"El sayang?" Itu adalah suara Oma Diana, yang mengetuk pintu kamar Sky terlebih dahulu sebelum akhirnya membukanya.
Ada Sky di sana, yang duduk di sofa sembari menoleh menatapnya. Sky memberi senyum kecil dan Oma Diana membalas senyumnya sambil melangkah memasuki kamar.
"Iya, Oma? Oma butuh sesuatu?" Sky berdiri untuk menyambut kehadiran sang Oma, tetapi Oma Diana justru menariknya untuk kembali duduk berdampingan di pinggiran kasur.
Oma Diana menggeleng dengan senyuman, lalu tanpa kata langsung membawa Sky untuk berbaring dengan pahanya sebagai bantalan. Dari posisi yang lebih rendah, Sky menatap Oma Diana dengan lembut. Matanya tidak lagi tampak sembab seperti saat satu hari lalu di hari pemakaman, namun perasaan sedih tetap masih tergambar dengan jelas.
Oma Diana mengusap lembut kepala Sky, memberinya senyum hangat menenangkan lalu membiarkan Sky berbaring dengan nyaman dengan posisi wajah kini menghadap ke samping.
"El udah besar, ya? Perasaan Oma baru aja liat El semangat lari-larian di sini abis pulang dari kelas Taekwondo." ucap Oma Diana menerawang jauh ke belakang sambil terus mengusap lembut rambut Sky.
"Pas El masih ikut Taekwondo berarti Ayah masih ada Oma," jawab Sky menengadah.
"Iya sayang masih ada Ayah kamu. Oma ingat sekali waktu Oma niat bawain El susu tapi pas masuk Oma justru liat kamu sama Mars kejar-kejaran di dalam kamar ini. Pas itu Bunda kamu lagi trip ke luar negeri, jadi kamu sama Mars nginap di sini. Masih inget 'kan?"
Sky mengangguk guna menjawab pertanyaan itu.
"Cepat sekali rasanya waktu berlalu. Dulu Oma yang masih kuliah tiba-tiba ketemu sama Opa kamu, tiba-tiba nikah, tiba-tiba udah punya anak, tiba-tiba udah punya cucu, semuanya serba tiba-tiba. Lalu sekarang tiba-tiba ditinggal Opa kamu,"
Sky meraih tangan Oma Diana yang masih berada di rambutnya, membawanya ke depan dan memeluknya dengan erat.
"Kalau bicara tentang sakit, sudah pasti Oma merasakan sakit. Karena kematian adalah perpisahan tanpa temu, yang berlaku untuk selama-lamanya. Jika bicara kesedihan, sudah pasti manusia merasakan sedih di dalam perpisahan. Kita memang tidak bisa membawa Opa kembali bersama kita dear, tapi kita masih bisa menghadirkan kembali sosok Opa di antara kita dengan menerapkan ajaran-ajaran yang pernah Opa ajarkan."
Oma Diana menunduk saat merasakan air mata Sky mulai menembus pakaiannya. Cucu tunggalnya itu tampak kian menyembunyikan wajahnya yang mulai berurai air mata.
"El cucu Oma, sakit dari sebuah perpisahan itu wajar sayang. Apalagi perpisahan melalui kematian, semua orang pasti merasakan perasaan itu dalam sebuah perpisahan. Tapi El, dalam kematian dari orang terdekat kita, itu tidak menandakan akhir dari hidup kita sayang. Oma tahu El mungkin merasa kecewa bahkan bersalah, tapi manusia memang tidak bisa mengontrol segalanya yang ada di dunia. Jika pada akhirnya Opa memilih untuk beristirahat, bahkan takdir tidak bisa menghentikannya, apalagi makhluk Tuhan seperti kita nak. Jadi kepergian Opa sepenuhnya bukan karena El, El tidak membuat kesalahan yang membuat Opa pergi. Opa juga pasti sangat tidak ingin meninggalkan El, tapi Tuhan tahu Opa sudah terlalu lelah..."
"Hiks,"
"Sayang," Oma menarik pelan kepala Sky, membuat wajahnya yang berlinang air mata kini kembali menghadap sang Oma. "Hidup dan mati adalah dua hal mutlak yang saling berdampingan dan dua hal itu juga berada di luar kendali manusia, sayang. Penentunya hanya Tuhan dan Tuhan tidak mungkin melakukan kesalahan dalam menentukan kehidupan makhluknya, nak."
Sky mengubah posisinya menjadi duduk dan segera memeluk Oma Diana dengan erat beserta tangisnya yang turut pecah.
"Ikhlas sayang ... Nggak papa ya, Opa bobo? Nggak papa Opa pergi, yang terpenting kan Opa bahagia, baby. Opa nggak rasain sakit lagi 'kan, Opa nggak perlu check up lagi, Opa sudah sembuh El..."
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY
FanfictionNyatanya memiliki enam saudara baru tidak membuat hidup Sky menjadi lebih bahagia. Atau, mungkin belum? #1 in Enhypen #1 in Jungwon #1 in Yang Jungwon