HAI ANAK AKL HADIRR
cungg yang besok tampil paskibb!
udaa gosong belum?😭🙏🚂🚃🚃🚃
"Baru pertama bertemu, bertatap, dan mengobrol kemudian timbul rasa? Itu hanya sebatas kagum yang besok akan sirna. Mohon, jangan katakan cinta."-Lentara Senja, 23 November.
🚂🚃🚃🚃
Selepas pulang dari pasar, Atapu, Lentara, serta Reanal menyibukkan diri dengan keributan di dapur rumah Lentara. Sedari tadi, perdebatan sepele antar insan itu belum juga selesai. Beradu opini dan membela diri.
"Lo sekolah berapa tahun? Itu kunyit bodo! Cium nih cium!" Atapu menempelkan paksa rempah itu pada lubang hidung Reanal.
"Yang bilang itu lengkuas siapa?" Reanal mengangkat dagunya, songong. Ia tak mau kalah, ia ingin seperti pacarnya yang selalu jadi pemenang, meskipun kenyataanya sulit jika lawan seperti Atapu si sebelah dua belas dengan Lentara yang ia hadapi.
"Woi setan! Tolong dong, ini ikannya sekaratul maut!" Itu suara Lentara yang tak kalah tinggi, ikut beradu memenuhi ruang dapur. Di tangannya sudah menggenggam dua ikan berjenis lele di dalam kantong plastik yang ia beri air.
Dua insan yang tadi saling adu mulut kini mengalihkan atensi ke Lentara. Dua pasang mata itu turun ke plastik ikan.
"Setan, lo, ya! Itu mati satu bego!" sembur Atapu.
Lentara memutar bola mata malas. "Mikir Dik, gunanya gue manggil kalian tadi apa? Buat nolong ikan yang udah sekaratul maut, tapi kalian pake iklan debat segala," papar Lentara.
"Terus?" tanya Reanal, masih bingung.
"Ya, udah dia bosen idup nunggu selesai iklan kalian. Milih mati," balas Lentara apa adanya.
"Lama-lama gue ikut gila terus-terus bareng lo, Tar," ujar Atapu, nelangsa.
"Gue gila masih ada benernya, ya!" cecar Lentara.
"Iya, bener-bener gila," sahut Reanal, ikut campur.
"Pacar lo, bego! Bela dikit kek." Bukan, itu bukan ucapan Lentara, melainkan Atapu. Hitung saja Atapu tak suka jika Reanal ikut campur dalam rutinitas perdebatan antara dirinya dan Lentara.
"Bener, ya, kata orang. Level tertinggi pertemanan laki-laki adalah ketika mereka sama-sama sinting, gila, miring," ujar Lentara menghela nafas berat meratapi nasib yang harus dipertemukan dengan dua insan seperti Atapu dan Reanal.
"Gue nggak, cukup dia." Dagu Atapu mengarah pada Reanal yang tengah mengendus kunyit. Ia masih berusaha membedakan rempah-rempah itu agar tidak menjadi bahan olok oleh Atapu.
"Biasanya yang nunjuk, sebetulnya memang dia orangnya," balas Reanal lalu melempar sekuat tenaga satu buah kunyit itu yang mengenai tepat pipi Atapu.
Atapu mengaduh. "Gue aduin Bapak gue lo anjing!" ancam Atapu.
"Bapak lo minggat!" sembur Lentara dan Reanal kompak.
"Oit. Sejoli kelelet buntut monyet!" balas Atapu tak kalah ketus.
🚂🚃🚃🚃
Dan kini, ruang luas, barang-barang tersusun di ruang tamu menjadi saksi sebagaimana Atapu menyaksikan yang seharusnya tidak ia saksikan. Dia tidak boleh egois hanya karena sepotong janji selagi janji itu terjaga oleh batasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atapu Senja (Terbit)
Fiksi RemajaSudah terbit + part masih lengkap "Ada kesempatan untuk yang berusaha." -Atapu Lembiru. "Jika diremehkan, berarti ada peluang membuktikan." -Lentara Senja. Bagaimana perasaanmu jika selalu dikenal bodoh oleh warga sekolah hanya karena sering membolo...