21 - Lelah Berdrama

177 46 11
                                    

Lelah dengan drama yang dibuat Patru dan Halina, Tisya pun memutuskan untuk memblokir semua kontak mereka. Awalnya memang susah karena dia masih memiliki rasa terhadap Patru. Sering kali, Tisya khilaf membuka blokiran dan berharap Patru mengirimnya chat, tetapi tidak ada, jadi dia blokir lagi.

Tisya mulai fokus ke dirinya sendiri.

Dia sedang dalam mode lelah cari orang yang bisa diajak ribut atau orang yang bisa memberikannya perhatian, jadi dia berusaha untuk menjadi jomlo dulu walau di belakang sudah banyak yang antre. Dia mau fokus ulangan kenaikan kelas supaya nilai rapotnya tidak meresahkan.

Dua minggu berlalu, Tisya nyaris saja lupa dengan Patru. Dia sering menghabiskan waktu bermain bersama teman-teman kelasnya, mampir ngadem di rumah Haryan, atau cari perhatian di rumah Baza. Pokoknya melakukan tindakan apa pun yang bisa membuat dia lupa dengan Patru.

Awalnya Tisya mau gabung ekskul dance di sekolah, tetapi karena dia sedang mode malas diobsesiin cowok mana pun, dia mundur. Tisya hanya menghabiskan waktunya untuk membaca Wattpad dan berhalu ria di masa-masa ini.

Ternyata, menjadi jomlo tidaklah buruk.

Kalau paket internetnya habis, dia akan pergi ke rumah Haryan buat menumpang Wi-Fi nonstop yang kencang untuk dipakai browsing. Yah, tapi menyiapkan kalori untuk berdebat dengan Haryan bukanlah hal yang mudah, jadi dia juga sering bermain ke rumah Baza, kurang lebih tujuannya sama.

Bedanya, di rumah Baza, Tisya lebih merasakan sensasi pasar malam, soalnya cowok itu punya adik yang mainannya ada seabrek. Sebagai anak yang jarang dibelikan mainan dulu, Tisya kontan menjelma jadi manusia yang memiliki masa kecil kurang bahagia.

Kadang juga, dia modus minta diajarin matematika sama Baza.

Tau apa reaksi cowok itu?

"Ya sudah, boleh Tis. Besok bawa buku MTK lo ke sini. Kita belajar sama-sama," kata Baza lalu melangkah ke lantai dua, sepersekian detik dia kembali dan lanjut berkata, "eh tapi jangan sampai balikan."

"IYA-IYA!" balas Tisya, geram, karena diingatkan terus pasal itu.

Dia, kan, tidak akan mungkin balikan sama Baza, karena dirinya sendiri masih agak sedikit gagal move on dari Patru.

Namun, kalau misalnya jadi belajar terus dengan Baza, sepertinya Tisya akan cepat move on dari Patru, hehe.

Memiliki perasaan plin-plan dan tidak jelas memang menyusahkan.

* * *

Tisya sudah naik kelas sebelas. Sudah resmi dirinya sekolah satu tahun di SMK Wardhana Adibasra. Menyenangkan sekali rupanya masa putih abu-abu ini, walau sebenarnya terlalu banyak kegeraman karena Tisya sendiri yang membuat masalah itu ada. Selingkuhan banyak, misalnya, itu juga salah satu masalah. Untungnya dia bisa lolos dalam damai, tentram, dan selamat. Untung, sih.

Di hari kedua masuk sekolah di kelas sebelas, Tisya menyapa semua manusia yang lewat di depannya.

"Hai Asri, hai Kani, hai Han, hai Jeni, hai... permisi nama lo siapa?"

"Leli."

"Oh, hai Leli!" Tisya menoleh ke Pak Satpam yang sedang merapikan barisan kendaraan siswa. "Hai Pak Satpam!"

"Yo!"

"Hai, Haryan!" Tisya menyapa sahabatnya itu yang baru saja selesai dari masalah perparkiran yang ada di sekolah. "Wih, udah boleh naik motor. Udah ada SIM?"

Cowok botak itu menggeleng dengan senyuman yang menampakkan gigi. "Hehe, masih latihan secara nyata di jalan."

"Ih, parah. Gue laporin ke dunia kalo anak Pak Hartan––"

Tisya dan TisyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang