Ngebayangin Nono kalo gede keknya kelakuannya bakal kayak Fadhil Jaidi gaksie 😂
****
“Oy, bayik.”
Nono menoleh kepada Abang yang sedang menuruni tangga menuju ke arahnya. Mata anak itu menyipit tajam lalu dia berteriak. “Nono bukan bayik!”
Abang malah terkekeh geli. Dia memegangi kepala Nono dan menyedot ubun-ubunnya.
“Abaaaang!!”
Lijendra tertawa saja sampai matanya sisa segaris. “Makanya jadi bocil jangan hap-able. Lagi ngapain sih?”
Nono kembali menunduk, dia sedang membuka oleh-oleh dari teman dan keluarga yang sudah menjenguknya hari ini. “Nono dikasih banyak hadiah, Abang. Ada dali Eyang, Om Maling, Om Jamal, sama Tante Doktel juga.”
“Masa? Coba dong abang mau lihat.” Lijendra ikut duduk bersila.
Nono membuka oleh-oleh dari Eyang yang baru tiba tadi siang. Rencananya Eyang akan menginap selama beberapa hari demi Nono. Bahkan Eyang juga membawa banyak hasil kebunnya.
“Eh, apa ini, Abang?” tanya Nono saat menemukan beberapa sachet bergambar sayuran.
Lijendra terkekeh melihat oleh-oleh dari Eyang. “Itu bibit, ada terong, tomat, bayam, wah… kayaknya kamu disuruh jadi petani, No. Nerusin usaha pertanian Eyang di kampung halamannya.”
“Petani? Tanam-tanam sayul kah, Abang?”
“Iya, nggak harus sayur sih. Buah-buahan, umbi-umbian juga bisa.”
“Hiishh, Nono nggak suka sayul.” Anak itu bergidik ngeri, dia mengurungkan niatnya untuk membuka hadiah-hadiah itu lagi karena takut bertemu sayur.
Nono pun berdiri dan celingukan ke sekeliling living room. “Abang, lihat Shibal?” tanyanya setelah tengkurap ke bawah meja.
“S-Shibal?!”
Tentu saja Lijendra terkejut, dia memang tidak pandai bahasa Korea tapi dia tahu arti kata-kata itu.
“Iyah, tu nama balunya si empush. Kasian dia Abang, empush dali lahil nggak punya nama, jadi Nono kasih nama Shibal.” Nono bertepuk tangan untuk memanggil kucingnya. “Baaaal! Shibaaall…! Temanin Nono main!”
“No, No. Udah, diem. Nggak boleh ya, nggak boleh bilang kata itu lagi. Itu nggak baik.” Lijendra menarik tangan Nono agar anak itu menatapnya.
“Kenapa Abang? Nono suka nama itu, Nono seling dengalnya waktu Sus Mita nonton dlama.” Mata Nono berkaca-kaca, bibirnya bergetar seolah Lijendra ingin memakannya bulat-bulat. “A-Abang nggak sayang Nono, kah?”
“Heh, malah nanges. Nggak gitu, No.” Lijendra panik sendiri karena wajah Nono sudah masam. “Yeeuu, gue karungin juga lo.”
“Abaaanng….”
Lijendra menggendong Nono ke belakang, membuat para asisten kebingungan. “Mbak, mana karung Eyang tadi?” tanyanya kepada salah satu juru masak di rumah mereka.
“Ada, Mas. Bentar saya ambilin.” Wanita itu mengambil karung bekas jagung eyang dan menyerahkannya kepada Lijendra.
“Nah, ini muat nih,” gumam cowok itu lalu menurunkan Nono yang masih menangis. “Masuk karung, No. Cepat.”
Nono yang melihat itu sebagai hal baru pun menurut, dia mengusap matanya yang basah lalu memasukkan kakinya satu per satu ke karung putih dibantu Lijendra. “Udah, Abang.”
Karung itu teronggok di lantai dengan Nono di dalamnya, dia memegangi bagian depan sebatas leher dan membuat Abang tergelak karena melihat kepala pink-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nono & Abang (DITERBITKAN)
General FictionIni tentang Nono, Abang, dan orang-orang. [Order novel Nono Dan Abang di shopee Lunar Books sekarang! Link ada di bio] ^_^