37 - Bahaya Baza

175 41 23
                                    

Kejadian ini benar-benar di luar kendali Tisya. Tak pernah sedikit pun dia kepikiran dengan hal yang akan terjadi pada Baza. Sudah sembuh lebih dari tiga bulan dan bertingkah baik-baik saja, tiba-tiba Baza mendapatkan informasi bahwa mantannya si Aunia penipu itu meninggal.

Tisya sempat mengira, mungkin saja berita itu tidak akan berefek apa-apa pada Baza, mengingat cowok itu sudah bisa bersikap kembali seperti dulu dan bahkan membantunya memperbaiki laporan. Namun, siapa sangka, setelah berita meninggalnya Aunia itu muncul dan menggemparkan satu sekolah, luka lama Baza yang sudah kering kembali terkelupas.

Kalau dipikir-pikir, itu hanya masalah remeh anak remaja, percintaan yang putus, tapi jika dipikirkan lagi berdasarkan sudut pandang seorang Erbaza Damagara begitu banyak kerugian yang dia dapatkan. Uangnya habis jutaan untuk perempuan satu itu, begitu juga dengan waktunya.

Baza memang merasa sedih dengan kepergian Aunia, tetapi jauh di dalam hati dia lebih merasa sedih dan menyesal atas dirinya sendiri yang mau saja terjebak pembodohan.

Gempar satu sekolah karena berita itu. Haryan sampai berusaha setengah mati agar Baza tidak melihat atau mendengarnya. Aunia meninggal karena bunuh diri pula, pastinya Baza akan semakin syok. Namun, nasib, Baza tentu mendengarnya dari orang-orang.

Tisya hanya menyaksikan keributan antar keduanya.

Baza pulang cepat hari itu, langsung sakit. Guru-guru bilang, Baza itu terkena di mental. Yah, semua tahu bahwa cowok dengan fisik sekuat baja itu, memiliki ketahanan mental yang berbeda dari dua sahabatnya.

Tisya sama paniknya dengan Haryan, ketika cowok itu kontan meninggalkan sekolah yang sudah penuh dengan jam kosong alias tak ada lagi jam pembelajaran, Tisya ikut di belakang.

"Ikut Yan!"

"Nggak usah!" bantah Haryan.

"AH! Pokoknya gue ikut!" Tiba-tiba Tisya sudah naik ke motor Haryan. Cepat juga larinya.

Ketika menoleh ke Tisya di belakangnya, Haryan tak sengaja melihat pasangan yang sedang bergandengan tangan menuju parkiran. Tisya pun ikut menoleh ke arah pandang cowok berambut ikal itu. Ada Rilda dan... heh, siapa itu?! Tisya menganga.

Perasaan, tempo hari Tisya masih melihat Rilda bertingkah dan berbicara dengan bahasa waria. Sekarang, lihatlah dia menyaksikan Rilda sudah punya pacar. Habis sudah, cewek itu pasti akan berubah menjadi lebih kalem atau mungkin... lebih tersiksa?

Geram, Haryan bergumam, "Bodo amat, bodo amat, bodo amat!"

"Heh!" Tisya menepuk helm Haryan. "Apa maksudnya bodo amat?! Lo bodo amat gue ikut gitu? Atau lo bodo amat sama Baja? Atau...."

Tak menjawab, Haryan kembali memacu motornya. Untung dia pakai helm sehingga tak terlalu mendengar protes Tisya yang bisa bikin sakit telinga.

Ingat, Tisya kalau sudah bersama Haryan, dia bisa langsung lupa sifat-sifat kalem yang selama ini dia tanam semasa PKL.

Sampai di rumah Baza, tidak ada suara yang menyahut. Tisya sempat mau memecahkan saja kaca rumah cowok itu, tapi Haryan melarangnya. Nanti siapa yang ganti rugi? Pasti Haryan, jelas.

Cukup lama menunggu, Baza akhirnya keluar dari rumah dengan keadaan santai. Tisya dan Haryan lantas berhambur sambil berteriak, bak anak kecil yang akhirnya bertemu dengan bapak mereka setelah ditinggal pulang kampung. Namun, Haryan menyadari ada sebuah benjolan di kepala Baza.

Kaget, Haryan mengusap kepala Baza lagi, membuat cowok beralis tebal itu pelan-pelan menjauhkan diri.

Haryan jadi curiga lagi.  "Woi! Lo habis apain kepala lo?!"

Tisya dan TisyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang