Pintu kafe yang menggantung tulisan Closed itu dibuka Genta dengan satu dorongan. Lalu ia mempersilahkan wanita yang datang bersamanya untuk masuk lebih dulu.
"Hey, Boss." Bagas menyapa Genta saat melihatnya sambil memegang berkas lamaran kandidat karyawan baru di kafe mereka.
"Gimana interviewnya? Ada kandidat yang cocok?" Tanya Genta.
Bagas menyerahkan berkas lamaran di tangannya, berisi resume para kandidat yang ia anggap cocok. "Ada beberapa yang oke nih. Kayaknya kita perlu diskusi buat nentuin siapa yang bakal kita panggil buat kerja di sini."
Genta melirik sekilas resume yang diserahkan oleh Bagas. Sementara itu Bagas sedang melongo melihat perempuan hamil besar yang berjalan pelan di belakang Genta sambil melihat lihat interior kafe.
"Maaf, Mbak. Kami tutup hari ini. Boleh datang lagi besok ya." Bagas menyapa ramah.
"Dia bukan pelanggan." Kata Genta sambil mengembalikan tumpukan resume ke Bagas.
"Kalau bukan pelanggan lalu siapa? Jangan bilang dia istri yang selama ini kamu sembunyikan?" Kata Bagas dengan mata membelalak pada Genta. Tangannya reflek menangkap dokumen yang ditaruh Genta di dadanya.
Genta menatap Bagas sambil geleng-geleng kepala. "Bukan. Dia kakakku." Genta memberi isyarat pada kakaknya untuk berjalan mendekat. "Mba, kenalin ini Bagas. Temenku yang mengelola kafe ini bareng sama aku. Gas, ini kakak perempuanku, Mba Gladys."
Bagas bersalaman dengan Gladys. "Maaf ya Mba. Kirain istrinya Genta."
"Nggak apa-apa." Gladys tersenyum ramah.
Genta berjalan ke meja bar, memakai apron cokelat. Lalu mengeluarkan ponsel dari saku celana.
"Gas, Fotoin gue dulu sini." Genta memanggil sambil menyodorkan ponselnya.
Bagas menghampiri Genta lalu memotret Genta sekali di depan mesin kopi. Setelah itu ia mengembalikan ponsel pada Genta yang langsung mengirim foto itu ke seseorang.
Bagas kembali memusatkan perhatian pada Gladys yang berjalan mendekat ke meja bar.
"Mba Gladys kapan lahiran? Udah tahu anaknya cewek apa cowok?" Tanya Bagas, berusaha ramah pada kakak dari partner kerjanya.
"Kata dokter sih masih dua bulan lagi HPLnya. Belum tahu jenis kelaminnya, biar jadi kejutan aja pas lahir nanti." Gladys menjawab.
"Ke Bali dalam rangka apa Mba? Nengokin Genta ya?" Bagas kembali bertanya, penasaran. Karena Genta tak pernah cerita soal keluarganya. Hingga membuat bahas sempat berpikir bahwa Genta adalah yatim piatu.
Gladys tersenyum memandang Genta di belakang Bagas yang sibuk mengetik di ponselnya. Sepertinya Bagas tidak tahu bahwa Genta sudah tiga tahun kabur dari rumah, memutus kontak dengan semua anggota keluarganya. Kalau tak sengaja ketemu di pantai Pandawa kemarin, Gladys takkan pernah tahu kalau ternyata adik tirinya itu ada di Bali.
"Sebenarnya aku lagi babymoon sama suamiku. Sekalian ketemu sama Genta deh."
"Oohh..."Bagas manggut manggut mendengar jawaban Gladya. Lalu menoleh pada Genta. "Ta, sibuk amat Ama HP. Bikinin minuman kek buat kakakmu yang cantik ini."
"Iya bentar. Ini kirim laporan bulanan dulu." Kata Genta. Tak lama kemudian ia meletakkan ponsel di saku. "Mba Gladys mau minum apa?"
Gladys mendongak melihat menu kafe. "Ada menu yang non kopi nggak? Aku ngga dibolehin minum kopi Ama Gunawan."
"Ada susu, jus, Ama air putih." Kata Genta.
"Jus aja deh. Jambu kalau ada." Kata Gladys.
Genta mengacungkan jempolnya. Lalu membuka lemari pendingin mengambil buah jambu merah, kemudian mulai menyiapkan minuman untuk kakak tirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Kiss You
General FictionSejak aku dihianati oleh saudara kembarku sendiri, sejak itu pula aku menutup rapat pintu hatiku. Setelah pernikahan Gauhar dan Azalea, aku memilih pergi, jauh dari mereka semua. Luka yang mereka berikan padaku, entah sampai kapan bisa disembuhkan...