cekek favoritnya.
"Menurut kalian ini cakep, nggak?" tanya Zua seraya menunjukan ponselnya yang menampilkan foto seorang cowok.
"Masyaallah tampannya masa depan," sahut Viazel.
"Nggak salah arah, lo? Jelas-jelas itu cocok sama gue." Lareka yang sejak tadi sibuk dengan kucing yang tersesat di sekolah itu akhirnya angkat suara.
"Najis, dia kenal lo aja kagak," sahut Zua.
"Coba gue liat." Lentara yang sedari tadi sibuk menyantap pop mienya kini mengambil alih ponsel Zua.
"APA-APAAN!" heboh Lentara sedikit tersedak.
"Lo kenapa, sinting?" Tiga teman Lentara itu menatap bingung ke arah Lentara yang tengah memandang julid ke arah foto itu.
"Orang rambut macam rambut jagung dibilang ganteng." Lentara meletakan ponsel Zua di atas meja.
"Ndasmu, rambut jagung," umpat Zua tak terima idamannya dikata seperti itu oleh sahabatnya sendiri.
"Kalian lupa? Idaman Lentara cowok fiksi yang tulisan, ciptaan author, imaji semata, bahkan mayat fiksi pun dia suka," cibir Viazel.
"Reanal selalu di hati," sombong Lentara seraya mengibaskan rambutnya.
"Idih," ketus mereka bertiga.
Mata Lentara melihat ke arah tiga orang cewek yang membuat masalah dengannya kemarin. Tiga cewek itu melihat Lentara singkat kemudian lanjut mengantri bakso bakar paling disukai murid SMA Arenta.
"Cuy," panggil Lentara kepada teman-temannya.
Lantas tiga temannya itu melihat ke arah Lentara yang terlihat akan memulai kebiasaan zina mulutnya itu. Julid dan gibah. Namun, mereka tidak bisa mencegah mulut Lentara sebab setiap pergibahan yang cewek itu bahas pasti ada mutunya. Sedikit. Setidaknya tidak monoton.
"Gue kemarin dibully sama mereka bertiga." Ekor mata Lentara mengarah ke arah tiga cewek yang meliriknya singkat tadi.
"Dan lo kalah?" tebak Viazel.
"Azel emang selalu tahu soal gue. Ya, gue kalah. Gue... nangis." Diakhir kalimat Lentara sedikit memelankan suaranya agar tidak didengar oleh seluruh kantin. Tidak seluruh, mungkin sebagian. Itu saja jika orang-orang kantin sering membersihkan kotoran telinga.
Zua sedikit menggeser tubuhnya ke samping Lentara. Tanpa izin terlebih dahulu, Zua mengambil satu biji basreng milik Lentara. "Inget masa lo di sekolah dulu?" tanya Zua.
"Iya. Dan minimal kalo nyolong itu ngomong dulu," sindir Lentara lalu menjitak kepala Zua.
"Asem," umpet Zua yang kini mengusap-usap kepalanya.
"Mana ada nyolong ngomong, guoblok!" hardik Lareka.
Lentara, Viazel, dan Zua yang mendengar penuturan Lareka yang penuh ambisi diakhir kalimat itu tertawa. Sesaat Lareka ikut tertawa akibat tawa teman-temannya yang beragam. Lentara si paling nular, Zua si paling tikus kejepit, dan Viazel si paling kebanyakan jeda nafas.
"Kalo ngomong suka bener. Guoblok!" Zua mengulang kembali ucapan Lareka yang membuat tawa mereka semakin menjadi. Empat gadis itu memang receh, apapun yang mereka anggap lucu pasti akan tertawa. Namun meskipun begitu, mereka juga terbilang mematikan dari segi perlakuan dan perkataan. Seperti kata Kendrick kala itu—
KAMU SEDANG MEMBACA
Atapu Senja (Terbit)
Novela JuvenilSudah terbit + part masih lengkap "Ada kesempatan untuk yang berusaha." -Atapu Lembiru. "Jika diremehkan, berarti ada peluang membuktikan." -Lentara Senja. Bagaimana perasaanmu jika selalu dikenal bodoh oleh warga sekolah hanya karena sering membolo...