06 - Baja, Ayo Balikan!

263 69 19
                                    

Tisya melempar tasnya ke Haryan yang baru saja duduk di atas sofa. "Yan, menurut lo, siapa yang kira-kira sebarin informasi kalau gue mantanan sama Baja ya?"

Sambil mengusap lengannya yang sakit akibat ditimpuk tas, Haryan menjawab santai, "Ya lo sendiri, lah. Kan, lo anaknya suka cerita segalanya."

"Hm, masuk akal." Tisya terdiam sebentar, mengingat waktu MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolahnya dimulai. Dia memang banyak bercerita ke orang-orang sampai lupa apa yang sudah diceritakan, lupa batasan privasi, dan lupa hal apa saja yang tidak boleh menjadi konsumsi publik, padahal itu baru kenal tiga detik. "Haduh, gue lupa udah cerita apa aja."

"Coba tanya ke temen lo yang beda kelas, siapa tau mereka yang sebar." Tangan Haryan meraih remot televisi di atas meja. "Emang kenapa kalau kesebar? Kan, udah mantanan juga."

"Masalahnya Baja diincar orang juga!"

"Kan, lo udah move on ini ceritanya." Haryan mengernyit. "Heh! Jangan bilang, belom?!"

Tisya menggeleng. "Ya siapa, sih, yang bisa segampang itu move on dari Baja?"

"Parah!" Cowok berambut ikal itu menggelengkan kepalanya, lama. "Lo...."

"Iya tau. Udah-udah, nggak usah dibahas mulu momen gue selingkuh di belakang Baja. Gue cuman mau bikin drama supaya Baja cemburu aja, tapi habis itu, dia malah tetap diam. Ya sudah, putusin, tapi dia juga diam aja. Kesel dong!"

"Ya ampun, Baja, kan, anaknya emang gitu. Dia lebih suka diam daripada kasih respons aneh-aneh dan nggak sembarangan. Haduh, Tisya-Tisya. Gimana ya Tis? Belajar yang bener aja bisa nggak? Maksudnya, jangan cowok mulu yang dipikirin. Biar nalar lo jalan. Sekarang apa? Lo mau balikan lagi sama dia?"

"Kalau emang bisa, boleh."

Haryan seketika manyun. "Jangan ambil Baja gue yang udah sehat, gue udah seneng kalian putus."

"KOK GITU?! Padahal, kemaren lo jodoh-jodohin!"

"Baja deserve better! Gue nggak mau jadi obat nyamuk seumur hidup." Tangan Haryan kontan meraih ponsel dari dalam saku dan menelepon orang yang mereka bicarakan. "Ya, halo, Baja, jangan mau balikan sama Tisya! Jangannn!"

"HARYAN!" Tisya berteriak sembari berusaha merebut ponsel dari sahabatnya itu. "Pelapor banget jadi binatang! Ih, siniin nggak?!"

"JANGAN BAJA, JANGAN! Jangan biarin hati lo patah lagi buat cewek kayak Tisya. Cari yang lain! Cari. Yang. Lain!"

"Jangan dengerin dia Baja!" Tisya ikut menyahut ke ponsel Haryan.

"Nggak, nggak! Baja, dengerin gue. Lo kalau masih balikan sama Tisya, udah, jangan. Bahaya. Sumpah, bahaya. Sorry banget kalau akhir-akhir ini gue kayak comblangin lo berdua, tapi pas liat kelakuan Tisya cari mangsa kemarin seketika pikiran gue berubah. Jangan Ja! Jangan! Lariii!"

Ting tong!

Bel rumah Haryan berdering, membuat kedua remaja itu segera bangkit dari sofa dan berbalapan untuk sampai ke pintu.

Ternyata Baza sudah berdiri di sana dengan ponsel yang jaraknya dekat dengan telinga. Wajahnya datar, tatapannya pasrah, tanpa tersenyum.

"BAJA!" Keduanya berteriak keras.

Baza berdecak. "Yah, memang ini harus diselesaikan."

* * *

"Gue udah tau alasan lo selingkuh," simpul Baza bahkan sebelum Tisya menjelaskan.

Haryan yang duduk di ujung sofa manggut-manggut. "Tuh, dengerin, tuh, Baja itu diem-diem tau."

"Sebenernya Baja dulu suka sama gue nggak, sih? Atau selama ini gue cuman mainan sebentar aja? Ih nggak seru, ih, mainan doang. Baja parah banget kelakuannya, cuek mulu, tau-tau gue cuman mainan. Nggak asik!" Tisya protes bertubi-tubi.

Baru saja ingin menyahut, tiba-tiba Baza sudah berbicara, "Gue keliatan cuek bukan berarti gue nggak peduli Tis."

"Tuh!" Akhirnya Haryan menyahut. "Kan, Baja emang gitu karakternya. Diem-diem tau, cuman susah bilang aja."

