Chapter 29

13.3K 1.6K 326
                                    

Nono bombastic side eyes 👀

Kamu mudik ke mana? Atau ga mudik?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu mudik ke mana? Atau ga mudik?

Thanks buat kalian udah konsisten nangis dari part awal sampai sekarang, kubacain semua komennya, rata² isinya emot nangis 😭🤏

***

“Yah, sepedanya dah sampai di lumah Nono… iyah, makasih yah.”

Nono sedang melakukan video call dengan Pak Presiden terkait pengiriman sepeda yang tempo hari dijanjikan saat pemakaman anak anjing dokter Arum. Bahkan Pak Presiden menghubungi Nono duluan melalui ponsel Ayah karena dia ingin memastikannya sendiri.

“Oh, lagi ada masalah kah? Belat?” tanya Nono sambil menunduk menatap layar ponsel di pangkuannya. Dia duduk bersila di sofa, ditemani kedua puluh anak ayam warna-warni yang juga berjejer di sampingnya. “Ckckck … kok bisa begitu sih?”

“….”

“Semangat yah betulin jalan yang lusak, bial tayo bisa lewat.”

“….”

“Jangan nangis telus, kalah sama anak kecil.”

Pak Presiden masih terus bercerita di seberang sana. Sementara Nono tampak serius memperhatikan. “Yah, nanti Nono bantuin cali ide. Jangan malu tanya salan dali Nono bial nggak pusing mikil sendili,” kata Nono lagi. “Tutup yah, Nono sibuk mau main sama Onel. Bye bye!”

Lijendra baru turun ke living room dengan mata sembap karena memikirkan motornya yang telah raib. Dia bisa melihat puncak kepala pink Nono dari sofa putih itu. “Mana Ayah?”

Nono dan anak ayam warna-warninya serempak menatap Abang. “Di atas lagi beles-beles lukisan. Katanya lukisan golila Ayah mau dibuang.”

Kening Abang mengerut heran. “Kok bisa? Bukannya lukisan gorila itu kesayangan Ayah, ya?”

“Yah mana Nono tahu, nggak semuanya Nono bisa tahu. Tolong mengelti sedikit,” ucap Nono lalu meletakkan ponsel Ayah di meja. “Masih sedih, kah?” tanyanya kepada Abang.

Lijendra mengembuskan napas panjang, dia menghempaskan diri di samping Nono sementara sambil menatap kosong ke depan TV.

Nono yang melihat abangnya uring-uringan pun merasa kasihan. Akhirnya dia naik ke atas untuk mengambil lato-lato dan memainkannya tepat di samping telinga Abang agar Abang terhibur.

“Mau coba main?”

Abang diam sejenak, lalu tangan kanannya terulur perlahan. Nono tersenyum lebar saat melihat reaksi itu. “Ayo, main. Bial Abang bisa tanding sama Nono.”

Tek, tek, tek, tek, tek….

Abang menggerakkan benda itu, dan secara perlahan senyuman Abang sedikit demi sedikit terlihat.

Namun sayang Abang tidak dapat menikmatinya dalam waktu lama karena bel di depan berbunyi. Baru Abang hendak berdiri, segerombilan cowok sudah masuk tanpa permisi.

Nono & Abang (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang