Tisya itu sudah masuk golongan cewek di luar dugaan kasarnya.
Begitu pikir Patru saat merasakan panas di kepala. Pandangannya bahkan sudah kabur sebelum dia menyadari ada banyak helai rambut yang rontok dalam genggaman Tisya. Dia seketika merasakan mual dan hanya mampu terduduk di tanah dalam beberapa detik. Zafri pun membantu cowok itu berdiri untuk duduk di teras rumah Tisya sebentar.
Patru menjadi lebih banyak diam ketika ditanya-tanya oleh para tetangga Tisya. Dia masih syok. Ternyata, cewek yang dia kira selama ini lemah nan lembut, bisa menjadi singa dalam sekejap mata. Sudah begitu, tendangannya juga bukan main. Patru mulai merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
"Kamu nggak papa, Nak?" tanya Pak RT, tetangga Tisya.
Pertanyaan itu hanya mampu dibalas tatapan kosong oleh Patru. Sudah jelas jawabannya, dia sedang kenapa-kenapa.
Zafri pun menjadi juru bicara. "Dia masih syok, Pak."
"Kok bisa dijambak sama Tisya sebegitu parahnya, Nak?" Pak RT dengan perlahan melihat kepala Patru. "Untung rambutmu masih ada. Tadi saya lihat di telapak tangannya Tisya, banyak yang rontok. Kepalamu gimana, Nak?" Tangan bapak itu pelan-pelan meraba kepala Patru.
Cowok itu melenguh sakit.
"Rasanya gimana, Nak? Panas? Ke dokter aja kalau begitu," saran Pak RT. "Takutnya kepalamu kenapa-kenapa."
Patru hanya menggeleng.
Di sebelah Patru, Zafri tidak mampu menjawab lagi. Takut jawabannya malah akan menyulut emosi, mengingat Patru yang mulai duluan sejak tadi.
Beberapa ibu-ibu tetangga Tisya datang membawakan minum untuk Patru yang masih diam seribu bahasa. Mereka prihatin dan mulai bergosip mengenai sikap Tisya yang bisa meledak-ledak seperti orang keserupan.
"Eh tapi Bu, saya lihat tadi, Tisya itu dijambak duluan sama cowok ini," ibunya Liza menyeletuk di antara perkumpulan gosip itu. "Saya tadi mau nolongin, tapi karena bapaknya Liza nggak ada, saya takut jadinya." Dia beralih menatap Patru. "Kamu cowoknya, Nak?"
Zafri yang menjawab, "Iya Bu, dia cowoknya Tisya."
"Lah, kamu kok begitu, sih, Nak?" Intonasi bicara ibunya Liza mulai menaik terhadap Patru. "Lain kali jangan begitu sama anak perempuan. Makanya Tisya balas kamu dengan menjambak juga, ternyata kamu yang jambak dia duluan. Jangan diulangi lagi Nak, nanti minta maaf."
Mulailah Patru mendapatkan ceramah para tetangga Tisya.
Sementara itu, setelah kejadian, Tisya dibawa masuk ke dalam rumah oleh Shinka dan Ibu guru BK, pintu utama sengaja dikunci. Soalnya sisa emosi Tisya masih ada, bisa saja cewek itu kembali berlari keluar dan menyakiti Patru.
Ada satu hal yang baru Tisya sadari setelah drama tadi yaitu, ponselnya rusak. Benda pipih itu sempat terjatuh ke tanah gara-gara Patru menepis tangannya. Benda itulah yang juga menyebabkannya tiba-tiba dijambak. Sekarang, ponsel itu rusak total, tidak bisa dipakai, dan semua data yang tersimpan hilang.
Tisya semakin naik pitam.
Di dalam rumah, dia berusaha ditenangkan oleh guru BK alias Bu Ani yang entah kenapa kali ini ikut juga. Seingat Tisya, dia sempat meminta Zafri dan Shinka untuk menemaninya pulang selama dua minggu belakangan, takut saja Patru muncul di depan rumahnya.
Salah satu alasan kenapa Zafri yang dia pilih untuk menemaninya karena cowok itu adalah anak dari salah satu guru BK di sekolah. Kalau terjadi apa-apa, Zafri bisa langsung lapor tanpa perantara. Lagi pula, kalau melibatkan Baza dan Haryan, Tisya malah takut akan lebih merepotkan.
Dia pun bertanya pada Shinka. "Kok, kalian bisa bawa Bu Ani ke sini?"
"Zafri sudah ada feeling kalau Patru bakal datang ke rumah lo hari ini," jelas Shinka, "karena dia kelihatan mantau lo seharian dan pulang lebih cepat. Makanya dia ajak gue buat panggil Bu Ani dulu, bapaknya lagi ada urusan lain, makanya kita datang telat dan belom ngeh kalau lo tadi dijambak sama Patru. Alhasil gue sama Zafri cuman sempat rekam sebentar. Eh, tau nggak, sih? Padahal Patru juga sudah kami teriakin, tapi tetap nggak mau lepasin lo. Eh tau-tau, lo sudah tukar posisi menjambak sama dia. Mau ngakak, tapi kasian juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisya dan Tisyu
Teen FictionSemua orang tahu bahwa Tisya suka memainkan perasaan laki-laki dengan memanfaatkan kecantikannya. Tisya selalu membuat mereka merasa diangkat tinggi-tinggi lalu dijatuhkan hingga tak berarti. Yang ganteng dia patahkan, yang baik dia buang, yang kaya...