Baza mengangguk.

"Ih, kalau peduli terus kenapa nggak pernah ngabarin sama sekali? Kenapa kalau gue chat malah di-read doang? Kenapa Baja nggak pernah apelin gue kayak orang-orang?"

Haryan menghela napas kasar lalu melangkah dengan kesal masuk ke dalam dapur rumahnya. "Nggak ikutan, deh, laper gue."

Tisya menatap Baza dengan garang, masih emosi.

"Lo nge-chat setiap menit, jam, hari, minggu Tis. Bingung gue balas apa. Mana yang dibahas rata-rata hal random. Nanti kalau gue balas, lo bilang gue nge-judge. Ya gimana nggak gue diamin aja? Lebih baik diam daripada ngebalas chat, berujung ngebuat lo ngambek seminggu."

"Ya makanya lo bilang dong kalau capek di-chat terus! Jangan biarin gue jalan sendiri, nebak-nebak, sambil ngespam nggak jelas!" Tisya tetap menyalahkan Baza sepenuhnya, seolah hubungan mereka ini rusak karena cowok dingin itu, padahal dia sendiri termasuk penyebabnya.

Ingat? Dia selingkuh! Mau apa pun alasannya, selingkuh tetap salah. Diam-diam Baza tetapkan prinsip itu dalam hati.

"Kan, gue bilang, gue bingung ngomong ke lo-nya harus gimana. Makanya diam aja, takut lo ngambek. Lo jarang banget mau ngertiin sudut pandang orang lain," kata Baza, masih membela dirinya. "Lo bisa tiga kali ngambek dalam seminggu juga."

"Ya kalau gue ngambek, lo ngapain kek. Masa didiemin juga? Tuh, kan, ah, nggak tau ah!" Tisya berdiri dari sofa dan berjalan menuju dapur juga. "Gue mau makan aja."

Baza mengacak rambutnya. Tuh, kan, dia salah bicara lagi. Menghadapi Tisya terkadang harus lebih tegas, apalagi kalau sudah jadi mantan. Yang paling kuat melawan Tisya di antara mereka bertiga adalah Haryan.

Tiba-tiba Haryan datang dari dapur, mencium bau-bau nice try atau NT (sebutan zaman sekarang) antara dua sahabatnya. Heran sekali dia, yang putus hubungan siapa, yang repot, dan yang rumahnya dipakai untuk pertemuan ini juga siapa.

Tisya mengintil di belakang, masih dengan wajah sebal dan tangan yang terlipat di depan dada. Tidak jadi makan rupanya, memilih untuk menarik paksa Haryan keluar. 

"Gini aja Ja, Tis, kalian mau apa memangnya? Balikan?" tanya Haryan langsung ke inti, sambil menahan sendawa.

Keduanya diam.

"Yang mau balikan angkat tangan satu..., dua..., tiga!" Haryan terkejut ketika melihat keduanya tidak angkat tangan sama sekali. "Lah, nggak mau juga, tuh. Kalau gitu, buat apa dibahas lagi? Mending kalian temenan lagi aja. Pura-pura lupa sama masalah itu."

"Tumben lo pinter Yan," celetuk Tisya.

"Logika gue masih jalan Tis kalo soal ginian."

"Dih, sombong! Ulang pertanyaannya gue mau balikan aja sama Baja kalau gitu."

"Nggak, ogah!" Haryan yang menjawab. "Jaaa, pokoknya lo harus nggak mau sama siluman ular kayak dia lagi!"

Tiba-tiba Haryan dijambak kasar oleh Tisya sampai meringis kencang.

Baza tertawa. "Iya-iya, nggak mau, deh. Nanti dijambak juga."

Tisya yang kesal luar binasa akhirnya menjambak Baza juga. "Dih, siapa juga yang mau balikan sama lo? Gue bercanda aja ye, makan, tuh, makannn!"

Kejadian itu berjalan dengan lancar. Tahu-tahu Tisya dan Baza lupa bila mereka pernah memiliki hubungan yang lebih dari teman. Keadaan kembali menjadi seperti dulu lagi. Di mana Haryan selalu menjadi korban kekesalan sekaligus canda Tisya, tetapi Baza jadi ikut-ikutan juga.

"Baja, balikan yuk?"

"Ogah," jawab Baza.

"Bagus anak muridku." Haryan merangkul Baza dengan bangga. "Jauhilah siluman ular itu, maka hidupmu akan aman," tambahnya dengan nada mendrama.

Plak!

"Aduh, aduh!"

Singkat cerita, kepala Haryan benjol.

~ Tisya dan Tisyu ~

Baza emang sabar nan kalem, tapi kalo ketemu dua sahabat random-nya yah, dia juga lupa diri. Makasih :D

Tisya dan TisyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang