Gak berasa udah 17 part aja, gimana dud? Bosan kah, jenuh kah?
Kalau sejauh ini masih banyak kurangnya hampura euy, ini cerita memang ringan² karna yg bikin pusing cukup real life sajah 😞
Lagian aku ga sanggup bikin anak2 fiksiku ini menderita, udh fiksi bau tanah pula aduh tak kuat membayangkannya bestieee 😖
****
“Nono-kun, Eican-kun? Kenapa belum pulang?”
Pak Yuda yang hendak pulang menghampiri Nono dan Eican yang masih berada di ruang tunggu. Pria berdarah Jepang yang tidak bisa bahasa Jepang itu menatap kedua muridnya bingung.
“Nono belum dijemput.” Eican yang menyahut. “Kalau Eican lagi tunggu Ibu di depan.”
“Eeeh, Hontou nie...? Nono-kun, Nono-kun bisa ikut Yuda Sensei pulang kalau mau, Yuda Sensei akan antar Nono-kun. Douyatte?” tanya Pak Yuda. Pria itu mulai membiasakan dirinya menggunakan sedikit-sedikit beberapa kata dalam bahasa Jepang yang dia tahu, karena sejak hari pertama dia mengajar tidak ada yang percaya kalau dia memang blasteran Jepang-Jombang.
Nono menggeleng. “Nono tunggu sustel aja, Pak Gulu.”
Pak Yuda menggeleng. “Sensei, panggil saya Sensei.”
“I-iya, Sensei.” Nono agak bingung karena kemarin-kemarin Pak Yuda tidak seperti ini. Entah setan apa yang merasukinya, mungkin setan wibu yang menunggu gedung sekolah.
“Cil, ayo pulang.”
Nono langsung mendongak. “Abang?!”
Anak itu segera berlari memeluk kaki Lijendra, disusul Eican yang juga ikut-ikutan memeluk abang Nono.
“Lah, kenapa nih bocah?” gumam Lijendra melihat Eican yang bertingkah seolah-olah dia adalah adiknya juga. Namun cowok itu tetap mengusap Puncak kepala Eican setelah dia mengusap Puncak kepala Nono.
“Abang, Abang kok jemput Nono? Sustel Mita ke mana?”
“Suster Mita pulang kampung, sapi peliharaannya meninggal,” jawab Lijendra, lalu dia melihat sesosok pria yang sejak tadi berdiri di sana. Rambutnya agak gondrong dan diikat pendek, wajahnya agak menyebalkan dan Lijendra baru pernah melihat orang itu di sini. “Sales, ya, Mas?”
Pak Yuda pun mangap-mangap dibuatnya. Dia segera mendekat dan membungkuk sembilan puluh derajat. “Konnichiwa, watashi no namae wa Nakamochi Yuda desu. Saya guru baru di sini desu. Yoroshiku onegai shimasu!”
Lijendra refleks menunduk juga. “O-oh guru baru ternyata. Annyeonghaseyo sensei-nim...,” kata Lijendra yang salah server. “Saya hyung-nya Nono, Lijendra.”
Kedua pria itu berjabat tangan. Pak Yuda mengangguk paham. “Aaah, saya sudah khawatir karena saya pikir Nono tidak ada yang jemput, tapi syukurlah kalau begitu. Saya lega. Kalau begitu, mari kita pulang. Menurut laporan cuaca, hari ini tidak hujan.”
Pak Yuda mengeluarkan payung lipat dari dalam tas kerjanya yang cukup besar, lalu membukanya dan membuat Lijendra terkejut karena payung itu berwarna pink dengan motif Hello Kitty.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nono & Abang (DITERBITKAN)
General FictionIni tentang Nono, Abang, dan orang-orang. [Order novel Nono Dan Abang di shopee Lunar Books sekarang! Link ada di bio] ^_^