05 - Oh, Jadi Dia?

281 64 17
                                    

Hai guys! Akhirnya aku kembali nulis lagi setelah sebulan ngilang. Aku sempat ngabarin di akun IG, kalau aku nggak bisa nulis dulu, soalnya Alm. Bapak aku berpulang di tanggal 1 November 2022. Maaf ya guys baru ngabarin di Wattpad dan baru muncul lagi.

Akhir kata,
Happy reading!

~ Tisya dan Tisyu ~

Tisya kabur dari Haryan pagi ini. Dia bisa berangkat sendiri, karena dijemput oleh Kakang. Memang permainan yang dilaksanakan Tisya ini amat ampuh, buktinya hari ini dia langsung mendapat kesempatan ke sekolah tanpa perlu repot berjalan kaki, tanpa perlu repot menunggu Haryan, dan tanpa perlu bertemu Baza.

Singkat, padat, dan tidak jelas memang caranya hanya dengan memanfaatkan kecantikan, semua masalah kelar.

Tisya turun dari motor Kakang dengan senyuman mengembang. "Makasih ya."

Kakang selaku pemain yang sama seperti Tisya tentunya ikut tersenyum. "Sama-sama ya."

Cewek dengan rambut dikucir satu itu segera berbalik dan meninggalkan Kakang sibuk di parkiran sendirian. "Dih, buset dah, keliatan banget dari matanya kalau dia hidung belang. Cukup, udah, kali ini aja gue berangkat sama dia. Next time, mending gue cari cowok yang lebih...."

Di ujung gedung Jurusan Multimedia, Baza terlihat sedang berjalan sendirian dengan pandangan lurus ke depan.

"Bisa-bisanya gue liat dia pagi ini." Tisya berdecak sebal. "Nggak bisa dipungkiri, sih, Baja itu emang tipikal sempurna, yah walau suka ngediemin ampe gue busuk sendiri. Apa gue balikan aja ya? Eh tapi, capek tau sama dia. Didiemin terus. Jadi kepikiran, terus ngerasa bersalahhh sampai kayak udah dibuang gitu aja," dumelnya di tengah jalan menuju kelas, "ujung-ujungnya harus gue duluan yang gerak baru dia. Capek, deh."

* * *

Seperti biasa, ketika ke kantin, destinasi pertama Tisya adalah Haryan. Yah, ya, siapa tahu kepercik rezeki dari anak kaya itu, tentu saja Tisya tidak mau menyiakan kesempatan dalam kesempitan.

Namun, Tisya sedikit dibuat terkejut dengan penampilan Haryan yang baru. "What?"

Tirot yang duduk di sebelah Haryan seketika mengacungkan jempol.

Tisya mengaga lebar dan cepat menghampiri Haryan yang bajunya kusut tidak disetrika, rambut tidak disisir, dan muka kusam terlihat tidak terawat. "Baru gue tinggal sehari!"

Haryan mengerjapkan mata. "Ya?"

Tangan Tisya mencengkeram bahu sahabatnya yang berambut ikal itu dan menatap ke Tirot dengan tajam. "Lo apain dia?"

"Biar berbaur," jawab Tirot dengan santai. "Kalau dia tetep kayak kemaren, nanti terancam. Mending begini. Pelayanan di rumah udah fix dikurangin."

Haryan manggut-manggut saja seperti anak TK yang mendengarkan penjelasan gurunya dengan saksama. Dia sudah siap dididik oleh Tirot untuk berbaur di Jurusan Otomotif agar tidak ketahuan sebagai anak tunggal kaya raya.

Ketahuan oleh Tisya dan Tirot saja sudah membuat Haryan kewalahan dalam mentraktir mereka makan siang, apa kabar ketahuan satu sekolah? Wah, bisa habis harta dan kekayaannya, nanti hari-hari jadi mentraktir satu sekolah. Haryan putuskan untuk merahasiakan identitas. Yah, bukannya tidak mau sedekah, masalahnya dia sendiri belum punya penghasilan, hanya mengandalkan orang tua, kasihan juga.

"Lo kalau ada yang minta traktir tapi lagi irit ya coba langsung tolak aja," saran Tisya, sebal.

"Nggak bisa, mending gini aja, gue suka." Haryan tetap tersenyum lebar. "Nggak ribet Tis, Bi Darmi juga nggak repot banget sama gue jadinya. Tinggal siapin baju, makan, jalan. Nggak ada lagi, tuh, namanya cek-cek baju rapi, cek tas, cek sepatu, cek rambut. Ribet."

Tisya dan TisyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang