11. Salah Paham

3.5K 389 60
                                    

"Sky Xaverius?" Favian bergumam dalam hati. Wajahnya jelas tampak sangat terkejut hingga Dokter kepala tiga itu terdiam cukup lama.

Seketika ingatannya kembali pada ingatan beberapa tahun yang lalu.

"Sky masih di bawah umur untuk melakukan operasi ini Prof. Tubuhnya tidak akan mampu menerima proses operasi dan risiko kematiannya terlalu tinggi."

"Dokter Anna benar, Profesor. Sepertinya kita harus menunggu Sky berada dalam usia di atas delapan belas tahun untuk melaksanakan operasi ini."

"Jika mengingat dari usianya saat itu, itu berarti usia Sky saat ini masih enam belas tahun. Masih lebih dari satu tahun sebelum waktu yang dijadwalkan tiba." ucapnya pelan.

Favian mengamati luka-luka di tubuh Sky dengan seksama.

"Apa yang membuat anak ini mendapatkan memar sebanyak ini ... God! Semoga tidak ada benturan yang mengenai kepalanya atau sesuatu yang buruk akan terjadi!"

Dengan itu Favian segera memeriksa kondisi Sky dan mengobati tiap lukanya dengan cekatan dan hati-hati.

***

"Dia gak mukulin gue."

"Gak ada satupun luka karna pukulan dari dia." Suara Ragan mengalun di antara mereka berenam yang duduk melingkari meja.

"Gak usah takut buat ngomong, dek. Lo jujur aja sama kita, dia emang mukul lo kan? Dia juga pasti ngancem lo biar gak bicara ya kan?" sahut Rasha teramat yakin.

Ragan menatap Rasha, tatapan matanya selalu tampak sama. Dingin tanpa binar sedikitpun. Ragan kemudian menggeleng pelan. "Dia ... yang nolongin gue."

"Tapi gue jelas-jelas liat lo keluar dari kamarnya dalam keadaan luka-luka. Lo bahkan gada tenaga sampe pingsan di depan gue." kekeuh Rasha.

"Ragan, lo gausah takut. Dia gak bakal bisa nyakitin lo lagi, kita berlima sekarang ada di sini, gada yang bisa nyakitin lo, dek." ucap Rayyan pada akhirnya.

Rayyan yang baru kembali di malam hari dengan ponsel yang kehabisan daya selama seharian itu dikejutkan saat pulang dengan pemandangan Sky yang terbaring di depan pintu serta Raja dan Rakha yang tengah berdebat sengit.

"Buat apa gue takut di rumah sendiri. Sekalipun karena Papa gada di rumah, tapi gue rasa dia tetep gak bakal mungkin mukul gue di rumah gue sendiri. Dia emang munafik, karna itu gue yakin dia gak bego buat nyakitin gue kayak yang kalian pikir."

"Dia nolong gue dan bawa gue ke kamarnya buat diobatin. Abis itu dia ninggalin gue sendiri buat istirahat, pas gue mau balik ke kamar gue, pas banget di luar ada kak Rasha dan gue juga gagal buat jaga kesadaran gue. Gue gak nyangka gue bakal bangun selama ini."

Semua orang terdiam mendengar jawaban Ragan. Untuk sesaat keheningan menyelimuti mereka. Rakha hanya bisa menunduk dengan tangan terkepal. Rakha merasa bersalah, namun juga merasa kasihan, kepada satu orang yang selalu menjadi tempat sampah amarah dari saudara-saudaranya akhir-akhir ini.

Sekarang seseorang itu berada di kamarnya, dalam keadaan tidak sadar dengan Dokter yang mengobati lukanya. Sendirian, tanpa ada kehadiran sosok keluarga di sisinya.

"Kalo gitu dari mana lo dapet semua luka itu? Luka-luka lo itu jelas bukan luka ringan." tanya Raffa.

Ragan terdiam untuk beberapa saat. Jari kakinya menekuk gelisah tanpa ada yang tahu. "Gue berantem. Di sekolah."

"Siapa—"

"Dan gue udah beresin masalahnya. Gue udah selesaiin sendiri. Kalian gak perlu ikut campur lagi, kak, gue udah bukan anak kecil." sela Ragan memotong suara Rayyan yang hendak menanyakan sesuatu yang tidak ingin dijawabnya.

SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang