Bab 17: Papa?

120 18 2
                                    

Jelang jam makan siang, Genta menepikan mobil Bagas yang ia kendarai di depan rumah Gendhis.

Dia sengaja meminjam mobil Bagas agar bisa sekalian mengajak Gema jalan-jalan hari ini. Karena tentunya membawa anak kecil bepergian lebih aman memakai mobil dibanding pakai motor.

Gendhis adalah orang yang membukakan pintu untuk Genta dan mempersilahkannya masuk. Para penghuni rumah itu sedang bersiap untuk makan siang dan Genta pun diajak untuk makan bersama.

"Tapi aku niatnya ngajak kamu sama Gema makan di luar hari ini. Sekalian rayain ultahku." Tutur Genta.

"Nggak usah. Di rumah ini ada peraturan kalau Bram masak, maka semua orang harus makan di rumah. Kalau enggak, Bram bisa marah." Kata Gendhis.

"Peraturan itu juga berlaku buatku?" Tanya Genta.

Gendhis tersenyum lalu mengangguk. "You are part of our family now."

Gendhis menggandeng Genta menuju ruang makan. Langkah Genta terhenti di pintu ruang makan ketika melihat meja makan yang penuh dengan makanan setara seperti hendak memberi makan satu pasukan tentara. Ada seafood bakaran, plecing kangkung, lalapan, nasi kuning, sup ikan, ayam betutu utuh beberapa ekor, bahkan berbagai macam sambal juga tersedia di sana.

"What the..." Genta tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya.

Bram yang sedang memberikan sentuhan terakhir pada hidangan sate lilit menoleh saat mendengar suara Genta.

Senyum Bram merekah. Iapun berjalan menghampiri Genta sambil merentangkan kedua tangan.

"Hai Hottie, Happy Birthday ya. Muah! Muah! Aku udah masak banyak, hopefully kamu suka." Bram nyerocos terus sambil memeluk dan mencium pipi Genta kanan dan kiri.

Genta terpaku, terlalu kaget untuk merespon. Ini pertamakalinya ia dicium oleh seorang pria. Ayah kandungnya pun tak pernah lagi memeluk dan menciumnya setelah Genta akil baligh.

Belum hilang rasa kagetnya, Diego di belakang Bram langsung mengecup bibir Genta tanpa aba-aba membuat Genta terlonjak kaget.

"Happy birthday, Hottie."

"Di!" Gendhis terlihat melotot penuh peringatan pada Diego.

Diego hanya menyeringai pada Gendhis sambil berkata. "You owe me a kiss, Dhis."

Genta memandang Diego yang cengengesan lalu menoleh pada Gendhis yang terlihat marah.

"What do you mean Gendhis owe you a kiss?" Tanya Genta pada Diego.

"She kissed my boyfriend, so i had to kiss her boyfriend too." Diego menjelaskan.

Genta menoleh pada Gendhis yang sedang geleng-geleng kepala sambil bergumam."Oh my god. Siapa sangka Diego masih dendam soal itu."

"Nggak usah dipikirin, Ta. Gendhis juga nyium gue buat bikin loe cemburu, bukan karena dia ada rasa sama gue." Bram menyahuti.

Ucapan Bram membuat Genta terheran, ia memandang Gendhis penuh tanya, namun yang dipandang hanya menunduk memandang lantai.

Sementara itu sepasang kaki kecil menyeruak kerumunan 4 orang dewasa yang sedang berdiri berhadapan lalu menarik tangan Genta.

"Om, Om, sini...sini...!" Gema menarik tangan Genta yang mau tak mau langsung mengikutinya.

Gema menyuruh Genta duduk di kursi yang telah disiapkan di depan meja makan. Lalu anak itu menyodorkan topi kerucut kecil warna warni yang pasti akan membuat Genta terlihat konyol jika memakainya.

When I Kiss You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang