Chapter 3

37.8K 4.1K 633
                                    

“Aduuuhh...!!”

Nono berteriak keras saat rambut pink-nya ditarik oleh sesuatu saat sedang menikmati bekal yang dibuatkan bunda bersama teman-teman sekelasnya.

“Ah, maaf yaaa... aku kira rambut kamu tadi gulali kapas, makanya kumakan hihihi...,” kata anak itu dengan ekspresi menyesal yang dibuat-buat.

“Eican kamu tuh tiap hali gigitin lambut Nono, kamu pasti sengaja kan.” Nono bersungut-sungut sambil menunduk menatap kotak bekalnya yang sekarang hanya tersisa satu nugget rebus dan jelly berbentuk badak kesukaannya. “Nono bingung mau makan yang mana dulu. Dua-duanya kesukaan Nono.” Anak itu pun diam sejenak, lalu dia mengangguk yakin sambil bergumam, “Nono pikil-pikil dulu sampai besok.”

“Kalau tunggu sampai besok ya basi lah nugget-nya,” Eican Kazami menyahut.

“Masa sih?”

“Haduh, dikasih tahu nggak percaya. Dasar anak kecil.”

Lalu anak lain pun mendekat sambil melihat ke kotak bekal Nono yang berwarna pink juga sama seperti rambutnya. “Nono kok suka nugget rebus sih? Emangnya enak?” tanya bocah laki-laki ber-name tag ‘Bennaya Jaemerel’ penuh rasa penasaran. “Nana baru tau loh ada nugget rebus.”

Mata Nono pun berbinar penuh semangat. “Enak, tahu! Nono dikasih tahu sama om yang tinggal di samping lumah Nono. Dia seling makan nugget lebus juga.”

“Sekte sesat,” celetuk Eican sambil menggelengkan kepalanya. Anak itu pun segera menghabiskan nasi tumis sosis miliknya.

“Eican kamu bawa nasi goleng lagi?” tanya Nono.

“Duh, ini tuh namanya nasi tumis, dimasak di minyak yang sedikit. Kalau nasi goreng itu digoreng di minyak panas yang banyak. Gimana sih, gitu aja nggak ngerti.” Eican berceloteh panjang lebar lalu kembali fokus melahap bekalnya.

“Ah, iya juga yah? Belalti selama ini olang-olang itu salah.” Nono mengangguk setuju. Dia sangat bersyukur karena dikelilingi teman-teman yang pintar. “Kalau Milki sama Junio bawa bekal apa?” kali ini Nono berdiri dan mendekati kedua temannya yang duduk di sudut kelas.

Yang pertama menjawab adalah Milki, bocah berdarah campuran Canada Depok itu dengan bangga memperlihatkan kotak bekalnya kepada Nono. “Milki bawa semangka sama telur mata sapi.”

Nono mendelik, karena kotak itu hampir dipenuhi oleh potongan buah semangka dan telur mata sapi yang bentuknya aneh. “Telul mata sapinya kok begitu sih bentuknya. Nono takut....” Bibir Nono sudah bergetar, sedikit lagi dia hampir menangis.

“Ini dibikinin Kak Markiv, kakaknya Milki. Bagus kok bentuknya, Milki suka.” Tentu saja Milki tidak terima telur mata sapi buatan kakaknya dikatai seperti itu. “Njun, telur mata sapi Milki enak kan? Njun pernah coba kan waktu itu?” Milki mencari pembelaan dari Junio Kazune yang duduk di sampingnya.

“Iya, not bad kok. Nono cobain aja kalau nggak percaya,” sahut Junio.

Nono menggeleng kuat. “Nono udah kenyang.” Nono segera kembali ke tempat duduknya di samping Nana demi menghindari telur mata sapi Milki yang mungkin akan menghantuinya hingga malam nanti.

“Nana, nih pensil kamu. Makasih ya udah pinjamin Icung,” kata seorang bocah laki-laki kepada Nono.

“Kok Nana sih? Ini tuh Nono,” kata Nono menunjuk dirinya sendiri. “Nah kalau yang ini baru Nana,” lanjutnya sambil menunjuk Nana. “Icung salah mulu, gimana sih?”

“Eh, bukannya sama aja ya? Kalian kan kembar?” Ajisam Sungjaya atau yang biasa dipanggil Icung itu menggaruk dagunya kebingungan. Dia menoleh ke samping di mana meja Eican berada, tapi alih-alih bertanya kepada Eican, dia malah bertanya kepada meja itu. “Iya kan, mereka kembar kan?”

“Nggak kembal. Olangtua kita beda, Icung....” Nono kembali menjelaskan. “Nono lambutnya pink, Nana lambutnya cokelat. Nih....” Nono menyodorkan kepalanya kepada Icung seperti banteng yang hendak menyeruduk lawannya. “Beda, kan?”

“I-iya, beda.” Icung pun segera kembali ke mejanya karena dia menghindari masalah atau membuat keributan.

Lalu tiba-tiba ada anak yang berteriak sambil berdiri di atas kursinya. Membuat seluruh perhatian tertuju kepadanya karena dia membawa sesuatu di pelukannya. “Hoooy..., siapa yang mau kinderjoy sama oreo supreme? Lele bawa banyak!”

****

Lijendra mengembuskan napas panjang dan membuka matanya seolah dia sedang mengumpulkan kesabaran sebanyak yang dia bisa, sementara suara gelak tawa dari teman-temannya tidak dapat dia hindari lagi.

Lijendra mengangkat kotak bekal berbentuk mobil damkar berwarna merah terang yang dia temukan dari dalam ranselnya. Ada sticky note pink yang ditulis dengan tulisan yang lebih mirip cakar bebek.

Di sana tertera, “Bekal buat Abang. Dari Nono (.◜◡◝)”

“Gua tebak isinya nugget rebus lagi.” Haidan menjadi yang paling bersemangat di sana. “Lo tuh harusnya bersyukur Jen, adek lo tuh perhatian sama lo.”

“Dimakan lah, Bro. Udah dibawain juga....” Jemero menepuk bahu Lijendra dan menguatkannya.

“Gue ini udah kayak orang paling sabar di dunia sejak itu bocil lahir. Kurang sabar apa lagi gue.” Meski menggerutu, Lijendra tetap membuka kotak bekal itu dan benar saja, nugget rebus dan jelly bentuk badak ada di sana.

“Selera bocil lu emang agak lain, Jen.” Rajuna menimpali sambil terkekeh kecil. Merasa heran juga karena hampir setiap hari Lijendra dan adiknya itu memiliki hal-hal unik yang terjadi di antara keduanya.

By the way ntar malem jadi ngumpul kan? Udah lama juga nih nggak memamerkan suara malaikat gue yang super merdu ini. Kasian fans Haidan Kazami pasti kangen berat.” Haidan membuka topik obrolan baru. Kebetulan sekali mereka memiliki band yang sudah lama  dibentuk sejak masa SMA. “Udah saatnya kita rilis lagu baru lagi, Bro. Gimana?”

“Gas lah. Tenggorokan gue juga gatel nih butuh dipanasin.” Rajuna menimpali. “Lo gimana Jem, Jen?”

“Ngikut aja gue.” Jemero menguap sebentar lalu menatap Lijendra yang berusaha menghabiskan nugget rebus dari Nono. Wajahnya terlihat tersiksa lahir dan bathin, tapi cowok itu tetap menghabiskannya. “Gimana Jen? Mau join apa di rumah aja ngurus bayi?”

Lijendra mendengkus kecil. “Join. Bisa gila gue di rumah dengerin lato-lato mulu.”

***

Nono & Abang (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang