Saat upacara berlangsung, rata-rata semua siswa berharap sang pembina upacara menyampaikan amanat sedikit saja, jangan panjang-panjang. Soalnya sudah panas dan gerah, di Senin pagi lagi. Sama seperti siswa SMK Wardhana Adibasra yang amat-amat senang bila pembina hanya menyampaikan amanat selama semenit.
Namun, sayang sekali amanat kali ini cukup panjang, membuat seluruh siswa mengeluh kepanasan, bahkan ada yang sampai pingsan.
"Saya mau mulai besok, seluruh siswa membawa kartu pelajar dan memperlihatkannya ke satpam di depan. Anak OSIS stand by bantuin cek. Saya tidak mau lagi mendengar berita siswa menyamar ke sekolah ini. Sampai ketahuan orangnya, saya panggil ke ruangan kepala sekolah sekaligus orang tuanya."
Tisya yang sudah mengeluh panas, lelah, capek, mau tidur, mau minum, dan serentetan kegiatan santai lainnya seketika menajamkan pendengaran. "Apa tadi kata bapaknya?"
"Nggak mau denger lagi ada siswa nyamar. Jadi besok harus bawa kartu pelajar."
"Oh." Tisya hanya menjawab itu sampai akhirnya dia tersadar dengan kejadian beberapa hari yang lalu.
"EH SERIUSAN? Siapa yang nyamar? Udah ketahuan?!" tanyanya heboh, memancing seluruh perhatian siswa di sekitar sana.
"Ssst!"
"Tisya, suara," tegur beberapa siswa yang berbaris di samping cewek itu.
"Untung cakep," gumam salah satu siswa dari Jurusan Otomotif yang mendengar suara Tisya juga.
Tisya berbisik kepada Shinka, "Seriusan? Siapa yang nyamar?"
"Mana gue taulah."
"Masa kata Kakang, dia nggak pernah liat anak Chindo di sekolah ini. Jangan bilang, cowok Chindo yang gue liat hari itu?"
"Namanya siapa? Lo kenal nggak? Kenapa nggak sebut aja namanya langsung ke Kakang?"
"Eh, iya lupa. Sumpah, gue lupa nyebut nama itu cowok ke Kakang, soalnya muka Kakang nyebelin banget, sih. Geli gue. Dia juga ember lagi. Pasti nanti dilaporin ke Haryan sama temen-temen lainnya, apalagi kalau sampai di telinga Tirot. Habis, satu sekolah ini tau."
"Ya makanya lo jangan terlalu kasih hati buat idung belang kayak begitu," kata Shinka. "Cepatan hadap depan coy! Itu Pak Tama udah noleh ke sini."
Tisya kembali ke posisi berbaris dengan baik dan benar secara natural, tidak lupa memancarkan wajah seriusnya yang bisa membuat semua orang terpana dalam sekali kedip.
Jangan salah, walau sifatnya ribut-ribut gini, Tisya kalau udah masuk mode cantiknya pasti langsung terlihat mahal.
"Eh tapi Shin, kalau emang si Chindo itu nyamar ke sekolah ini, kira-kira buat apa ya? Mata-mata?" tanya Tisya lagi saat Pak Tama sudah kembali mengalihkan pandangan ke siswa Jurusan Multimedia.
"Ya mana gue tau."
"Kok, gue curiga kalau dia mau nyamperin gue aja ya?"
Shinka berdecak. "Nggak mungkin ada laki seberjuang itu. Nyaris nggak percaya gue."
"Yah, gue juga nggak percaya, sih." Tisya kembali menghadap ke depan. "Ya sudah, deh, biarkan aja. Kalau tiba-tiba dia ketangkep, kan, gue bisa tanya."
* * *
Siswa jadi susah masuk ke dalam sekolah keesokan paginya. Motor-motor para siswa yang sudah mendapatkan SIM jadi mengantre sepanjang jalan menuju gerbang SMK Wardhana Adibasra. Sementara para siswa kelas 10 yang masih diantar, terpaksa mengantre seperti orang-orang yang sedang menunggu pembagian sembako, tidak mau berbaris rapi dan malah saling dorong-mendorong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisya dan Tisyu
Подростковая литератураSemua orang tahu bahwa Tisya suka memainkan perasaan laki-laki dengan memanfaatkan kecantikannya. Tisya selalu membuat mereka merasa diangkat tinggi-tinggi lalu dijatuhkan hingga tak berarti. Yang ganteng dia patahkan, yang baik dia buang, yang kaya...