Atapu 66. Dan, akan selalu setimpal

629 52 0
                                    

"Wes podo bosok e, kok, ndadak ngerasani."
(Udah sama busuknya, kok, pakai ngomongin di belakang."

-Sagar Leyobi

"Serba hati-hati, ya? Ada yang kamu anggap pendengar rupanya penyebar."

-Lentara Senja

🚂🚃🚃🚃

Dua hari. Tersisa dua hari sebelum tiba pembagian raport. Tinggal menunggu hari Jum'at, pada Kamis ini Atapu dan Lentara penuh rencanakan untuk menyelidiki siapa sebenarnya dalang. Mereka rasa, dalang terlalu pintar bersembunyi dibalik orang-orang yang terlalu tidak mungkin mereka tuduh.

Atau mungkin, mereka yang tidak ingin Atapu Lentara tuduh justru yang menyembunyikan?

"Kenapa nggak ngajak circle edan Lo itu?"

Suara pertanyaan itu berasal dari sebuah pohon yang menjulang tinggi hingga nampak sebuah rumah yang terhalang tembok pagar jika pohon itu dinaiki.

Atapu yang sibuk menjaga diri dari semut itu menoleh ke arah Lentara yang justru santai mengayunkan kakinya menjuntai ke bawah. "Bahkan Lo udah sebut mereka edan, masih tanya kenapa?" balasnya.

"Siapa tau mereka bantu," cecar Lentara.

"Harusnya gue yang tanya, kenapa Lo nggak kerahin ratusan anggota geng Lo itu. Gitu, kita nggak perlu manjat begini. Ini juga semut genitnya ngalahin tetangga gue," tanya Atapu balik. Sesekali ia menyentil semut rang-rang yang berani menapaki tangannya.

"Udah, Lo aja nggak percaya sama mereka," jawab Lentara.

"Tar, buka mata Lo, Mas Akai keluar!" titah Atapu tak santai. Di sampingnya Lentara menatap kesal ke arah Atapu sembari membatin, memang sejak tadi Lentara tidur?

"Dengerin baik-baik, jangan budeg dulu," ujar Atapu lagi yang justru mendapat tampolan pada punggungnya.

"LO-"

Atapu reflek membungkam mulut Lentara. Bisa-bisa rencananya gagal lagi jika gadis itu berteriak. Jangan sampai mereka mati konyol hanya gara-gara jatuh dari pohon dan berakhir di got.

"Tangannya bau terasi. Parah, makan beginian nggak koling-koling," batin Lentara merutuki Atapu.

"Kamu ini udah lama nggak pulang ke rumah, udah pulang malah kelayapan mulu," ucap ayah Akai.

Akai yang bersiap dengan memakai helm itu menoleh. "Kan Bapak tau saya nggak pernah main-main sama waktu. Kalo saya keluar, berarti memang penting," balasnya.

"Ada apa, sih?" tanya sang Bapak.

"Akai harus membalas seseorang, Pak. Akai nggak terima, sampai kapanpun."

Deg!

"Lo pasti nyolong ikan asin kesukaan Mas Akai, 'kan?! Sampai dia nggak terima gitu," celetuk Atapu tak santai pada Lentara sebelum akhirnya melepas bungkamnya.

"Lo belum pernah ke timpuk sandal? Mana ada cuma gara-gara ikan asin sampai ngincar nyawa begini." Lentara rasanya ingin membanting tubuh jangkung di sampingnya itu ke dalam got, sungguh.

Atapu Senja (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang