Atapu 28. Dia pahlawan kami

951 91 29
                                    

HALO HAA ADIBO KUCINTAHH💓💓

ASSALAMUALAIKUM!

Di sini Nona Peri akan mengabulkan permintaanmu🧚

SELAMAT MAKAN IMAJIKU🧃🧃

🚂🚃🚃🚃

Khawatir. Satu perasaan itulah yang kini memenuhi dapur. Ketujuh teman Atapu serta Keyya sontak berlari saat mendengar jeritan Lentara. Juga mangkok yang berada di tangan Atapu nyari terjatuh jikalau ia tidak sigap dalam menangkapnya lagi.

Dan kini Lentara masih duduk di kursi dengan degup jantung tak normal, juga pucuk kepalanya yang terasa berdenyut.

Tadi, Jiro yang didudukkan di kursi oleh Atapu tiba-tiba berdiri, karena tingkah anak itu yang berusaha mengambil sendok di meja itu membuat kakinya terpeleset. Lentara yang melihat dan kebetulan berada di dekatnya sontak berlari dan menangkap anak itu. Dan sialnya, Lentara ikut terpeleset, juga karena meja makan itu bergoyang akibat berbenturan dengan kaki Lentara, membuat botol plastik saos yang berada di meja menggelinding dan menimpa tepat di pucuk kepala Lentara.

"Jiro udahan nangisnya. Katanya mau makan, 'kan?" tanya Atapu, membujuk Jiro yang sedari tadi menangis. Mungkin karena terkejut.

"Nih, cil. Air gula, diseduh dengan kasih sayang dari Bang Tedi," ujar Tedi dengan gelas berisikan air gula untuk Jiro. Tadi, Atapu memang meminta Bama untuk membuatkannya, namun malah mengundang keributan dengan Tedi. Alhasil, Atapu meminta Tedi saja.

"Liat, kesukaan Jiro." Atapu memberikan gelas itu yang langsung diminum oleh Jiro. Anak berusia tiga tahun itu memang lebih menyukai air gula dari pada susu layaknya anak pada umumnya.

"Anak kecil susah dimengerti," ucap Detova. Cowok itu masih setia mengusap-usap dadanya yang masih berdegup tak karuan. Menjadi orang yang mudah kaget memang sulit. Sungguh.

"Nggak mau dikompres aja, Len? Takut nanti malah parah," tawar Loka pada Lentara yang menjadi korban timpa saos tadi. Saat melihat raut wajah Lentara, siapapun pasti tidak akan tahu jika sekarang gadis itu tengah menahan sakit. Tapi tidak untuk Loka. Manusia satu itu memang sangat mudah mengerti apapun yang dirasakan orang-orang.

"Lebay, lo!" sentak Lentara. Ia hanya tak mau terlihat lemah di mata siapapun.

"Enggak, biar kepala lo nggak makin pusing," kukuh Loka.

"Lo yang bikin kepala gue pusing, Sagar!" balas Lentara salah menyebut nama. Pasalnya Lentara belum terlalu mengenal Tirga circle.

"Gue Loka, itu baru Sagar." Loka menunjuk ke arah cowok yang tengah memainkan topi berwarna putihnya. Sagar, cowok itu memang beridentitas topi.

Lentara memperhatikan satu persatu wajah teman-teman Atapu itu. Melihat mereka, mungkin akan mudah mengenalinya, sebab dapat dibedakan dari tinggi pendeknya, potongan rambut, dan benda-benda yang mereka pakai. Bentuk wajah? Jangan tanya, kembar saja masih punya perbedaan.

"Eh, kenapa pada ngumpul?" itu suara Bi Lida yang baru saja pulang berbelanja bahan makanan. Wanita separuh baya itu meletakan barang beliannya di meja kemudian mengambil alih gendongan Jiro.

"Tadi Jiro hampir jatuh, Bi," ucap Atapu menjelaskan.

"Ya Allah, maaf, den kalau ngerepotin."

"Enggak."

"Loh? Ini temen-temen Den Ata? Atau penagih uang listrik? Perasaan udah dibayar lunas?" bingung Bi Lida. Wajar saja, pasalnya Atapu memang tidak pernah membawa seorang teman ke rumah ini.

Atapu Senja (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang