Sebuah taksi berwarna biru berhenti di depan rumah keluarga Sumawijaya. Tak lama kemudian seorang pemuda berusia 28 tahun keluar dari taksi lalu ia menahan pintu mobil agar perempuan yang datang bersamanya bisa keluar dengan nyaman.
Lalu pemuda yang tak lain adalah Genta itu membuka pintu bagasi untuk mengeluarkan dua buah koper berukuran sedang yang mereka bawa.
Gendhis menunggu hingga Genta kembali ke sisinya sambil menyeret dua koper mereka. Setelah mengucapkan terimakasih pada sopir taksi, dua sejoli tersebut melangkah bersama memasuki halaman rumah Ganendra.
Meski mereka ambil penerbangan pagi, tetap saja mereka tiba di tujuan lewat jam makan siang. Karena menunggu bagasi di bandara juga perjalanan darat yang lumayan macet.
Gendhis mengangkat satu tangan untuk melindungi matanya dari sorot matahari yang menyilaukan, membuat kepalanya terasa pusing.
"Om Papa!" Sebuah suara anak kecil melengking diiringi derap langkah kaki mungil yang berlari menghampiri Genta.
Genta tersenyum dan melepas pegangan koper agar bisa menangkap Aurora yang melemparkan tubuh ke arahnya.
Aurora tertawa senang saat Genta mengangkat tubuhnya ke atas lalu menggendongnya. Gendhis ikut tersenyum melihat adegan itu.
Dengan lihai, Genta meletakkan Aurora di atas lengan kanannya hingga gadis kecil berusia 3 tahun itu seolah duduk di atas tangannya. Lalu tangan kiri Genta kembali menyeret koper.
Gendhis mengikuti langkah kaki Genta memasuki rumah sambil membawa kopernya sendiri. Terdengar Genta mengucap salam yang dibalas oleh orangtuanya.
Ghea dengan wajah sumringah menghampiri mereka dengan kedua tangan terentang lebar siap memeluk.
Genta pun membuka tangan kirinya agar bisa membalas pelukan sang Bunda. Namun ketika tiba di depan Genta, bukannya memeluk sang anak, Ghea malah terus melangkah ke belakang Genta menghampiri Gendhis lalu memeluknya erat.
Dengan tatapan tak percaya Genta membalikkan badan dan menatap ibunya yang sedang menyambut kedatangan Gendhis dengan penuh sukacita.
"Bun, aku nggak disambut?" Genta bertanya dengan penuh kecewa.
Ghea menoleh sebentar pada Genta lalu bicara sambil lalu. "Rora sudah menyambutmu, jadi Bunda ngga perlu melakukan itu. Sudah, bawa kopermu ke kamar kamu, udah Bunda beresin. Abis itu langsung ke ruang makan aja."
Lalu sambil menggandeng Gendhis, Ghea melangkah ke ruang makan dimana sejak pagi ia telah menyiapkan banyak hidangan untuk menyambut kedatangan Genta dan Gendhis.
Sebenarnya, Ghea juga hendak menyambut Genta dengan pelukan. Tapi ketika melihat wajah Genta yang begitu percaya diri dan tangannya terangkat siap memeluk, timbul niat usil di benaknya, karena itulah ia melewati Genta dan langsung mendekati Gendhis.
Tentu saja, reaksi Genta seperti yang dia perkirakan. Ghea ingin tertawa namun menahannya. Karena sekarang ada Gendhis yang tampak canggung di sampingnya.
"Kamu nggak apa-apa? Pasti kamu kecapekan, naik pesawat dan mobil kesini. Kamu makan dulu aja ya, habis itu langsung istirahat." Ghea berkata lembut.
Gendhis hanya bisa mengangguk pelan. Sejak tadi ia menahan rasa mual dan pusing. Karena itu ia tidak banyak bicara.
Tiba-tiba Ghea berhenti melangkah, Gendhis yang digandengnya pun ikut berhenti. Ghea meraih tangan Gendhis dan menggenggamnya erat.
"Aku ikut sedih soal Gema. Pasti nggak mudah buat kamu. Kamu yang kuat ya, sayang." Ghea mengelus rambut Gendhis dengan penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Kiss You
General FictionSejak aku dihianati oleh saudara kembarku sendiri, sejak itu pula aku menutup rapat pintu hatiku. Setelah pernikahan Gauhar dan Azalea, aku memilih pergi, jauh dari mereka semua. Luka yang mereka berikan padaku, entah sampai kapan bisa disembuhkan...