Chapter 21

18.2K 2.2K 257
                                    

Nono, kok kameranya ke arah sayur kol terus sih? Kita mau liat Nono jadi susah....

“Eung? Katanya mau video kol? Ni udah Nono kasi liat video kol.”

Bukan video kol itu Nono, tapi video call. Kita mau liat Nono di rumah Eyang. Haduuuhh, jangan bikin emosi,” keluh Injun melalui ponsel kakaknya. Teman-teman Nono sedang berkumpul di rumah Injun dan mereka ingin melihat Nono yang sedang berlibur di rumah Eyang.

Nono terkikik lalu mengarahkan ponsel itu ke dirinya sendiri dan meninggalkan box berisi sayur kol yang baru dipetik Ayah. “Nono kilain teman-teman mau liat sayul kolnya Eyang. Kebun Eyang luas banget loh, kemalin Nono petik buah-buahan juga.”

Nono berceloteh sambil memegangi ponsel abangnya. Dia berjalan ke halaman depan sambil terus bercerita.

Bawain buat kita ya, Nono. Milki mau buah semangka.

“Ya, ya, ya. Nanti Nono bawain yah, sekalang Nono mau ke kebun Eyang dulu. Nono mau kasih liat teman-teman.” Nono keluar dari pagar dan mulai berjalan ke kebun Eyang.

Nono mau ke mana? Kok sendirian emang berani?” tanya Nana.

“Belani dong, Nono kan bukan penakut, Nana.”

Awas Nono, nanti kamu diculik!” seru Eican.

Nono terus berjalan lurus. Dia melewati rumah-rumah yang memiliki jarak berjauhan dan beberapa kebun milik penduduk setempat. Suasananya yang sangat sepi membuat Nono semakin bersemangat melangkahkan kakinya lebih jauh.

“Kemalin Nono diajak Abang ke kebun jagung Eyang, sekalang Nono mau ke sana lagi. Teman-teman jangan matikan dulu videonya yah.”

Emang kamu tau jalannya, No?”

Nono tidak menjawab, dia meletakkan ponsel Abang ke tanah karena sibuk memperbaiki tali sepatunya yang lepas. “Hiish... susahnya ikat ini,” gumam anak yang mengenakan sweater berwarna lilac dan celana bulu putih panjang itu.

Kamu ngapain sih, Nono? Kita cuma bisa lihat langit,” keluh Icung dari seberang sana.

“Tunggu bental, Nono lagi ikat sepatu Nono, Icung.” Nono terlihat fokus mengikat tali sepatunya hingga akhirnya berhasil meski tidak seperti sedia kala. Nono kembali berdiri dan mengarahkan ponsel itu ke depan. “Tuh liat, bagus kan jalannya. Nggak ada olang, nggak ada monyet, nggak ada motol sama mobil.”

Wah, bagusnyaaa.... Nono, Nono, itu ada pohon besar di pinggir jalan. Coba kamu tanya apa dia haus?” komentar Icung yang memang suka berbicara dengan benda mati dan makhluk hidup lain kecuali manusia.

“Bental yah, Nono tanya dulu.” Nono berlari kecil menuju pohon itu, dia menepuknya beberapa kali sebelum bertanya. “Om, Om... Om Pohon udah lama yah di sini? Om haus?”

Tentu saja pohon itu tidak menjawab. Namun Nono tetap menganggukkan kepala seolah dia memang mendengar pohon itu berbicara.

“Oh, gitu. Ya udah, nanti tunggu hujan aja balu Om minum ail banyak-banyak. Nono pelgi dulu yah, dadah Om Pohon,” gumam bocah itu. “Cung, Om Pohon udah Nono tanyain. Katanya dia haus.”

“Ah, kasiannya. Pasti dia sedih.” Icung bergumam dengan wajah murung. Lalu kemudian Lele merebut ponsel itu dan membuat wajahnya penuh satu layar.

Kok lama banget sih, Nono. Lele mau liat kebun uang punya eyang Nono.”

“Sabal, Lele... Nono ini jalan kaki tauk.”

Kenapa nggak naik taxi aja sih, atau naik helicopter biar cepat.” Lele protes karena tidak sabar menunggu Nono.

Nono & Abang (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang