Mikhael menarik istrinya menuju sebuah ruangan dilantai 2 toko tersebut, ruangan yang ia yakini sebagai ruangan istirahat atau pribadi milik Ellouisse. Jeremy yang melihat abangnya dan kakak iparnya pun mengikuti, tetapi ia hanya berjaga di luar ruangan tersebut. Biarlah abangnya dan istrinya tersebut memiliki pembicaraan pribadinya.
"Ouh.. Sakit kak!" Ellouisse memperhatikan pergelangan tangannya yang sedikit memerah. Suaminya sedikit bertindak kasar padanya. Tetapi yang ini masih bisa dimaklumi nya. "Maaf.." Itu yang keluar dari bibir Mikhael sehingga Ellouisse dengan cepat beralih menatap sepasang mata milik suaminya.
"Aku tidak pernah tahu apa yang kamu alami sebelumnya, tapi... Kali ini bunda benar benar meminta kita untuk berdiskusi. Bunda meminta persetujuan mu juga. Bukan hanya keputusan bunda atau aku saja." Jelas Mikhael yang kemudian menarik istrinya ke dalam pelukannya. "Bunda bilang akan berbicara pada mu tentang hal ini."
Ellouisse tak tahan, matanya berkaca kaca. Segera setelahnya buliran bening pada pelupuknya luruh. Tak sanggup membendung untuk lebih lama lagi. Wanita 24 tahun itu merasa terharu. Setelah 24 tahun ia hidup, akhirnya ada yang meminta pendapatnya. Ada yang mengajaknya diskusi tentang sesuatu. "Kamu kenapa sayang?" Mikhael sedikit menepuk nepuk punggung Ellouisse, berniat menenangkan istrinya tersebut. Namun, wanitanya justru menangis semakin kencang. Padahal ia hanya menjelaskan sedikit, istrinya belum memberikan pendapatnya.
Jeremy yang mendengar tangisan Ellouisse dengan terburu membuka pintu tersebut. Ia khawatir abangnya melakukan tindakan kekerasan pada istrinya sendiri. Namun, yang ia dapati adalah Ellouisse yang menangis tersedu berada dipelukan suaminya. Dengan suaminya yang dengan tenang berusaha menenangkan.
"Lo apain el, bang?" Jeremy menelisik. "Nothing, gue cuma ngejelasin masalah kita tadi." Jawab Mikhael dengan santainya dan masih berusaha menenangkan istrinya.
Diantara mereka, hanya Ellouisse lah yang paham mengenai dirinya sendiri. Hanya Ellouisse lah yang paham mengapa ia tersentuh hingga menangis sedemikian rupa. Kuncinya berada di Ellouisse sendiri.
"Mama, ga pernah minta keputusan atau pendapatku mengenai sesuatu. Dari aku sekolah semua pilihan mama, walaupun aku ga suka. Pekerjaan pun sebenarnya mama sudah mengatur, tetapi aku tidak suka dan memilih tinggal sendiri. Aku sedikit bersyukur karena mama masih menghubungi ku walaupun itu semua tentang Eden, walaupun tak pernah membalas pesan ku. Tak apa.. Sampai pertunangan dan pernikahan ini.. Mama ngga pernah memberi tahu jika aku datang ke tempat itu aku akan bertunangan dengan mu.... "
"... Mama tidak pernah membiarkan aku tau untuk mempersiapkan diri kabur atau menolak. Bahkan aku tidak pernah bisa menolak permintaan mama. Aku bahkan masih bingung kenapa kak Mikha nerima pernikahan ini, padahal kita ngga pernah kenal sebelumnya. Kamu gatakut sama aku kak? Lalu, mama pergi ga tau kemana. Ninggalin Eden di apartemen ku. Aku takut banget, aku takut banget kalau Eden pisah sama aku.. Kalian gapernah tau kan... Gimana aku berusaha jagain Eden selama ini.."
Ellouisse membuang napasnya dengan berat, mereka memang tak pernah tau. Tapi setidaknya Mikhael dan Jeremy saat ini mau mendengarkan beban yang ia tanggung selama ini. Mikhael masih setia memeluk istrinya tersebut dan ada Jeremy yang membantu Mikhael menenangkan Ellouisse.
'Ellouisse tengah lelah dengan beban hidupnya.' itu yang ada di benak Mikha.
"Aku mau di apartemen dulu aja kak. Kakak pulang ke rumah bunda smaa Jeremy ya.." Ellouisse sedikit meminta izin pada suaminya tersebut. "Ngga, aku bakal temenin kamu di apartemen kamu." Ujar Mikhael secara final.
Selama di perjalanan Mikhael terus menerus memperhatikan pergelangan istrinya yang me-merah. Apa iya harus pergi ke notaris mengakui kesalahannya? "Sakit banget ya El? Kita harus ke notaris ga si? Karena masalah ini? Merah gini..." Ellouisse justru melihat Mikha kebingungan. Kenapa ke notaris? Mikhael tidak memukulnya bukan? Apa ini bentuk KDRT juga? "Lebay deh kamu kak. Gaperlu, lo bukan main kasar tadi."
"Nanti gue bilang apa ke bunda?" Jeremy memecah keributan antara Mikhael yang lebay dan Ellouisse yang sedikit bingung melihat tingkah suaminya. "El diundang ke acara temen, kemungkinan bakal nginep di apartemen nya el." Sahut Mikhael pada adiknya.
Jeremy mengintip sedikit pada kaca diatasnya, ia tersenyum. "Ngapain lo senyum gitu?" Apakah salah? "Apasih bang, gue ngeliatin mobil noh yang dibelakang, awas lo jangan ngalangin." Ucap Jeremy menyuruh Mikhael dan Ellouisse agar sedikit enyah dari pandangannya.
°°°°°°
"Loh Jer.. Kamu balik sendirian? Mikha ga bareng kamu?" Yemimah terkejut melihat Jeremy yang justru pulang sendirian. Wanita itu juga sedang menunggu menantunya, kenapa tak kunjung pulang? Apa menantunya pergi bersama Mikhael?
"Katanya diundang acara bun, nanti kayanya nginep di apartemen lama Ellouisse." Jawab Jeremy yang kemudian merebahkan dirinya di paha bundanya.
"Emang kenapa harus nginep segala?" Jeremy hanya mengangkat bahunya, tak tahu jawaban. "Artinya kamu mau dapet cucu sayang." Arga datang menggendong Eden. Ucapan Arga tersebut mampu membuat Yemimah tersenyum penuh kemenangan.
"Keduanya pasti sudah memiliki rasa sebelum pernikahan terjadi. Bunda senang.. Bunda tak pernah memaksa Mikhael untuk memiliki anak dengan cepat, karena ia dan Ellouisse baru mengenal."
Jeremy kagum melihat bundanya. Namun, ide jahil terbesit di otaknya. Ia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada abangnya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Agreement ✨Mark lee alternative universe✨ [Mark X Y/n.Mark X OC]
Hayran KurguPrenuptial agreement sebenarnya apa pentingnya dari perjanjian pranikah ini? mungkin bagi banyak orang hal ini cukup dikatakan saja, tidak perlu mengunjungi notaris dan bertanda tangan dibawah sebuah surat perjanjian. Bagi Ellouisse ini adalah hal...