Setor jejak dulu coba 🏃
***
Lijendra pulang dini hari setelah menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Dia memutuskan untuk kembali menulis lagu setelah sekian lama. Sebenarnya, bisa saja Lijendra tidak pulang ke rumah dan menginap di apartemen Rajuna yang sudah sejak dulu disulap menjadi markas berkumpul bagi mereka. Namun dia memiliki perjanjian atau lebih tepatnya peraturan dari Ayah dan Bunda yang harus dia patuhi.
Lijendra harus selalu pulang ke rumah mau selarut apapun itu. Alasannya? Tentu saja sang adik yang selalu mencarinya jika dia tidak terlihat dalam waktu yang lama. Sehari saja Lijendra tidak memperlihatkan wajahnya, Nono akan berubah menjadi anak yang cengeng. Dia akan menangis seperti bayi.
Cowok itu membuka pintu kamarnya. Cahaya remang-remang dari lampi tidur menjadi penerangan satu-satunya. Lijendra berniat langsung merebahkan diri di ranjang sampai dia menemukan ranjangnya tampak penuh oleh sesuatu.
Tidak, itu bukan sesuatu. Tapi... ada beberapa makhluk hidup yang berkumpul di tengah kasur yang semuanya hampir terlihat seperti gumpalan kapas dan selimut yang bersatu padu. Lijendra mendekat, dan benar saja... Nono sedang tidur tengkurap bersama ketiga kucing peliharaan Lijendra.
Kucing betina belang tiga tidur di samping Nono, lalu yang hitam putih meletakkan badannya di bokong Nono dan yang orange terlelap di dekat kaki anak itu. Sementara itu Nono sendiri tampak nyenyak dengan mulut sedikit terbuka dan tangan kanannya memegang tali mainan sialan yang paling dibenci Lijendra di dunia ini— lato-lato, benda itu bahkan sama sekali tidak Nono lepaskan sampai dia tertidur.
“Gua pengen mukulin orang yang nyiptain mainan ini,” kata Lijendra setelah berhasil melepaskan lato-lato itu dari tangan Nono. Bagaimana dia tidak kesal? Karena Lijendra menemukan lebih banyak memar di sekujur tangan Nono karena mainan itu. “Ini kalau gue buang juga percuma, pasti dia masih bisa beli lagi.”
Setelah itu Lijendra memindahkan para kucing ke sofa bed yang berada di seberang ranjang dan memindahkan Nono ke posisi berbaring yang nyaman. Anak itu bergumam kecil dalam tidurnya, lalu tiba-tiba dia berbicara agak keras dan lebih terdengar jelas.
“Aaaa... j-jangan makan lambut Nono...! Awas, awas... minggil, lambut Nono abis, aduh nanti Nono botaaak!”
Lijendra berdecak kecil lalu mengusap kepala adiknya pelan, dan tidak lama kemudian Nono berhenti mengigau. Nono memang sering bercerita bagaimana teman-teman di sekolahnya selalu ‘memakan’ rambut Nono karena mereka gemas.
Lijendra sengaja mewarnainya pink karena tingkah laku Nono mengingatkannya pada bocah-bocah karakter anime yang pernah beberapa kali dia lihat. Well, ada banyak karakter anime aneh dan lucu seperti itu, jadi sekalian saja dia warnai rambut adiknya menjadi merah jambu.
Meskipun awalnya Nono sempat protes karena dia tidak suka, tapi pada akhirnya warna itu malah terlihat cocok untuknya. Ya, Nono semakin mirip dengan gulali kapas yang sering Lijendra makan sewaktu kecil.
Cowok itu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Lijendra memutuskan untuk tidur di samping Nono sambil menepuk-nepuk bokong adiknya sampai dia jatuh terlelap.
Keesokan harinya Lijendra memiliki janji yang harus dia tepati karena Nono sudah mengatakan bahwa dia ingin menghabiskan akhir pekan bersama abangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nono & Abang (DITERBITKAN)
General FictionIni tentang Nono, Abang, dan orang-orang. [Order novel Nono Dan Abang di shopee Lunar Books sekarang! Link ada di bio] ^_^