Bab 5: No Time For Love

272 50 3
                                    

"Hey honey, are you okay?" Bram bertanya pada Gendhis yang sedang melamun sambil memeluk lutut di sofa rumah mereka.

Gendhis menatap datar pada Bram yang mengulurkan mug berisi teh hangat padanya. Gendhis menerima teh itu lalu menyesapnya sedikit.

Bram duduk di sebelah Gendhis sambil memerhatikan wajah wanita itu dengan seksama. Kenapa lagi dengan Gendhis? Beberapa hari ini ia selalu ceria karena akhirnya bisa orgasme setelah bertahun tahun menahan diri. Tapi setelah pulang interview kerja di kafe, Gendhis terlihat sering melamun.

"Gue ketemu dia lagi, Bram. Cowok yang tidur sama gue di malam tahun baru." Gendhis berkata pelan.

Mata Bram melebar mendengarnya. "Serius? Terus gimana? Kalian main lagi? Kali ini berapa ronde?" Bram bertanya antusias sambil menegakkan duduknya.

Gendhis menggeleng pelan. "Aku kabur sebelum dia sempat melihatku."

Bram mengerutkan kening. "Why? Loe kan suka sama performa dia di ranjang, kenapa ngga nyoba lagi? Siapa tahu dari main ranjang bisa main ke hati juga." Bram menyeringai berusaha bercanda agar raut murung di wajah Gendhis hilang.

Gendhis tersenyum getir. "Aku ngga mau main hati sama dia, Bram. Dia udah punya istri."

Bram menganga. "What the...jadi dia tidur sama kamu walaupun udah punya istri? Bajingan." Bram bergumam geram.

Gendhis mengangguk. "Aku melihatnya menggandeng perempuan yang lagi hamil besar. Dia mengelus perut hamil wanita itu dengan penuh kasih sayang, ucapannya pada perempuan itu juga penuh perhatian dan sangat mesra."

"Bastard!" Tangan Bram terkepal kuat, ingin menghajar pria yang tak ia tahu wajah maupun namanya.

"Apa udah jadi nasib gue ya, selalu menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang lain. Sepertinya gue bisa bikin stempel di jidat gue, 'Gendhis, spesialis tidur dengan suami orang' lucu kan?" Gendhis tertawa getir, matanya berkaca-kaca. Kecewa pada dirinya sendiri karena selalu terpikat pada pria beristri.

Bram membuka mulut untuk menghibur Gendhis, tapi pintu depan terbuka dan suara Gema memanggil ibunya terdengar.

Gendhis meletakkan cangkir teh di meja lalu mengusap jejak airmata di wajahnya. Lalu merentangkan tangan menyambut Gema yang berlari ke pelukannya.

Sementara Diego yang datang bersama Gema mengambil tempat duduk di samping Bram yang langsung menyambutnya dengan ciuman mesra. Diego merangkulkan lengan di bahu Bram sambil menatap Gendhis yang juga sedang berbagi ciuman dengan anak lelakinya yang berumur 4 tahun.

"Anak Ibu udah puas main yah?" Tanya Gendhis pada Gema yang telah berada di pelukannya. Ia mencium ubun ubun sang anak yang bau matahari.

"Iya, Gema bikin istana pasir sama Om Diego, gedeeee bangettt...terus Om Diego ajarin Gema surfing....serruuu!" Gema berceloteh riang.

Gendhis tersenyum. Melihat Gema yang tertawa riang adalah kebahagiaan dalam hidupnya.

Ia tak punya waktu untuk main hati dengan siapapun, apalagi suami orang. Mulai sekarang ia akan menutup hatinya dari semua lelaki, hanya Gema yang boleh ada di hatinya. Putra kesayangannya, alasan Gendhis untuk tetap hidup di dunia yang memuakkan ini hanya Gema.

Gendhis memutuskan untuk melupakan Effendy, pria yang memberinya surga dunia di malam tahun baru. Dia akan mengubur kenangan dengan Effendy dalam-dalam dan takkan pernah mengingatnya lagi.

Gendhis berharap ia tak perlu bersinggungan jalan lagi dengan Effendy, karena ia sama sekali tidak mau bertemu dengan pria itu lagi sampai kapanpun.

Sayangnya, takdir seolah tak berpihak pada Gendhis. Karena beberapa hari kemudian ia bertemu lagi dengan Effendy, di tempat kerjanya yang baru.

***
Genta's POV

Hari yang baru, kesibukan yang baru. Aku harus tetap sibuk agar tak perlu mengingat hal buruk yang menghantui pikiranku selama tiga tahun terakhir.

Tapi, sejak malam tahun baru, hal yang menghantuiku bukan lagi wajah Azalea yang menangis dengan pakaian pengantin di samping Gauhar. Melainkan wajah Retno, yang tersenyum saat aku memeluknya.

Desahannya di telingaku saat kami mendaki puncak kenikmatan bersama tak bisa kuhilangkan dari benakku.

Hampir setiap malam aku memimpikannya. Hingga bangun dengan kondisi selimutku basah di bagian paha.

Ini pertama kalinya aku gelisah karena seorang wanita setelah berpisah dengan Azalea.

Apakah aku akan bisa bertemu dengannya lagi? Apakah aku siap untuk berhubungan dengan lawan jenis lagi?

Braakk!

"Genta Effendy Sumawijaya!"

Suara meja digebrak disertai suara keras memanggil namaku membuatku terkesiap dan menoleh ke arah Bagas yang sedang melotot ke arahku.

"Apa sih, Gas? Pake gebrak meja segala?" Aku bertanya kesal.

"Masih pagi udah ngelamun aja, dari tadi gue panggilin lu ngga denger makanya gue kagetin." Bagas berkata santai. "Bentar lagi dua karyawan baru kita datang. Kita bagi tugas ya, lu training Gendhis yang posisinya waitress dan gue training Baim yang nanti jaga kasir."

Aku mengangguk. "Oke." Kataku sambil melanjutkan aktivitasku mengelap gelas kopi dan menatanya di rak yang tersedia.

Aku jongkok ke bawah mengambil tumpukan kemasan biji kopi untuk di taruh di dekat mesin kopi ketika suara denting lonceng kecil di atas pintu menandakan seseorang datang.

Aku bangkit masih dengan posisi membelakangi pintu masuk dan menaruh biji kopi di tempatnya ketika suara yang familiar menyapa.

"Permisi, saya Gendhis yang mulai hari ini jadi waitress di sini."

Suara itu, suara yang menghantui malam-malamku.

Segera aku berbalik untuk melihat perempuan pemilik suara itu.

Dan disanalah dia berdiri, dengan mata membelalak dan mulut menganga menatapku. Meski dia tak memakai makeup tebal seperti saat malam tahun baru, pakaiannya juga hanya kemeja putih dan rok hitam, sangat berbeda dengan gaun seksi yang ia kenakan saat pertamakali kami bertemu. Tapi aku tak mungkin lupa dengan wajahnya.

Bibir itu, yang ratusan kali kucium, dan berkali kali mendesahkan namaku. Matanya yang menatapku dengan penuh hasrat saat tubuh kami menyatu.

Sialan! Bagian bawah tubuhku mengeras mengingat malam saat kami bersama.

Aku tak menyangka, orang yang sangat ingin kutemui kini berdiri di hadapanku.
Dan seperti orang bodoh, aku malah bengong menatapnya karena tak tahu harus mengatakan apa.

Bersambung

Published on 03-03-2023, 11:59 pm
920 words

When I Kiss You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang