Sampai di rumah Baza, Tisya dengan beringas tetap menggandeng Haryan sejak turun dari motor. Mereka berjalan beriringan dengan segala macam perdebatan; mulai dari Haryan yang jijiklah, Haryan yang risilah, dan Tisya yang tetap memaksa dengan omelan melengking.
Dari perdebatan ini, Haryan sudah mendapat dua cubitan tepat di lengan. Cowok berambut ikal itu terpaksa diam sementara sampai mereka tiba di teras rumah Baza.
Pintu langsung terbuka menandakan bahwa Baza sudah menunggu kedatangan mereka dari sana dengan wajah masam. Mungkin karena suara mereka juga terlalu nyaring.
Dia sudah bisa menebak apa yang akan dilakukkan kedua sahabatnya ini, mungkin mengajak drama seharian.
Tanpa menunggu untuk ditanya, Haryan langsung mengadu seperti anak kecil yang baru pulang bermain bersama teman. "Ja, liatin temen lo ini. Nggak mau ngelepasin tangan gue." Dia melirik tajam ke arah Tisya yang masih erat menggandeng tangannya.
"Apa lo?!" tanya Tisya dengan nada tinggi, lebih ganas, membuat Haryan bungkam lagi.
Baza memutar bola mata, ternyata kedua sahabatnya memang sedang drama. Dia seharusnya sudah tidak perlu heran lagi dengan tingkah laku mereka. Harus terbiasa maklum. Yah, namanya juga penengah.
Tisya melirik tajam ke arah Haryan, lalu bergantian menatap tajam ke arah Baza.
Haryan bergumam, "Ja, tolongin!"
Cewek di sampingnya itu kontan mencengkeram lengan Haryan dengan semakin kuat. "Rasain lo, rasain! Nggak mau dengerin gue, sih."
"Nggak mau dengerin apaan?" Haryan bertanya dengan nada menyolot.
"Dengerin arahan."
"Supaya apa?"
Tisya berdecak sebal. "Lo banyak tanya banget Yan jadi orang. Ikut aja kenapa?"
Perdebatan di antara keduanya dimulai lagi, menghabiskan waktu semenit.
Baza hanya menggelengkan kepala. "Kalian gue tinggal bentar, udah makin aneh aja."
Perdebatan keduanya berhenti, Haryan langsung berseru, "Iya, sih! Lo parah memang. Kelamaan ninggalin. Tisya jadi friendzone sama gue kayaknya."
"Heh!" Tisya menghempas tangan Haryan. "Ngawur!"
Namun, habis itu dia gandeng lagi tangan Haryan, membuat cowok itu menghela napas kasar.
Baza pun mempersilakan keduanya untuk masuk, biar cepat.
Sebelum melangkah masuk, dengan masih menggandeng Haryan, Tisya menoleh dan melempar pandangan ke sekeliling rumah Baza. Dia merasa, sedari rumah Haryan, seperti ada yang sedang mengikuti. Dia tahu pelakunya siapa.
Ya, benar, tak lain dan tak bukan adalah Patru.
Tisya menyadari bahwa dia telah diikuti semenjak keluar dari pekarangan rumah Haryan dan melakukan perjalanan menuju rumah Baza. Tisya mampu mengenali ciri-ciri Patru walau cowok itu sudah menyamar dengan memakai baju hitam-hitam. Dia sudah paham betul gerak-gerik Patru walau kali ini cowok itu menggunakan motor yang berbeda. Dan dia juga masih bisa merasakan bahwa Patru juga mengintip ke dalam pekarangan rumah Baza.
Untuk itu, dia terus menggandeng Haryan dan mencubitnya dua kali apabila cowok itu protes, supaya Patru tetap mengira bahwa Tisya sudah ada pengganti. Supaya aman dan tidak dikejar lagi, demi kebaikan bersama.
Saat duduk di ruang tamu Baza, dimulailah sesi tanya jawab mengenai tempat PKL atau tempat Praktik Kerja Lapangan yang menjadi tujuan utama mereka datang ke sana. Mula-mula, Haryan meminta Baza untuk memberikan motivasi sekaligus arahan agar cowok itu mampu mencari tempat praktik yang sesuai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisya dan Tisyu
Novela JuvenilSemua orang tahu bahwa Tisya suka memainkan perasaan laki-laki dengan memanfaatkan kecantikannya. Tisya selalu membuat mereka merasa diangkat tinggi-tinggi lalu dijatuhkan hingga tak berarti. Yang ganteng dia patahkan, yang baik dia buang, yang kaya...