"Lo pengecut!" sembur Lentara.
Kini dirinya serta tiga temannya, juga Tirga circle lagi-lagi memergoki lima anak yang begitu disanjung oleh para guru itu membully murid-murid yang dikenal bodoh dan cupu untuk menjadi bahan kesenangan mereka.
Vio, Salfa, Maira, Dania. Dan jangan lupakan Sabian. Kelima anak itu memang sangat menonjol dengan berbagai prestasi yang membuat para guru bangga, namun guru-guru tidak pernah melihat sisi lain dari mereka. Pelaku bullying.
"Otak doang pinter, tapi hati udah blaster sama iblis!" sindir Tedi yang sedari tadi membersihkan darah dari mulut murid laki-laki korban bully.
Kalau bukan karena Lentara yang berniat maling jambu di belakang sekolah, mungkin mereka semua tidak akan tahu ada pembullyan di belakang sekolah. Tempatnya yang sepi membuat lima anak tadi begitu leluasa menjalankan aksi bejat.
Tempat itu tidak terlalu jauh dari warung yang sering dikunjungi Tirga circle, sehingga mereka bisa mendengar teriakan Lentara saat gadis itu justru diterkam pula kala ingin menolong.
"Bacot! Manusia bodoh nggak perlu ikut campur!" ledek Sabian.
"Aw!" rintih Sabian saat satu batu mengenai tepat keningnya.
"Mending nggak berotak daripada nggak punya adab!" balas Zua. Gadis itu yang sudah menggunakan ketapelnya.
"Kalau kalian berlima masih terus-terusan kayak gini, gue pastiin kalian ditendang dari sekolah ini," ancam Atapu dengan suara baritonnya. Bahkan blazer jurusan yang ia kenakan sudah kotor oleh debu kayu yang digunakan Sabian untuk memukulnya tadi.
"Ck, ganteng-ganteng nganceman." Maira, gadis itu bersedekab dada begitu kentara jika tengah meremehkan Atapu.
"Nggak kebalik? Ingat, kalian bodoh, nggak berguna juga buat sekolah ini," sahut Salfa.
"Kenapa harus kebalik? Ingat, sekolah nggak cuma ngajarin tentang pengetahuan doang, tapi juga adab yang selalu jadi utama dalam kehidupan! Semua kepintaran lo percuma kalau adab lo kurang," balas Lentara begitu menekan kata 'adab'.
Bama di sana tergelak, lalu berkata, "Sekarang babi nggak cuma bentuk hewan."
"Ck, kalian main keroyokan sih," sindir Sabian.
"Daripada, lo? Sembunyi di antara perempuan. Biar apa? Biar kami para cowok nggak seenaknya balas perlakuan fisik, lo?" tebak Sagar.
"Sa, lo lupa kami juga cewek? Kami juga bisa nyleding pala mereka," sahut Lareka.
"Sagar salah. Mana ada cewek di antara Sabian? Gue liatnya sih jelmaan setan," sanggah Zua memicingkan mata. Sungguh ia ingin merobek-robek wajah empat cewek di hadapannya itu.
"Adik kelas biadab!" hardik Dania. "Ingat, di sini gue ketua OSIS!" tekan Dania mencoba mengancam.
"NGGAK ADA KETUA OSIS YANG GABUNG SAMA PEMBULLY!" pekik Viazel lalu meninju kepala Dania. Bukan masalah tega tak tega, bukan masalah sama-sama perempuannya. Tapi di sini, Dania memang salah. Viazel seharusnya memang tidak main hakim sendiri, tapi melihat luka yang diperoleh Lentara dari Dania begitu membuatnya geram dari tadi.
"Bangsat!" umpat Dania.
"Dasar bocah bodoh!" Salfa dan Vio yang tidak terima karena perlakuan yang dilakukan Viazel pada temannya lantas berjalan mendekat ke arah Viazel. Sedari tadi dua orang itu memang sudah memegang balok kayu sebagai alat penindasan.
Hendak mereka memukulkan balok kayu itu, gerakan terhenti menjadi jatuhnya balok itu ke tanah. Kedua tangan mereka di angkat.
"Gue bisa tarik pelatuk ini kapan aja," ancam Viazel seraya menodongkan pistol itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atapu Senja (Terbit)
Teen FictionSudah terbit + part masih lengkap "Ada kesempatan untuk yang berusaha." -Atapu Lembiru. "Jika diremehkan, berarti ada peluang membuktikan." -Lentara Senja. Bagaimana perasaanmu jika selalu dikenal bodoh oleh warga sekolah hanya karena sering membolo...