46 - Bicara Empat Mata

165 41 22
                                    

"Gue nggak mau sama Adnira ini, nggak kenal." Baza menolak. "Mending gue sama lo Tis."

"HEH!" Gantian Haryan yang mendorong Baza, membuat cowok itu terpingkal-pingkal. "NGAWUR! Hancur luluh nanti kita semua! Sudah lo susah move on dari Aunia, lo mau jadikan Tisya pelampiasan? Ngeri!!! Jangan balikan, kata gue."

"Iya bener, jangan balikan!" Tisya ikut membela Haryan kali itu. Pasalnya, dia sudah berjanji pada diri sendiri tidak mau terlibat hubungan spesial itu dengan orang, apalagi bersama dua sahabatnya. Jangan, bahaya, Tisya takut mengecewakan mereka begitu mengingat dia punya kebiasaan aneh yang kata Rilda adalah penyakit.

"Iya-iya, bercanda." Baza tersenyum, menampakkan gigi dan tertawa lagi.

* * *

Semenjak pertengkaran kedua orang tuanya terjadi, hidup Tisya semakin berantakan. Makan tak jelas, jarang mandi, tidur apalagi. Yang bisa dia lakukan hanya berangkat sekolah dengan setengah hati, menumpang makan di rumah Haryan, dan kembali ke rumah dalam keadaan sakit hati atas kejadian-kejadian yang telah berlalu.

Setengah bulan yang lalu, orang tua Tisya membuat masalah besar di rumah. Disusul dengan masalah Baza yang diteror oleh Aunia, membuatnya kembali ke setelan lama yang maunya hanya diam dan didiamkan. Begitu juga dengan Haryan yang semakin sakit hati melihat tingkah Rilda, membuatnya mencari kesibukan ke mana-mana, dan mempersiapkan diri kuliah ke luar negeri.

Semua itu terjadi di luar kendali Tisya, tanpa diduga. Dia jadi susah menemukan teman cerita. Hanya Shinka yang bisa dipercaya, tetapi tidak sepenuhnya bisa memberikan solusi kehidupan.

Tak jarang, Tisya menangis sampai sakit kepala. Hilang arah. Orang tuanya tak pernah pulang, begitu juga dengan kakaknya yang nyaris tidak peduli. Uang hasil PKL juga menipis, sedangkan pembayaran seputar persiapan les, ujian, dan perpisahan sekolah di semester depan sudah menanti.

Tisya berencana untuk meminta tolong ke ibunya Baza yang mungkin mau meminjamkannya uang. Dia tidak bisa meminta bantuan ke keluarga Haryan lagi, sudah terlalu sering, jadi merasa tidak enak.

Bel pulang berdering, Tisya keluar dari kelas dan melirik ke gedung Jurusan Multimedia, mencari Baza yang entah masuk atau tidak. Dia bisa saja menebeng cowok itu dan bertemu dengan ibunya Baza untuk menyampaikan maksud. Namun, di anak tangga ketiga sebelum turun ke bawah, Tisya mendapati Patru menarik tangannya.

Untuk yang kesekian kalinya.

"Apa lagi?" Tisya muak sekali. "Nggak!"

"Ayo Tisya, sekali ini aja ikut aku!" Patru menarik tangan Tisya lagi.

"Ogah!" Tisya mengempas tangan Patru sekuat tenaga, tetapi masih kalah kuat.

"RAMPOK!!! TOLONG ADA RAMPOK!" Dia berteriak kencang sampai seluruh siswa yang hendak berjalan ke arah tangga kontan berlari kesetanan ke sumber suara, berniat membantu.

Secara refleks, Patru melepas cengkeramannya dan membuat Tisya berlari tunggang-langgang keluar dari gedung jurusan. Tanpa menoleh atau penasaran dengan keadaan yang dia tinggalkan tadi, Tisya langsung menerobos masuk ke dalam gedung Jurusan Multimedia untuk mencari Baza di kelasnya. Untungnya ada.

"Baja, Baja! Gue mau ketemu nyokap lo!" Tanpa pembukaan, Tisya menyampaikan maksudnya. "Gue butuh pinjaman duit."

"Ssst!" Baza menoleh ke kanan dan ke kiri, ada beberapa orang menguping. Dia pun berbisik, "Ada masalah?" Untungnya dia masih memiliki cukup tenaga untuk menjawab. Akhir-akhir ini Baza jarang berbicara, jawabannya terkadang hanya "Hm", "iya", dan "tidak".

Tisya dan TisyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang