Atapu Lembiru, cowok pemilik comma hair itu ingin gulung-gulung di halaman sana kala melihat alasan teriakan melengking tadi.
Detova yang berada di samping Atapu, tepat di depan pintu itu menoleh ke arahnya. Kemudian dengan dramatisnya dia menepuk pundak cowok itu lalu berkata, "Pelecahan jantung banget, ya?"
Kontan Atapu menghunuskan tatapannya ke arah Detova. Sahabat berototnya itu mendapat istilahnya dari mana?
"Lo, bukan gue," balas Atapu dingin, lantas menepis tangan Detova dari pundaknya. Sahabatnya itu memang mudah terkejut karena suara, bahkan kadang Atapu memanggil Detova pun, cowok itu akan terlonjak kaget. Tolong siapapun kirim bantuan untuk Atapu, setidaknya jadilah bagian yang waras.
"Blonde, ya."
Itu suara dari orang yang sempat membuat Atapu panik. Lantas Atapu berjalan mendekati. "Pinjem," ucapnya seraya menyodorkan tangan, meminta alat yang dipegang oleh Loka.
Loka dan Tedi sontak menoleh pada sumber suara, mata mereka berkedip dua kali seperti tak percaya. "Kasih, Ka. Jarang-jarang dia ikutan gendeng, biasanya klop sama Kendajas," seru Tedi. Cowok itu bahkan mengenakan tapi rapiah yang disuwir tipis-tipis di kepalanya.
Loka mengangguk antusias, lantas memberikan sumpit dan gunting itu pada Atapu. Cowok itu maju, duduk di samping Tedi. Menarik tali rapiah guna mengenakannya pula, siap menjadi costumer Atapu.
"Jangan banyak-banyak dong!" kesal Tedi seraya merapikan kembali tali rapiah ala rambut itu.
Bukannya ikut andil dalam permainan salon mereka, Atapu justru berjalan ke arah delapan kaktus yang sengaja tirga circle tanam dalam pot.
Loka dan Tedi saling pandang. "Harusnya gue ngerti, Biru join gendeng sama kita itu cuma mimpi. Biar sakitnya nggak sedalam ini, aww." Tedi dramatis menyentuh dadanya, seolah hatinya benar-benar tersakiti.
Loka tak mampu menahan gelak tawanya, sampai beberapa helai tali rapiah itu masuk ke mulutnya. "Kita melupakan manusia dengan masing-masing kategorinya di Tirga circle, Te," balas Loka sembari mengeluarkan beberapa helai rapiah yang menempel di lidahnya.
Atapu menoleh ke belakang, di mana Tedi dan Loka duduk di dipan kayu. "Bagi sehelai talinya," pinta Atapu.
"Gantinya cuciin sempak kita, oke?"
Atapu memasang raut wajah jengahnya. Salah dirinya yang berharap lebih dari manusia somplak seperti Tedi. Bahkan, wajah temannya itu halal sekali untuk dihajar habis-habisan. Lantas, Atapu kembali pada kaktusnya yang doyong itu dengan memberinya sumpit di masing-masing sisi.
"Te," panggil Loka.
Tedi yang tengah menggaruk keteknya itu menaikan sedikit dagunya menanggapi.
"Biru sama Kendajas itu sama-sama kulkas, ya? Tapi, menurut gue masih ada bedanya," ungkap Loka melepas tali rapiah dari kepalanya.
Tedi mencium sebentar tangannya yang ia gunakan untuk menggaruk tadi. "Apa? Ukuran kolor mereka?" tanya Tedi halal untuk dipangkas burungnya.
Loka berdecak sebal, cara bicara Tedi bisa saja membuat orang yang tak mengenal menghajarnya. Tapi, meskipun begitu Tedi bukan tipikal yang mudah tersulut emosi, maka itu saat disatukan dengan Bama yang sabarnya sangat tipis bisa menimbulkan keributan.
"Bukan, Te. Maksud gue, dinginnya Biru itu yang gampang jengah bukan yang benar-benar bodo amat. Bahkan, kalo kita perhatiin Biru itu perhatiannya patut diacungi jempol. Beda lagi sama Kendajas," papar Loka mampu membuat Tedi yang selalu grusak-grusuk itu anteng untuk sesaat demi mendengar penjelasan Loka dengan cara bicaranya yang begitu lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atapu Senja (Terbit)
Fiksi RemajaSudah terbit + part masih lengkap "Ada kesempatan untuk yang berusaha." -Atapu Lembiru. "Jika diremehkan, berarti ada peluang membuktikan." -Lentara Senja. Bagaimana perasaanmu jika selalu dikenal bodoh oleh warga sekolah hanya karena sering membolo...