“Ah, lega rasanya ngeliat rumah aman-aman aja.” Ayah menghempaskan diri di sofa sambil melepaskan jam tangan. Ayah dan Bunda baru saja pulang setelah melakukan perjalanan bisnis ke Bali. “Liat kan, Bun. Anak-anak kita itu penurut semua, nggak ada yang aneh-aneh. Lijendra bisa diandalkan dan Nono juga mudah diatur. Beruntung kita punya anak seperti mereka.”
Bunda memijat tengkuknya yang tegang tapi melihat keadaan rumah yang baik-baik saja dia bisa bernapas lega. “Iya, untungnya nggak ada masalah apapun. Bunda mau ngeliat Nono dulu,” kata Bunda beranjak ke kamar Nono. Mungkin saja Nono masih tidur siang karena biasanya dia akan berlari penuh semangat menyambut orangtuanya setelah melakukan perjalanan jauh.
Bunda membuka pintu kamar Nono, tapi dia hanya menemukan Suster Mita yang tertidur sambil memeluk guling. “Sus, bangun, Sus.” Bunda menepuk lengan babysitter yang merawat Nono sejak bayi itu. “Nono mana? Kok nggak ada?” tanya Bunda setelah memeriksa kamar mandi yang ternyata juga kosong.
Suster Mita mengerjap beberapa kali. Dia menoleh ke sisi kiri dan kanannya dan dia begitu terkejut karena Nono yang seharusnya sedang tidur pulas dalam pelukannya malah tidak kelihatan batang hidungnya. “Bu, tadi Nono tidur sambil saya peluk. Sumpah, Bu.” Suster Mita langsung turun dari tempat tidur, dia melihat ke bawah ranjang dan hanya menemukan kardus besar berisi puluhan lato-lato milik Nono. “Tadi habis saya kasih makan Nono langsung tidur siang, Bu.”
“Astaga, Sus. Tapi ini Nono nggak ada, kamu gimana sih jagainnya?” Bunda juga langsung panik. “Apa dia sleep walking lagi?”
“Bisa jadi, Bu!”
“Ya udah, kamu cariin dulu.” Bunda langsung membuka lemari pakaian Nono, karena dulu dia juga pernah tidur di dalam lemari. “Nggak ada juga. Aduh, Nono... ke mana sih kamu?”
Bunda segera turun ke living room dan Ayah masih ada di sana dalam keadaan hampir tertidur. “Ayah, Nono hilang!”
Ayah langsung membuka matanya. “Hilang?! Kok bisa?”
“Ya bunda nggak tahu, udah dicari di kamarnya nggak ada. Padahal kata suster Mita tadi dia lagi tidur.” Bunda menjelaskan dengan cepat dan penuh kepanikan.
“Coba cari di dalam mesin cuci.”
“Nggak ada. Suster Mita udah check.”
“Di pantry? Di bawah meja, di garasi?” tanya Ayah entah kepada siapa karena Bunda sudah menuju teras dan memeriksa kolam renang. Ayah mondar-mandir panik, semua tempat dia geledah termasuk kabinet dan laci kecil yang mustahil Nono bisa masuk ke dalamnya. “Nono...! Nono kamu di mana, Nak? Push... Nono... ckckckck.... Push push, Nono....” Saking paniknya Ayah bahkan memanggil Nono seperti ketika dia memanggil kucing-kucingnya.
“Di kolam renang juga nggak ada, Ayah.” Mata Bunda sudah berkaca-kaca, sementara Lijendra yang sejak tadi dihubungi tak kunjung menjawab panggilannya. “Apa jangan-jangan Nono diculik?!”
“Bun, Bunda tenang dulu ya. Kita cari dulu Nono di sekitar sini, kalau dia masih belum ketemu juga baru kita lapor polisi. Siapa tahu dia lagi main di rumahnya Jamal di sebelah. Ayah mau check ke sana sebentar,” kata Ayah masih mencoba berpikir positif.
“Bunda ikut, Yah.” Bunda menyusul suaminya yang berjalan menuju pintu. Dan tepat ketika Ayah membuka pintu, seorang pria berkumis tebal sudah berdiri di depannya.
“Pak RT...?”
Ayah terkejut karena tiba-tiba Pak RT bertamu ke rumahnya. Ayah meneliti penampilan pria itu dari ujung rambut hingga kaki, dan ayah semakin terkejut karena melihat sesosok bocah muncul dari belakang tubuh Pak RT. “Nono?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nono & Abang (DITERBITKAN)
General FictionIni tentang Nono, Abang, dan orang-orang. [Order novel Nono Dan Abang di shopee Lunar Books sekarang! Link ada di bio] ^_^